Nama-nama seperti Adriana Lima, Bella Hadid, Gigi Hadid, Kendall Jenner, dan Miranda Kerr setidaknya tentu pernah kamu dengar. Mereka adalah sebagian dari banyak nama besar di industri hiburan Hollywood yang pernah tampil di peragaan busana Victoria’s Secret, brand lingerie fenomenal yang telah berdiri sejak 1977 di San Francisco, California.
Victoria’s Secret didirikan dengan tujuan “mulia” Roy Raymond yang merasa malu saat membelikan istrinya, Gaye Raymond, lingerie di toko yang bisa diakses publik. Meski begitu, di tahun 1982, Victoria’s Secret dijual Raymond kepada Leslie Wexner. Victoria’s Secret di tangan Wexner lalu mengalami peningkatan masif, terutama setelah fokus pasar yang lebih besar untuk pelanggan perempuan, dan katalog diperluas dengan promosi yang maksimal. Pada 1985, pangsa pasar department store beralih pada Victoria’s Secret, dan Victoria’s Secret menjadi satu-satunya rantai nasional dalam penjualan lingerie di Amerika Serikat.
Glorifikasi runway glamor, standar kecantikan yang ketat, pakaian dalam indah dan mahal, serta bentuk tubuh yang dianggap ideal menjadi dasar dari bagaimana Victoria’s Secret dianggap kontroversial dan menciptakan banyak perdebatan, termasuk dalam studi gender. Bukan hanya remaja dan perempuan dewasa sebagai pasar potensial yang terpengaruh akan glorifikasi ini, namun juga model-model yang bekerja sama mempromosikan dan membangun branding Victoria’s Secret.
Dikutip dari Harper’s Bazaar, Kendall Jenner menyatakan pada ibunya bahwa ia bermimpi menjadi angel (sebutan untuk model eksklusif) Victoria’s Secret di umur lima belas tahun. Seperti Kendall, sebagian remaja perempuan juga tumbuh dengan menonton tayangan Victoria’s Secret Fashion Show dan bermimpi untuk menjadi salah satu bagian dari mereka. Termasuk menetapkan standar kecantikan yang sesuai dengan para model Victoria’s Secret.
Siapa yang menyangka bahwa mimpi remaja-remaja perempuan tersebut telah diselimuti oleh kultur misogini? Penerapan standar kecantikan yang terbatas dalam promosi Victoria’s Secret sebelum rebranding dengan konsep body positivity juga bersifat toksik: tubuh ramping dan “sempurna” dengan thigh gap (paha bercelah) dan ukuran pakaian nol (size zero) pada katalog.
Representasi tubuh perempuan dalam Victoria’s Secret sebelum rebranding juga memprihatinkan. Bentuk tubuh yang ditampilkan dalam promosi lingerie hanya bentuk tubuh kurus. Representasi transgender juga baru ditunjukkan setelah proses rebranding, dimana Victoria’s Secret melakukan kampanye promosi dengan Valentina Sampaio, seorang transpuan dari Brazil. Tidak ada perempuan yang memiliki bentuk tubuh yang lebih sesuai realitas, tidak ada perempuan dengan rambut ketiak, tidak ada perempuan dengan bekas luka atau stretch mark. Semua yang ditampilkan “sempurna” sesuai dengan konsep angels yang menjadi ciri khas Victoria’s Secret.
Pengakuan Para Mantan Angel atas Pelecehan Seksual dan Kultur Misogini
“Angels in Hell.” Setidaknya pernyataan The New York Times ini lebih sesuai dengan realitas yang terjadi di belakang layar. Dua pemimpin kuat Victoria’s Secret menjalankan bisnis berdasarkan kultur misogini, perundungan, dan pelecehan terhadap model dan karyawan. Ed Razek, mantan Chief Marketing OfficerVictoria’s Secret, telah mendapat berbagai komplain atas perbuatan yang tidak pantas.
Ia memanfaatkan posisinya dan mencoba untuk mencium model, meminta mereka duduk di pangkuannya, serta menyentuh salah satu model tanpa consent pada Victoria’s Secret Fashion Show 2018.
Andi Muise, salah satu mantan angel Victoria’s Secret, mengaku bahwa ia diberhentikan dari peragaan busana karena menolak ajakan Ed Razek. Sejumlah model setuju untuk berpose tanpa busana bagi fotografer Victoria’s Secret, meski tanpa bayaran, yang mendasari rasa keberatan eksekutif Victoria’s Secret di bawah L Brands ketika model menolak berpose tanpa busana. Leslie Wexner sendiri kedapatan merendahkan perempuan dalam beberapa kesempatan.
Selain itu, karyawan juga menyatakan berbagai komentar menjijikkan Ed Razek saat fitting model Bella Hadid untuk Victoria’s Secret Fashion Show 2018, salah satunya, “forget the panties.” Meski kemudian, Razek membantah tuduhan atas dirinya ini.
Pelecehan seksual di balik brand Victoria’s Secretini dibiarkan selama bertahun-tahun atas rasa takut yang disimpan orang-orang di sekitar Wexner dan Razek. Kekuatan yang dimiliki para pemimpin Victoria’s Secret ini membuat pelecehan yang dilakukan seakan-akan dinormalisasi dan ditertawakan.
Selita Ebanks, seorang mantan model Victoria’s Secret, juga mengakui bagaimana standar tubuh model Victoria’s Secret sama sekali tidak natural dan pada dasarnya tidak mungkin untuk dicapai. Ada diet dan olahraga masif yang cenderung tidak sehat untuk mencapai standar tubuh ini.
“There is an expectation to maintain the size, and unfortunately, we are going against Mother Nature. It is not something that’s natural, it is not something that should happen. It’s tough,” said Selita. (“Ada ekspektasi untuk mempertahankan ukuran, dan sayangnya, kita melawan hukum alam. Ini bukan sesuatu yang natural, ini bukan hal yang seharusnya terjadi. Ini berat,” kata Selita.)
Erin Heatherton, seorang mantan angel Victoria’s Secret, menyatakan bahwa kariernya memudar saat usianya 25 tahun. Hal ini terjadi karena tubuhnya berubah, menjadi sesuai dengan cara kerja tubuh secara biologis. Hanya saja, karena tuntutan brand, ia menjalani diet, mengonsumsi pil diet, dan berolahraga dengan terlalu keras. Ini membuatnya mengalami tekanan mental dan berakhir pada kesimpulan bahwa Victoria’s Secret tidak peduli dengan para model mereka.
Rosie Huntington-Whiteley, seorang mantan angel Victoria’s Secret, juga melabeli brand itu seksi dan patriarkis. Pengakuan senada diungkapkan seorang mantan angel Victoria’s Secret lainnya, Romee Strijd. Ia membahas isu kesuburannya dimana ia berhenti menstruasi selama enam tahun karena olahraga yang keras.
Rebranding, Demi Kepentingan Perempuan Atau Pasar?
Jatuhnya Victoria’s Secret karena berbagai isu problematik mendasari konsep rebranding yang dilakukan di kemudian hari. Konsep rebranding yang dilakukan mengacu pada ‘what women want’. Namun, apakah rebranding ini dilakukan karena kepedulian Victoria’s Secret dengan perempuan, atau hanya untuk mendorong inklusivitas demi kepentingan bisnis semata?
Angels, model dengan proporsi tubuh bak Barbie, fantasy bra dengan berlian dan harga yang fantastis, serta penonjolan keseksian di katalog telah hilang. Transformasi “besar” Victoria’s Secret telah membawa brand lingerie ini pada model transgender pertama mereka, bintang sepak bola sekaligus aktivis kesetaraan gender, atlet olimpiade ski, model birasial dan advokat inklusivitas, model plus-size, serta representasi orang kulit berwarna dalam promosinya.
Definisi seksi yang diciptakan oleh Victoria’s Secret sendiri selama beberapa dekade mendadak berubah, entah karena kepentingan budaya, atau kelangsungan bisnis mengingat persaingan yang makin ketat.
Dilansir dari The New York Times, salah satu representasi VS Collective, Megan Rapinoe, menyatakan bahwa patriarkal dan sikap seksis mengacu pada bagaimana “seksi” dilihat sebagai apa yang coba digapai laki-laki atas keinginannya, dan gagasan ini telah dipasarkan pada banyak perempuan muda, dan ini berbahaya. Victoria’s Secret masa kini lebih berfokus pada definisi seksi di mata perempuan.
Mungkinkah konsep body positivity dan keinginan Victoria’s Secret untuk menyediakan ‘what women want’ adalah jalan “baik” yang dapat mengubah standar kecantikan toksik yang selama ini disaksikan perempuan muda?
Dengan kampanye bersama VS Collective, Victoria’s Secret mungkin bertujuan untuk memberikan perubahan yang positif, menginspirasi, dan revolusioner?
So, does Victoria still have any secrets now?