‘Sebagai Perempuan Yang Tak Lulus SD, Tak Banyak Pekerjaan untuk Kami’: Akhirnya Menjadi PRT

Sebagai perempuan yang tak lulus SD, tak banyak pilihan kerja yang bisa saya lakukan. Akhirnya saya menjadi pekerja rumah tangga, namun untuk itu pun tidak mudah. Banyak pemberi kerja yang membayar terlalu murah dan memberi beban kerja yang terlalu besar.

Ternyata menjadi pekerja rumah tangga (PRT) tidak mudah, padahal pekerjaan ini menjadi salah satu dari sedikit kesempatan kerja yang saya miliki sebagai seorang yang hanya sekolah sampai bangku sekolah dasar (SD).

Saya katakan susah, karena setelah selesai masa kerjanya dengan majikan lama, saya mencoba mencari lowongan pekerjaan/loker PRT, baik melalui media sosial ataupun dari teman PRT lainnya. 

Selama tiga bulan, upaya mendapatkan pekerjaan baru ini tidak mudah, hampir 100 calon majikan tidak mau memberikan saya kontrak. Hampir semua tidak setuju Jika PRT diberikan  libur mingguan, mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga majikan, dan majikan hanya mau memberikan gaji di bawah Rp 1 juta.

Bahkan ada majikan yang tidak menerima lulusan Sekolah Dasar (SD). Padahal saya tidak sampai lulus SD. Jarak tempat tinggal dengan majikan juga mempengaruhi diterima atau tidak. Karena saat saya sudah ketemu dengan calon majikan untuk melakukan interview, ternyata yang diterima yang jarak tempat tinggal PRT lebih dekat dengan rumah calon majikan itu.

Dari pengalaman itu, kemudian saya memutuskan untuk mengambil hasil negosiasi dengan calon majikan yang terakhir yaitu, menginap, tugas saya sebagai baby sitter, gaji per hari Rp 80.000, libur mingguan 2 kali dalam sebulan. Awalnya majikan memberi libur mingguan 1 kali dalam sebulan, kemudian melakukan negosiasi dan hasilnya 2 kali dalam 1 bulan.

Selanjutnya di akhir pekan saya mulai kerja di rumah majikan yang baru sebagai baby sitter di wilayah Yogyakarta bagian Selatan.  Setelah melewati 3 hari bekerja di rumah calon majikan itu, oleh majikan diberi upah Rp. 100 ribu. Setelah ditanyakan ke majikan kenapa 3 hari dibayar Rp 100 ribu? Jawab majikan, karena hari pertama dan kedua sebagai perkenalan saja, maka saya hanya dibayar Rp 20 ribu.

Tidak hanya itu saja, pekerjaan saya tidak hanya mengurus bayi, tetapi juga membersihkan rumah, kamar mandi, dan membersihkan halaman. Saya juga harus menyiapkan air panas untuk mandi ibu majikan dan pekerjaan lain.

Pernah satu kali saya utarakan niat untuk keluar, namun majikan melarang dan meminta saya untuk tetap tinggal. Dia bilang akan dibantu membeli semen jika saya membangun rumah. Namun saya tidak mau, karena tidak ingin utang budi pada majikan.

Baca: Saya Minta Kontrak Kerja, Malah Di-PHK

Oh ya kenalkan, nama saya Siti Islamiyah atau biasa dipanggil Iyah. Saya berasal dari sebuah desa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini saya berumur 39 tahun dengan pendidikan tak lulus sekolah dasar atau SD. Dengan pendidikan ini tak banyak kesempatan kerja yang bisa saya miliki.

Menjadi pekerja rumah tangga atau PRT akhirnya menjadi pilihan. Saya mulai kerja jadi PRT sejak usia kurang dari 17 tahun di wilayah Yogyakarta. Pertama kerja diajak oleh kakaknya. Ketika dikenalkan dengan Pemberi Kerja/majikan, perasaan sedih, karena harus tinggal dan bekerja di rumah orang asing/belum kenal.

Saat pertama kali masuk kerja, majikan hanya menjelaskan semua pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan, bangun tidur jam 05:00 WIB dan ruangan belakang yang dibuat tempat tidur. Tidak menyebutkan berapa upah yang harus diterima setiap bulannya dan hak lainnya. Yah, sejak itulah Iyah mulai kenal dunia kerja.

Dalam benak saya, mengerjakan pekerjaan rumah tangga di rumah majikan itu sama saja pekerjaan yang biasa dilakukan di rumah saya di kampung. Tetapi kenyataannya ternyata berbeda jauh. Yang namanya kerja di rumah orang lain/majikan pastinya akan mengikuti semua aturan dari majikan.

Tidak bisa semaunya. Bukan itu saja, alat-alat yang dipakai merupakan alat-alat yang baru saya kenal. Mesin cuci, rice cooker, kompor gas dan pemanggang adalah alat-alat yang tak pernah saya gunakan selama di kampung.

 Jadi dari majikan pertama inilah saya belajar banyak tentang penggunaan alat-alat itu. Saya bekerja di sana agak lama, tapi kemudian memutuskan keluar ketika saya merasa tak mampu lagi memenuhi kewajiban yang dituntut majikan.

Berganti Majikan dan Bergabung di SPRT

Setelah itu, saya beberapa kali berganti majikan. Saya memilih keluar untuk istirahat sejenak jika tubuh dan perasaan saya sudah tidak bisa lagi menerima beban dan suasana kerja. Kadang karena perlakuan yang kasar dari majikan, kali lain karena jam kerja yang panjang dan pekerjaan yang tidak mengenal kata selesai.

Yang terakhir ini, biasanya yang saya alami saat bekerja sebagai PRT yang menginap. Sudah waktunya istirahat malam, tapi ketika majikan butuh bantuan tetap saja perintahnya harus dikerjakan. Kalau sesekali tidak masalah, tapi kalau sering bikin tubuh lelah. Untuk mengatakan “tidak”  ke majikan  tidak berani atau tidak enak. 

Tapi kalau cocok dengan pekerjaan dan perlakuan majikan baik, pasti kami akan betah bekerja di majikan itu. 

Suatu hari pada tahun 2003, saat jadi PRT di sebuah kos-kosan di wilayah Pogung Yogyakarta, saya tidak sengaja mendengarkan acara talkshow di salah satu stasiun radio di Yogyakarta. Waktu itu ada narasumber dari Serikat PRT Tunas Mulia yang sedang sosialisasi tentang Sekolah PRT dan Serikat PRT atau SPRT Tunas Mulia.

Dalam talkshow itu Juga membahas Kontrak Kerja. Saat itu dijelaskan bahwa dalam kontrak kerja tertulis dimuat hak-hak PRT, pekerjaan yang harus dikerjakan, berapa upah yang akan diterima, ada libur mingguan dan lain sebagainya.

Karena siaran itu, saya jadi kepikiran dan penasaran dengan apa itu kontrak kerja PRT. Oleh karena itu, saya memberanikan diri untuk minta izin untuk libur beberapa hari untuk bisa keluar dari rumah majikan. Beruntung saat itu, majikan memberikan izin.

Rencana saya saat itu, saya akan datang ke SPRT Tunas Mulia, tapi sebelumnya pulang dulu ke kampung menemui orang tua dan keluarga saya. Setelah beberapa hari di kampung, saya pun menyampaikan keinginan saya untuk ikut SPRT Tunas Mulia di Kota Yogyakarta. 

Orang tua saya mengizinkan. Saya pun segera berbenah, membawa bekal secukupnya, baju dan uang untuk persediaan jika dibutuhkan. Di SPRT itu tidak dipungut biaya tapi untuk angkutan saya harus keluar ongkos sendiri.

Dengan menggunakan angkutan umum, saya menuju Yogyakarta. Butuh waktu sekitar satu setengah jam untuk sampai tujuan. Saya tidak mengalami kesulitan atau bingung mencari alamat Sekolah PRT karena dalam talkshow yang saya dengarkan juga disebutkan alamat Sekolah PRT/Serikat PRT Tunas Mulia dan nomor kontak yang bisa dihubungi jika membutuhkan informasi.

Setelah ikut sekolah PRT dan bergabung di SPRT Tunas Mulia, banyak pengetahuan/wawasan yang saya dapat selain juga tambah banyak teman. Dari SPRT terbangun rasa percaya diri sebagai PRT dan bisa bekerja lebih profesional dan tanggung jawab. Saya juga erani bernegosiasi dengan majikan tentang hak-hak saya sebagai pekerja.

Dari sekolah PRT ini saya mulai memperjuangkan kontrak kerja tertulis. Saat pertama kali mengajukan kontrak kerja tertulis, saya sempat grogi.  Tapi setelah melewati bulan pertama di rumah majikan dan mendapatkan apa yang menjadi hak saya, saya mulai yakin.

Dan sejak saat itu saya selalu meminta kontrak kerja tertulis setiap kali masuk di tempat kerja baru. Kalaupun tidak menggunakan kontrak kerja tertulis, saya selalu melakukan negosiasi dengan calon majikan menggunakan isi kontrak kerja tertulis terkait hak dan kewajiban sebagai PRT. 

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisanTulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama Konde yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).

Siti Islamiyah

Sebagai perempuan yang tak lulus SD, tak banyak pilihan kerja yang bisa saya lakukan. Akhirnya saya menjadi pekerja rumah tangga, namun untuk itu pun tidak mudah. Banyak pemberi kerja yang membayar terlalu murah dan memberi beban kerja yang terlalu besar.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!