Film ‘Ilo Ilo’: Cerita Gelap Perempuan Pekerja Migran dan Kisah-Kisah di Baliknya

Film “Ilo-Ilo” adalah film yang bercerita tentang hubungan antara pekerja rumah tangga migran dan anak yang diasuhnya. Film ini juga menggambarkan buruknya nasib perempuan pekerja migran di luar negeri

Tidak semua anak tumbuh dengan orang tua yang tinggal di rumah. Sama seperti Jia Le seorang anak laki-laki yang sedang meletup-letup rasa ingin tahunya.

Ini film yang dibuat oleh Anthony Chen yang menampilkan para pemeran mancanegara, yang meliputi aktor Singapura Chen Tianwen, aktris Malaysia Yeo Yan Yan, aktris Filipina Angeli Bayani, dan debut pemeran cilik Koh Jia Ler

Jia Le dalam film berjudul “Ilo Ilo” (2013), dipertemukan dengan Teresa atau kerap dipanggil Terry, seorang pekerja rumah tangga (PRT) yang dipekerjakan karena tak tahan dengan kenakalan Jia Le. Teresa harus ‘mengendalikan’ Jia Lie

Jia Le juga kerap mengganggu pekerjaan Hwee Le, ibunya berserta Teck, ayahnya. Teresa cukup senewen dengan tingkah Jia Le.

Film Ilo Ilo merupakan film yang mengambil setting akhir dekade 1990-an di Singapura di mana krisis moneter tak hanya melanda negara tersebut tetapi juga dunia.

Film diawali dengan daftar kebadungan Jia Le yang berderet-deret, mulai dari tak pernah serius belajar hingga berkelahi dengan teman sekelas, itu menjadi rutinitas keseharian bocah 10 tahun itu.

Kedatangan Terry tak serta merta mengubah perangai Jia Le, penonton diajak melihat bagaimana hubungan Terry dan Jia Le

Dinamika hubungan keduanya, realistis dan juga sederhana, dimulai dari kejadian kecil seperti Jia Le yang merasa malu dengan Terry yang selalu mengekornya (bahkan mereka tidur di satu kamar). Hingga puncaknya Jia Le kerap melakukan aksi seperti memasukkan barang yang belum dibayar ke tas Terry sampai merokok di kamar mandi dengan Terry sebagai kambing hitam.

Menariknya, kita tidak disuguhkan sifat Terry yang tunduk di depan Jia Le. Ia bahkan membuat perhitungan dengan bocah itu ketika menyeretnya dalam masalah.

Pernah terjadi satu insiden yang memantik kedekatan keduanya mulai tumbuh, Terry yang juga seorang ibu tinggal terpisah dengan dua anaknya mulai menganggap Jia Le sebagai subtitusi sosok anak yang ia bisa rawat dan kasihi. Begitu pula Jia Le, absennya orangtuanya pada peristiwa-peristiwa mayor sekolahnya membuat Jia Le membutuhkan kehadiran Terry.

Secara alami, Terry kerap mengambil beberapa keputusan ringan seperti baju apa yang bagus dipakai dengan pertimbangan Jia Le, sesuatu yang tidak ditanyakan orang tuanya.

Kebiasaan Terry mendengarkan musik juga ia bagikan bersama. Di sisi lain, orangtuanya kemudian merasa tersisih, Jia Le yang badung menjadi sering menuruti kata Terry bahkan memuji Terry pada aspek-aspek lain baik domestik maupun tidak.

Kebahagiaan Jia Le dan Terry sayangnya tak berlangsung lama, krisis ekonomi yang terus menerus menghantam keluarganya dimana Teck harus membohongi semua orang yang masih mengiranya bekerja dan Hwee Le yang hidup serba dilematis karena melihat satu persatu rekan kerjanya harus dipecat membuat sosok Terry terancam. Alasan ekonomi melingkupi empat tokoh sentral, termasuk Jia Le dengan obsesinya mengumpulkan nomor lotere sampai di akhir film.

Perempuan Pekerja Migran

Beberapa scene dalam film Ilo Ilo berhasil membuat saya merefleksikan hal-hal yang mungkin saja tak hanya saya lihat di keseharian namun juga penonton lain, bagaimana Terry diperlakukan ‘berbeda’ hanya karena ia pekerja migran seperti memisahkan tempat makan ketika acara keluarga, stigma yang melekat ketika mencari pekerjaan tambahan serta tindakan orangtua Jia le yang menahan paspor Terry sehingga ia tidak bisa kabur.

Tak hanya ketika bekerja, dari satu dua percakapan dalam Ilo Ilo, kita diberi tahu beban ganda yang harus ia pikul yang mengharuskan ia menjadi seorang pekerja migran sementara suami Terry sibuk mabuk-mabukan. Tanggung jawab pengasuhan perempuan tidak dapat terhindarkan begitu saja walaupun ia bekerja jauh dari rumah. Dalam Ilo Ilo, Tery sering menanyakan kabar kedua anaknya yang ia titipkan ke kerabatnya. Kisah Terry mengingatkan saya dengan apa yang terjadi di negara kita.

Di Indonesia sendiri, menurut penelitian BNP2TKI tahun 2010 menemukan bahwa 69,1 % pekerja migran adalah perempuan karena hal tersebut merupakan pilihan paling rasional di tengah himpitan ekonomi yang dirasakan. Sayangnya, pilihan tersebut seringkali tidak menjadi solusi dan kerap menempatkan pekerja migran di posisi rentan.

Tak jarang dari pekerja migran yang menjajal peruntungan tersebut menempuh jalur illegal bisa jadi juga karena ulah calo yang memanfaatkan celah karena belum adanya regulasi yang kuat dari pemerintah. Di negara tujuan, tak jarang pekerja migran perempuan mendapatkan kekerasan dan pelecehan seksual.

Jeratan Jalur Ilegal

Terpisah dari semesta Ilo Ilo, permasalahan pekerja migran memang masih menjadi momok besar. Setiap tahun telinga kita tidak pernah absen dari kabar buruk tentang apa yang terjadi.

Saya selalu menganggap hal ini jauh dari kehidupan saya, nyatanya tidak. Sebulan lalu, kabar buruk itu datang dari keluarga. Salah seorang teman sekaligus tetangga dari masa kanak-kanak berpulang ketika menjadi pekerja migran. Cerita menyakitkan itu membuat saya membayangkan apakah almarhum mendapat upah yang layak? Bagaimana dengan jam kerja dan kehidupannya di sana? Almarhum harus pergi bekerja dengan bantuan calo, hal yang di kemudian hari ternyata malah membelengunya di Malaysia.

Menyoal jalur tak resmi ini, tak bisa kita menutup mata dan menunjuk calo sebagai satu-satunya musabab makin maraknya jalan ini. Jejaring yang dibangun diam-diam di setiap pintu perbatasan negara dan mungkin saja melibatkan aparat pemerintah setempat adalah hal yang harus segera dibenahi. Tuntutan untuk menyediakan pekerja secara massif dan praktis yang tentu saja tidak memerlukan dokumen akan selalu berbenturan dengan peraturan, serta tak semua calon pekerja migran mempunyai opsi untuk memilih jalan lain selain mengiyakan bujuk rayu calo.

Menonton film Ilo Ilo mengingatkan saya tentang banyak hal, salah satunya sosok almarhum dan para pekerja migran. Betapa masih bobroknya sistem perlindungan negara kepada pahlawan devisa. Jalan ini masih panjang dan terjal. Entah siapa lagi yang harus melewatinya. 

Saraswati N

Mahasiswi film dan fangirl yang bisa ditemui suaranya lewat podcast K-ulture! Masih bermimpi melihat Yoo Ah In dan Kim Tae Ri dalam satu proyek film

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular