Pekerja Resto Mencari Keadilan: Bekerja 12 Jam Sehari, Gaji di Bawah UMR

Bekerja selama 12 jam perhari, dengan gaji di bawah UMR. Jam kerja panjang tanpa hari libur membuat Fajar menyerah. Apalagi dia juga mengalami pelecehan seksual di tempatnya bekerja. Kasus ini menunjukkan sulitnya perjuangan pekerja di dunia kerja.

“Jangan macam-macam, saya ini pernah jadi Anggota DPR loh!,“ kalimat bernada ancaman itu masih terngiang-ngiang di telinga Fajar hingga kini.

Kalimat itu dilontarkan oleh bos Fajar saat Fajar bermaksud menagih haknya sebagai pekerja sebuah di kafe dan restoran yang menyajikan berbagai hidangan laut dan makanan khas Manado di Jakarta.

Fajar dipecat secara sepihak oleh bosnya pada Juni 2021, karena dinilai tidak disiplin menjalankan aturan jam kerja di restoran tempatnya bekerja.

Kejadian ini bermula saat Fajar yang jarang mendapatkan libur, ingin mengunjungi keluarganya di Bekasi. Malam sebelumnya, Fajar sudah minta izin melalui pesan WhatsApp, bahwa ia akan terlambat datang. Namun, di hari itu juga Fajar langsung diberhentikan/PHK dari tempat kerjanya melalui pesan whatsApp.

Saat Fajar minta penjelasan pada keesokan harinya, bos nya hanya mengatakan bahwa Fajar telat datang, yaitu jam 09.00 WIB, sementara aturan yang ada menyebut semua pekerja sudah harus di dapur pada pukul 05.00 WIB, maka ia dipecat.

Saat Fajar minta haknya sebagai pekerja dibayarkan, dia tidak dibayar penuh. Dia hanya diberi uang Rp 400 ribu. Bos beralasan, sebelumnya Fajar sudah pernah kasbon sehingga gajinya dipotong.

“Pertengkaran bernada ancaman pun terjadi. Tapi saya memilih diam dan kemudian mengemas barang-barang saya dan keluar dari cafe dan restoran itu,” aku Fajar.  

Sebenarnya, Fajar sudah lama memendam keinginan untuk mengundurkan diri karena upah yang diterimanya tak sebanding dengan beban kerja dan jam kerja yang sangat panjang.

Setiap hari ia harus bekerja 12 jam sehari, mulai pukul 05.00 hingga 21.00 WIB. Dan, untuk itu ia tak diberikan uang lembur. Fajar yang baru bekerja di restoran itu sejak Februari 2021 juga sangat jarang mendapatkan kesempatan libur.  

Namun, sebelum surat pengunduran diri diserahkan, Fajar keburu di-PHK tanpa pesangon. Dan saat Fajar menuntut haknya sebagaimana diatur di UU Ketenagakerjaan dia tak mendapatkan tanggapan yang seharusnya.

Pada 7 Mei 2021 misalnya, Fajar menulis surat permohonan untuk meminta haknya, namun, sampai saat itu surat tersebut tidak dibalas. Bahkan saat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai kuasa hukumnya mengirim surat klarifikasi, Fajar mendapat ancaman dari orang yang mengaku dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) PP untuk mendatangi Kantor Satpol PP terdekat.

“Tapi tidak saya hiraukan karena tidak ada surat resmi,” cetusnya.

Ia mengisahkan, pihak perusahaan berdalih ia tak mengajukan perhitungan upah lembur. Selain itu, Fajar juga disebut tak memenuhi panggilan mediasi pertama dan ketiga. Sementara di pertemuan mediasi kedua ia diwakili sang kakak, karena ia jatuh sakit.

Pertamakali Bekerja Sampai Kasus Yang Dihadapi

Fajar menceritakan ia mendapat info lowongan kerja di restoran/kafe yang menyajikan makanan hasil laut dan makanan khas Manado itu pada Februari 2021 dari salah seorang temannya. Restoran itu masih dalam tahap persiapan.

Saat baru masuk, Fajar diminta membersihkan segala perkakas dapur dan ruangan restoran selama satu minggu. 

Ketika baru buka, pengunjung sangat ramai karena harus melayani pelanggan baik secara online maupun makan di tempat. Sejumlah menu baru dimasak dan disiapkan saat ada pelanggan yang memesan. Sehingga, praktis saat jam kerja, Fajar nyaris tak pernah istirahat.  Untuk mandi dan makan harus dilakukan dengan sangat buru-buru.

Saat itu restoran itu hanya mempekerjakan tiga orang. Selain Fajar ada beberapa pekerja lainnya yaitu Tante Nani dan Ika (bukan nama sebenarnya).

Fajar dan Ika mendapat fasilitas kamar tidur yang pada siang hari difungsikan sebagai tempat untuk menerima pesanan Online ojek online dan tempat untuk menaruh kulkas. Mereka harus selalu bangun pagi, dan mulai bekerja di dapur sejak pukul 05.00 WIB.

Sedangkan tante Nani selalu datang jam 07.00 WIB. Kafe dan resto itu tutup jam 20.00 WIB. Namun tidak jarang buka sampai larut malam jika memang ada pelanggan yang datang.

“Setelah restoran tutup, saya dan Ika harus beberes dan bersih-bersih selama setengah jam. Kadang kalau menunggu tukang ikan mereka tidur malam jam 23.00 WIB dan keesokan paginya bangun kerja lagi sekitar  jam 05.00 WIB,” Fajar menjelaskan jam kerjanya.

Pernah satu saat Fajar menanyakan kapan ia mendapat libur agar dapat pergi ke Gereja, tapi ia tidak mendapatkan jawaban yang pasti. 

Baru dua minggu bekerja, Ika sudah mulai tidak tahan. Ia merasa tak sanggup dengan pekerjaan yang berat, sementara upah yang diterima hanya Rp 1,5 juta sebulan atau di bawah upah minimum regional Jakarta yang saat itu sudah Rp.4,5 juta sebulan.

Saat Ika meminta upahnya selama 2 minggu bekerja di tempat itu, bos  sempat menolak. Setelah melalui perdebatan sengit, bosnya tetap menolak membayar penuh upah Ika. Ia hanya mengulurkan Rp200 ribu untuk ongkos pulang Ika. Fajar yang coba membantu Ika mendapatkan haknya, justru kena semprot.

“Kalau saya mau keluar, juga tidak dapat gaji.  Saya diminta tidak macam-macam karena dia pernah menjadi anggota DPR,” papar Fajar menirukan ucapan bos waktu itu.

Setelah Ika mengundurkan diri dari Resto & Café, tinggallah Fajar sendirian yang bekerja. Tentu saja beban kerjanya semakin berat karena hanya dua karyawan yang bekerja.

Seminggu kemudian bos jatuh sakit. Resto pun ditutup sementara. Tante Nani diliburkan, tapi Fajar tidak diizinkan untuk libur. Bos sakit selama tiga minggu, dan selama itu Fajar punya kesempatan ke gereja pada hari Minggu.

Alami pelecehan

Ketika kondisi kesehatan bosnya membaik, restoran pun buka kembali dengan mempekerjakan dua pegawai baru yaitu tante Lina dan Desi. Keduanya mulai masuk kerja jam 08.00 WIB sampai 20.00 WIB menggantikan Ika.

Pada suatu siang saat resto sedang sepi, saat mereka asyik mengupas bawang dan membersihkan cabe rawit, Fajar yang memang tomboy mengalami pelecehan seksual.

Ia ditanya: “kamu laki-laki atau perempuan?,” dan untuk membuktikan dia memang memiliki payudara, bos berusaha memegang buah dada Fajar.  Fajar berhasil mengelak dengan menyilangkan kedua tangannya di dada.

“Oh iya, kamu perempuan. Saya cuma bercanda saja, biar di sini kita semua tidak bosan dan ngantuk,” ujar bos sebagaimana ditirukan Fajar.

Fajar berusaha mencari bantuan hukum. Fajar mengenal salah satu LBH di DKI Jakarta, ia kemudian membuat pengaduan atas masalahnya secara online dan bertemu langsung.

Kini Fajar yang belum mendapatkan pekerjaan baru sedang mengurus hak-haknya sebagai pekerja. Kata-kata majikan, agar ia tidak macam-macam terus terngiang di telinganya.

Metris Kinder

Saat ini sebagai Pengurus inti di  KKPI (Komunitas Keluarga Pelangi Indonesia).

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular