Ini Ceritaku: Sulitnya Perempuan Berdamai dengan Kesedihan

Tidak apa-apa bersedih hari ini, karena selalu ada hari esok atau hari lain yang lebih baik. Kamu sedih untuk menjadi kuat, maka sekali-sekali, acuhlah sedikit pada kesedihanmu, lalu belajar berdamai dari kesedihanmu.

Manusia pernah bersedih. Perempuan pernah bersedih. Ketika menulis ini, saya mengingat hari-hari dimana saya bersedih. Sulit rasanya bergerak atau sekadar bangun dari tempat tidur. Sekian lama, bersedih menghambat gerak saya karena layaknya lubang hitam, kesedihan memiliki daya tarik yang kuat sehingga tidak ada cahaya yang keluar darinya. Saya seperti duduk dalam lobang hitam kesedihan

Kesedihan dapat membuat seseorang berlarut di dalamnya dan akhirnya akrab dengan perasaan tersebut tanpa mengetahuinya. Saya ibarat tahanan dari kesedihan dan memeliharanya sampai tidak tahu cara untuk keluar dari lingkaran tersebut.

Setiap diantara kita punya cara masing-masing untuk mengatasinya, tetapi banyak yang mengabaikan keberadaannya. 

Takut disangka terlalu mengeluh dan dikira tidak bersyukur. Padahal sedih karena kecewa, sakit atau capek itu adalah manusiawi.Kesedihan tidak akan mengurangi nilai diri kita. Tidak mengindahkan kesedihan dapat membuat kita bingung dan akhirnya terpendam seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal kita butuh masa untuk bersedih agar bisa memahami kejadian tersebut, orang-orang disekitarnya, dan yang paling penting: diri sendiri.

Ketika kecil, kita sering beranggapan dunia tidak memihak kepada kita. Menginjak remaja, konflik keluarga mendorong kita untuk memberontak dan akhirnya ketika menjadi dewasa, rasanya semua menumpuk menjadi satu. 

Masa lalu dan tanggungjawab baru membuat kita takut dan terkadang membuat kita sedih. Sedih karena tidak lulus SNMPTN, sedih karena disakiti ucapan orang, atau sedih karena belum mendapatkan pekerjaan.

Untuk sampai tahap ini, saya butuh bertahun-tahun untuk memproses semuanya. Saya masih belajar dalam berdamai dengan apapun itu yang membuat sedih. Saya sadar bahwa kesedihan ini akan saya lalui dan harus bertahan untuk hal-hal luar biasa yang menunggu diluar sana. Tentunya sulit sekali. 

Saya masih sering menarik napas panjang ketika teringat memori yang tidak baik, dan sering terdistraksi sehingga terkadang harus berhenti sejenak untuk mengatur emosi. Namun sekarang, saya lebih fokus kepada apa saja yang ditawarkan oleh kehidupan: berjumpa dengan teman baru, merangkul kembali teman lama, membaca buku dan mulai banyak menulis. Selain itu, berusaha berbuat baik kepada makhluk dan ciptaan Tuhan, dan merawat diri sendiri. 

Ketika sedih, saya mencoba menghadirkan Tuhan, rasa syukur, rasa cinta saya pada diri sendiri dan keluarga, dan kedamaian di dalam hati. Untuk menghadirkan semuanya dalam satu waktu, setiap orang punya prosesnya masing-masing. Proses ini adalah perjalanan pribadi dengan linimasa yang berbeda-beda.

Ketika kesedihan hadir, memakai topeng senyum itu terkadang mudah meski batin terluka hebat. Mungkin ada momen-momen tertentu dimana kamu tidak punya seseorang untuk menjadi tempat cerita. Atau kasus lain adalah ketika punya teman tapi sulit bercerita karena takut dihakimi dan tidak dimengerti. Makanya sangat dipahami apabila banyak yang berpura-pura bahagia dan menolak untuk menerima perasaan tersebut. Bagi yang mempunyai tempat berkeluh kesah, ini adalah suatu privilese untuk memiliki support system yang hadir untuk kita. 

Merangkul kesedihan adalah dengan menerima dan mengakui kalau hal tersebut terjadi dan kamu sedang tidak baik-baik saja. Rasakan kesedihan dan terkadang itu akan menyesakkan dadamu. Menangislah sampai tuntas dan undang keberadaan emosimu. Peluklah dirimu, usap kepala dan ajak diskusi diri. Tahap ini adalah tahap pertama yang membawamu semakin dekat untuk penerimaan (acceptance). Waktu akan turut menjadi sahabat terbaik dalam mengobati kesedihan. Dan ketika sampai pada masa yang tepat, kamu akan melihat hal-hal ini ke belakang dengan rasa bangga karena telah melewatinya. Sedikit lagi kok!

Ketika bersedih, luangkan waktu untuk mencari dan menemukan kebahagiaan melalui hal-hal kecil. Dari sana, kita bisa belajar untuk bersyukur atas hal-hal yang baik menimpa kita. Makanan yang enak, melihat langit kota yang sedang bersih, atau teman yang suportif. Sibukkan diri dengan kegiatan positif untuk meningkatkan kapasitas diri, seperti memulai jurnal atau berolahraga. Kelilingi diri dengan orang-orang yang mendorongmu untuk berkembang. Ketahuilah, bahwa kehadiranmu bukan untuk peristiwa, orang-orang, atau perkataan yang tidak bisa kamu kendalikan. Kamu adalah individu yang utuh dan sejatinya untuk dirimu sepenuhnya.

Kita ingin menunjukkan kalau kita kuat atau tidak terlihat lemah. Padahal kita bisa kuat tanpa berpura-pura dengan diri sendiri. Kita bisa tegar tanpa membohongi diri sendiri. Di ujung kesedihan-kesedihan kita, hal tersebut tidak melemahkan kita tetapi akan menguatkan apabila mewujudkannya seperti itu. Pada akhirnya, kesedihan membantu kita untuk bertumbuh dan memahami diri sendiri. Kita bisa belajar untuk menghadapinya.

Dengan kesedihan, kita bisa lebih dekat dengan rasa syukur.

Dengan kesedihan, kita bisa mengenali sabar.

Dengan kesedihan, kita bisa belajar untuk mencintai diri sendiri.

Tidak apa-apa bersedih hari ini, karena selalu ada hari esok atau hari lain yang lebih baik. Kamu sedih untuk menjadi kuat, maka sekali-sekali, acuhlah sedikit pada kesedihanmu.

Michiko Karlina

Lulusan Hubungan Internasional yang Senang Musik dan Film Zombie. Alumni Pertukaran Pemuda Indonesia Australia 2019/2020.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!