Awas, Gelombang PHK Startup dan Pekerja Muda di Akhir Tahun

Gelombang PHK terjadi pada startup dan para pekerja muda di akhir tahun 2022 ini. Aktivis buruh mendesak perusahaan untuk memenuhi hak karyawan dan tak boleh menutup-nutupi kondisi keuangan perusahaan.

Seorang perempuan dengan akun twitter @DiahLarasatiP kira-kira sebulan lalu 

mengunggah sebuah thread yang heboh di media sosial. 

Isinya menginformasikan, lebih dari 30 orang karyawan dipaksa mengundurkan diri, mereka dijanjikan akan mendapatkan ganti rugi 30 juta/karyawan. Mereka adalah karyawan salah satu brand ternama di Jakarta. 

Thread yang diunggah tanggal 3 November 2022 itu pun viral di sosial media. Pada 7 November, pihak karyawan lantas diundang untuk menemui Kementerian Ketenagakerjaan RI. 

Dikonfirmasi Konde.co, Diah mengatakan hasil pertemuan diinformasikan bahwa Kemnaker berencana akan mengundang pihak manajemen. 

“Kami memenuhi undangan Kemnaker RI, semoga perjuangan kami berbuahkan hasil manis,” ujar Diah Larasati, Selasa (8/11).

Kejadian yang menimpa Diah dan puluhan karyawan lainnya ini bermula saat tanggal 19-20 Oktober 2022, store mereka melakukan stock opname (SO). Setelah tiga hari proses SO itu, ternyata ada banyak minus sebanyak lebih dari 1.000 barang. Usai dibandingkan dengan data stock card system.  

Meski dalam kondisi kaget, para karyawan sebetulnya tidak tinggal diam. Mereka melakukan penelusuran dan menemukan beberapa barang yang tidak ada dalam SO itu memang karena tidak terscan. Jadi, hasil SO itu tidak maksimal.

Ada faktor eksternal yang disebabkan oleh bagian pintu keluar masuk sensormatic yang tidak berfungsi dan error. “Kita sudah mereport untuk diperbaiki tetapi selama 1 tahun ini tidak kunjung diperbaiki,” katanya. 

Selain itu, ada faktor sistem yang beberapa kali karyawan temukan bahwa ada transaksi yang tidak memotong qty yang ada di stock card system. Namun anehnya, transaksi value tetap masuk. Selebihnya karena faktor alokasi barang hingga hasil SO yang memang tidak maksimal. 

Di situasi itu, karyawan termasuk PIC dan Tim Operasional tetap didesak untuk melakukan penggantian ‘kerugian’ perusahaan yang total berjumlah ratusan juta. Masing-masing puluhan juta rupiah dengan sekali bayar. Jika tidak, maka mereka ditawarkan mengundurkan diri secara sukarela. 

“Akhirnya semua pun membuat pernyataan mengundurkan diri dikarenakan tekanan dan rasa lelah yang kami rasakan hari itu. Bayangin sampe jam 2 dini hari loh,” terang Diah. 

Sudah jatuh tertimpa tangga, para karyawan ini pun mayoritas tak mendapatkan gaji sama sekali untuk Oktober ini. Setelah pada Septembernya, gaji mereka juga dipangkas sebesar 20% dan tak diberi insentif sebagai jaminan hasil OP. 

“Setelah putus asa dengan hasil yang tidak memuaskan kami pulang sebagai pengangguran dan tidak digaji setelah 1 bulan kerja,” katanya. 

Diah dan puluhan temannya, adalah potret dari banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja yang begitu mudah terjadi. Kasusnya pun cukup marak terdengar belakangan ini. 

Gelombang PHK Startup dan Pekerja Muda di Akhir Tahun

Sepanjang tahun 2022 ini saja, setidaknya ada 18 PHK yang dilakukan perusahaan startup di Indonesia, seperti, Shopee Indonesia yang melakukan efisiensi karena perubahan kebijakan bisnis, Indosat Ooredoo Hutchison yang mem-PHK lebih dari 300 karyawannya. 

Ada pula Link Aja yang PHK untuk reorganisasi SDM, Line yang PHK 30 karyawannya, Tokocrypto PHK sebanyak 227 orang, TaniHub, Pahamify, Zenius, dan lainnya. 

CNN Indonesia menuliskan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus menghantui dunia ketenagakerjaan, termasuk startup, di tengah ketidakpastian ekonomi global. Terdapat 18 startup yang mem-PHK karyawannya, seperti Glints hingga Sayurbox menjadi daftar terbaru perusahaan rintisan yang melakukan PHK. Sayurbox, startup e-grocery, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 5 persen dari total karyawan per 6 Desember 2022. 

Perusahaan jaringan hotel asal India, OYO Hotels and Homes Pvt Ltd, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 600 orang di departemen perusahaan dan teknologinya. Ruangguru, startup pembelajaran digital atau edutech mengambil langkah PHK pada ratusan karyawan per Jumat (18/11). Keputusan ini diambil karena situasi pasar global yang memburuk secara drastis.

Ula, perusahaan rintisan (startup) Indonesia dengan suntikan dana Bos Amazon Jeff Bezos, mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 134 karyawannya. PT Goto Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo melakukan PHK terhadap 12 persen dari total karyawannya atau sebanyak 1.300 orang.

Startup edukasi Zenius melakukan PHK terhadap lebih dari 200 karyawan karena perusahaan terdampak oleh kondisi makroekonomi. Startup yang bergerak di bidang layanan pengiriman barang ini dikabarkan telah melakukan PHK terhadap sekitar 360 karyawannya.

Selain itu, gelombang PHK juga terjadi pada para jurnalis di media, menyusul banyaknya media yang tak lagi terbit.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, ikut disorot oleh media asing. CNBC Internasional menyoroti soal pemangkasan tenaga kerja yang terjadi pada beberapa perusahaan seperti Carousell dan GoTo.

CNBC Internasional menyebutkan PHK tahun ini terjadi karena adanya hambatan pada makro ekonomi. Masalah ini makin memperlebar kerugian dan ventue capital yang mendorong startup untuk memperluas runaway-nya.

Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Dian Septi menyatakan, bagi perusahaan yang mengklaim mengalami kerugian dan melakukan PHK, maka transparansi tak boleh diabaikan. Sehingga, jangan sampai adanya PHK hanya dijadikan dalih. 

Konteks di pabrik, Dian mengutip pantauan data Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bahwa saat ini sebetulnya tidak ada penurunan ekspor dan justru naik 20%. Sementara itu, anggota FSBPI yang memproduksi produk ekspor seperti Express dan nike, juga pesanan (order) masih berjalan normal. 

“Bila memang terjadi kerugian akibat krisis, sebaiknya pihak perusahaan membuka laporan keuangan kepada pekerja supaya lebih transparan,” ujar Dian kepada Konde.co, Rabu (9/11). 

Aktivis buruh perempuan ini menilai, pasca adanya UU Cipta Kerja ini, memang menempatkan posisi buruh makin rentan. Bukan saja makin mudahnya pemutusan hubungan kerja, namun juga menyebabkan makin maraknya pemutusan kontrak atau pemutihan masa kerja kepada buruh tetap terutama yang sudah bekerja di atas 5 tahun. 

“Ini berkaitan dengan masa kontrak dalam UU Cipta Kerja yang diperpanjang dari 3 tahun menjadi 5 tahun. Upaya lainnya adalah supaya isian PKB (Perjanjian Kerja Bersama) mengacu pada UU Cipta Kerja,” kata Dian. 

Konde.co pernah menuliskan beberapa dampak merugikan UU Cipta Kerja bagi buruh perempuan. Di antaranya, waktu kerja dan lembur yang lebih panjang. Selain bekerja selama 6 hari, pekerja juga dipaksa memperpanjang waktu lembur. Dalam UU Cipta Kerja disebutkan lembur dilakukan 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam seminggu. 

Pada pasal 88 UU Ciptaker menghapus ketentuan rinci mengenai perhitungan upah yaitu tidak ada lagi ketentuan upah minimum. Dalam UU Cipta Kerja, upah juga dihitung berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil (produktivitas) yang terdapat dalam pasal 88B.  Selain itu, upah dibayarkan sesuai dengan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta tidak ada pengawasan soal ini. Jika ada pelanggaran, apa yang bisa pekerja lakukan?

Buruh perempuan pun juga tidak mendapatkan upah cuti. Sebab substansi di UU Cipta Kerja soal upah per jam itu menghilangkan esensi dari cuti haid dan cuti melahirkan. Jumlah pesangon juga dikurangi karena menghapus uang penggantian hak serta yang parahnya lagi PHK sepihak dipermudah.  

Di situasi itu, Dian menekankan, jaminan kepastian kerja dan upah riil sesuai kebutuhan menjadi sangat penting diperhatikan. Terlebih, saat ini inflasi kenaikan harga seperti sembako dan bahan bakar minyak juga makin tinggi. 

“Ketiadaan kepastian kerja memperburuk kondisi kerja terutama bagi Pekerja yang rentan. Lapisan pekerja memiliki kerentanan yang berbeda sehingga lapisan kekerasannya pun berbeda,” tegasnya.  

Maka dari itu, kepastian upah sesuai kebutuhan riil perlu diusahakan untuk bisa menopang dan memperbaiki kesejahteraan pekerja. Dia mendesak agar pemerintah memperdulikan nasib para buruh. Yaitu dengan mencabut UU Cipta Kerja, memberi kepastian kerja bagi buruh dan Upah sesuai kebutuhan riil. 

“Serta, meratifikasi KILO 190 karena Konvensi tersebut bisa memberikan perlindungan kepada semua lapisan pekerja  terutama Pekerja yang lebih rentan seperti PRT, Pekerja LGBT, Pekerja dengan disabilitas, Pekerja magang, harian Lepas, Pekerja Seks, Pekerja freelance dan pekerjaan lain yang tidak diakui,” pungkasnya. 

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular