Cek Fakta Kartini: 3 Informasi Hoax, Disebut Pemuas Seks Belanda 

Apa saja informasi hoax soal Kartini di media sosial? Kartini digambarkan sebagai perempuan yang berkacamata dan berjilbab, Kartini bicara soal teknologi sampai Kartini ditulis sebagai perempuan pemuas seks orang Belanda.

Selamat Hari Kartini! Banyak tulisan tentang Kartini, ada soal perjuangannya, hidup Kartini dan tentu saja buku-bukunya. Tapi dari banyaknya informasi ini, ada juga kabar bohong (hoax). 

Pengin tahu bagaimana hoax tentang Kartini dituliskan? yuk, baca ini:

Cek Fakta Kartini Berkacamata dan Berjilbab

Pada 20 April 2018, salah satu akun FB, abdurrahman.bangga, pernah menyebarkan postingan yang menunjukkan foto Kartini menggunakan jilbab dan berkacamata. Foto itu disandingkan pula dengan foto jepretan kitab kuning, yang menunjukkan khas pesantren. Pemilik FB itu tak lupa membubuhkan caption: “Siapa bilang R.A Kartini tidak berjilbab??”  

Temuan lainnya, dilansir Cek Fakta Liputan6.com, sebuah akun Facebook bernama Dandy.Rifqy771 (yang kini telah dihapus) diketahui juga pernah memposting hal serupa. Yaitu tangkapan layar foto Kartini yang memakai kacamata dan berjilbab. Postingan yang dibagikan sebanyak ribuan kali ini, menuliskan caption yang intinya menggunakan narasi ‘foto asli RA Kartini ketika menjadi santri Kyai Saleh Darat. 

“Tidak memakai konde dan berkebaya. Foto RA Kartini yang berkonde dan berkebaya versi Belanda akan terus dikeluarkan oleh kaum sekuler agar RA Kartini tetap dikenang sebagai perempuan yang tak mau berjilbab,” tulis dalam keterangan foto tersebut.

Pada 23 April 2019, klaim tersebut kemudian dibantah www.turnbackhoax.id yang menunjukkan bahwa Kartini berkacamata dan berjilbab adalah hoax. Artikel itu berjudul [SALAH] Foto RA Kartini Berjilbab dan Berkacamata.

Situs yang dibikin Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) itu menunjukkan, para pakar sejarah meragukan keaslian foto tersebut: tak ada catatan sejarah. Hasil uji forensik terhadap foto dari sumber klaim itu, juga memperlihatkan foto memiliki banyak kecacatan. Utamanya pada bagian kepala. 

Konde kemudian menelusuri pula melalui Yandex Image terkait foto Kartini berkacamata dan Berjilbab yang beredar itu. Hasilnya, ada banyak situs website termasuk blogspot dan sosial media yang pernah memposting foto tersebut, yang ternyata juga adalah hoax. Postingan paling awal yang kami temukan adalah per 23 April 2016 di Arrahmah.co.id  berjudul “Fakta Jawaban KH Sholeh Darat atas Kegelisahan Kartini”.  

Sementara itu, logika yang menyatakan bahwa Kartini berjilbab (identik beragama Islam), bisa pula terbantahkan dengan fakta sejarah yang mencatatkan bahwa R.A Kartini itu sebetulnya beragama Budha. Detik pernah menuliskan dalam artikel “Alasan Kartini Mengaku Anak Budha dan Jadi Vegetarian” yang pernah tayang pada 21 April 2018. 

Tulisan Aryo Bhawono itu mengatakan bahwa R.A Kartini mengaku sebagai anak Budha setelah minum abu hio dari Kelenteng Hian Thian Siang Tee, Welahan, Jepara, Jawa Tengah. Air abu hio itu konon menyembuhkan Kartini dari sakit demam. 

Pengakuan Kartini sebagai anak Budha ini, dimuat pula dalam kumpulan Surat Kartini tertanggal 27 Oktober 1902 kepada Rosa Abendanon-Mandri. Kartini menuliskan kalimat dalam surat itu dengan tulus. Ia adalah seorang Budha dan pantang makan daging.

“Saja ada satoe botjah Budha, maka itoe ada mendjadi satoe alesan mengapa saja kini tiada memakan barang berdjiwa,” tulis Kartini. 

Cek Fakta Kartini Pemuas Seks Belanda

Sekitar 23 April 2018, sebuah tangkapan layar sosial media di twitter @makLambeTurah #makLambeTurah#PalingManis pernah beredar di tengah masyarakat yang menunjukkan komentar seorang bernama Ahmada Al Fatih, yang diketahui sebagai Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), melakukan penghinaan terhadap Kartini dengan menyebutnya pemuas seks Belanda, yang kini jadi pahlawan. 

“Kartini Perempuan Pemuas Sex Belanda sekarang menjadi pahlawan… pembodohan sejarah syg sekali… hahaaah,” tulis akun Al Fatih itu.

Di bawah komentar itu, ada pula foto seorang laki-laki memakai jas PKS. Laki-laki itu berfoto dengan latar logo PKS. Foto itu juga ada di Facebook Ahmada Al Fatih. Pengguna media sosial lalu menganggap Ahmada Al Fatih penulis komentar itu sebagai kader PKS. 

Akun @makLambeTurah pun lantas membagikan tangkapan layar komentar itu dengan membubuhkan caption “Salah satu yang membuat mak kagum kepada @PKSejahtera selain bisa kembali ke tahun 1800-an juga bisa pergi ke tahun 2030…” yang kemudian mendapatkan banyak atensi warganet. 

Tak lama kemudian, berbagai pemberitaan termasuk Detik.com berjudul ‘PKS Luruskan Hoax Kader Komentar ‘Kartini Pemuas Seks Belanda’, kemudian melakukan wawancara terhadap politisi PKS guna mengonfirmasi kebenaran isu itu. PKS pun meluruskan hoax atas isu kader yang berkomentar ‘Kartini Pemuas Seks Belanda”.

Wakil Sekjen PKS Abdul Hakim dengan tegas mengatakan hal tersebut tidak benar. Foto kader PKS Aceh Timur telah dibajak dan kader PKS tidak berkomentar menghina Kartini. Abdul Hakim menjelaskan laki-laki yang ada di dalam foto tersebut adalah kader PKS Aceh Timur. PKS juga bersiap melaporkan terkait foto hoax tersebut ke polisi.

Kominfo juga melalui website resminya turut memposting bahwa komentar Kartini sebagai perempuan pemuas sex Belanda yang sekarang menjadi pahlawan itu adalah hoax. Lembaga itu merangkum berbagai pemberitaan di media yang sumbernya terpercaya melakukan konfirmasi kepada pihak terkait. Sehingga, masyarakat diimbau untuk tidak mentah-mentah menelan informasi dari sosial media apalagi berupa tangkapan layar yang sangat mungkin digunakan sebagai provokasi. 

Cara Menangkal Hoax

Cara paling mudah mengenali hoax yang beredar di media sosial itu, biasanya seringkali berupaya ajakakan dengan bahasa-bahasa yang dapat menimbulkan kebencian atau kemarahan. Minta diviralkan, minta disebarkan, bahkan ada kalimat bernada ancaman ‘jangan berhenti di sini, kalau berhenti di sini tidak masuk surga’. 

Ini tentu menjadi sasaran yang empuk untuk ‘menggoreng isu’ terlebih soal hal sensitif seperti SARA (suku, ras, agama, antar golongan). Dampak bahayanya, bisa memantik konflik sosial. 

Kominfo pernah membagikan cara-cara mengatasi berita hoax utamanya di dunia maya. Selain itu, juga merinci bagaimana upaya pelaporan hoax yang bisa dilakukan oleh masyarakat. Ini bisa digunakan termasuk terkait kabar simpang siur Kartini yang seringkali beredar di momen 21 April ini. Apa saja?

1.Hati-hati dengan Judul Provokatif 

Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.

Oleh karenanya, apabila menjumpai berita dengan judul provokatif, sebaiknya kita mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya kita sebagai pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.

2. Cermati alamat situs

Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.

3.Periksa fakta

Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat. Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.

Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subjektif.

4.Cek keaslian foto

Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

5.Ikut serta grup diskusi anti-hoax

Di Facebook terdapat sejumlah fanspage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Lalu, bagaimana apabila kita menjumpai informasi hoax? Lalu bagaimana cara untuk mencegah agar tidak tersebar? 

Untuk media sosial Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax sebagai hatespeech/harassment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika ada banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut.

Untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang negatif, demikian juga dengan Instagram.

Kemudian, bagi pengguna internet Anda dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id.

Masyarakat Indonesia Anti Hoax juga menyediakan laman data.turnbackhoax.id untuk menampung aduan hoax dari netizen. TurnBackHoax sekaligus berfungsi sebagai database berisi referensi berita hoax.

(Sumber Foto: Facebook Jabar Saber Hoaks)

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!