Nadin Amizah. (Sumber foto: Instagram Nadin Amizah @cakecaine)

Nadin Amizah Alami Pelecehan Usai Manggung: Stop Sentuhan Tanpa Persetujuan

Keberanian penyanyi, Nadin Amizah, speak up soal pelecehan yang dialami usai manggung patut diapresiasi. Dia bersuara agar tak ada lagi normalisasi sentuhan fisik tanpa persetujuan (consent) yang melecehkan termasuk di ruang publik yang memang belum aman bagi perempuan.

Publik dikejutkan dengan Instagram story Nadin Amizah. Ia mengabarkan, dirinya baru saja mengalami pelecehan seusai manggung di area Ciwalk, Bandung. Nadin menjelaskan konser yang diinisiasi Ardan Radio kala itu begitu membludak. 

Audience membludak itu kadang rejeki kadang juga malapetaka ya,” ungkap Nadin dalam instastory-nya, Senin (25/9).

Malapetaka yang ia maksud adalah pelecehan berupa sentuhan yang tidak diinginkan pada bagian tubuhnya. Di salah satu Instastory-nya, Nadin menyebut bahwa bagian tubuh yang dipegang itu juga payudara.

“Menurut gue untuk siapapun yang tadi di Ciwalk sambil gue lewat ngerauk tete gue lu *njing **ntot semoga lu mati cepet,” tulis Nadin di instastory.

Pernyataan itu, Nadin tulis mengomentari repost pemberitaan sosial media berjudulkan ‘VIRAL! Nadin Amizah Cakcaine Mengalami Pelecehan Ketika Seorang Pecundang Memegang Payudara Nadin Saat Berjalan di Kerumunan Penggemar Usai Manggung di Ciwalk Tadi Malam.”

Dia mengungkapkan dengan tegas kepada para penggemarnya untuk tidak serampangan menyentuh tubuhnya dalam kondisi apa pun. “Jangan pernah sentuh badan saya dalam kondisi apapun kecuali sudah ada consent. MOHON DENGAN AMAT SANGAT,” singgungnya.

Jelas kita bisa membayangkan kemarahan Nadin saat pelecehan itu terjadi. Di tengah kerumunan di mana ia tidak dapat menghafal satu persatu wajah audience, ia tidak punya kuasa untuk bereaksi secepat kilat. Pelaku yang tahu dirinya berada dalam kepadatan merasa aman karena identitasnya tidak akan dapat diketahui dengan pasti. 

Dua hal yang jelas dalam kasus yang dialami Nadin Amizah. Pertama, pelecehan yang Nadin alami termasuk dalam kategori pelecehan seksual di ruang publik. Kedua, pelecehan seksual di ruang publik sangat mungkin terjadi saat pelaku punya kesempatan. Tidak pandang bulu apakah korban ‘orang biasa’ atau publik figur.

Mengapa yang Dialami Nadin termasuk Pelecehan Seksual?

Terbaru, setelah sudah banyak kanal berita menyiarkan kegelisahan Nadin. Ia mengunggah instastory yang menyatakan apa yang ia alami bukan termasuk kategori pelecehan seksual, masih pada Senin (25/9). Berikut potongan perkataannya:

“Aku ingin meluruskan sedikit bahwa aku tidak menganggap diriku adalah victim dari sexual harassment, karena aku merasa aku akan mengambil suara dan ruang dari korban yang beneran mengalami sexual harassment. Aku merasa tadi malam adalah sebuah ketidaksengajaan, tapi ketidaksengajaan itu terjadi itu karena ada ruangnya untuk terjadi. I do would like to say bahwa sesederhana, kalian berusaha untuk menyentuh sebagian sini dan sebagian sini (menunjuk pundak lengan) aku adalah sebuah harassment juga, mungkin bukan sexual dan aku juga tidak akan mengatakan itu sebagai sexual harassment…”

Lebih lanjut dalam Instastory-nya, Nadin mengatakan:

“Tapi, aku tidak terima badan aku disentuh bagian manapun tanpa persetujuanku. Tidak terima. Dan aku tidak mau lagi hal itu terjadi. Dan aku tau bahwa kekerasan seksual bisa terjadi antara sesama gender, tapi aku tahu bahwa kemarin itu yang menyentuh aku semuanya perempuan dan aku tahu bahwa kalian merasa, bahwa kalian sama gendernya denganku, kalian bisa menyentuhku. Tapi sekali lagi, tidak ada yang boleh menyentuh badanku. Siapapun, tanpa persetujuanku.”

Dilansir dari laman berita Republika, psikolog Sani Budiantini Hermawan berpendapat yang dialami Nadin adalah “pelecehan fisik”. Yakni sentuhan atau segala sesuatu yang menyentuh badan orang lain tanpa izin dan membuat tidak nyaman. 

Baca Juga: Taliban ke Indonesia Paska Tutup Sekolah dan Salon Perempuan: Ini Pelecehan terhadap Perempuan

Sementara itu, UU TPKS menyebut istilah “pelecehan seksual fisik” dalam Pasal 6A sebagai “setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang.”

Jika Nadin merasa yang ia alami bukan sebuah tindakan pelecehan seksual, mengapa khalayak mendefinisikannya begitu? 

Merujuk pendapat psikolog dan definisi dalam UU TPKS, perbedaan tindakan pelecehan (fisik) dan tindakan pelecehan seksual terletak pada ada tidaknya unsur seksual. Meski begitu, keduanya mengacu pada 3 hal yang sama: 1) sentuhan terhadap tubuh (fisik), 2) sentuhan yang tidak diinginkan, dan 3) mengakibatkan rasa tidak nyaman dan direndahkan.

Terlebih lagi, sebelum Nadin mengunggah pernyataan terbarunya, kita sangat mungkin berasumsi yang melakukan pelecehan itu berjenis kelamin laki-laki. Dan karena laki-laki, maka sudah pasti pelecehan seksual. 

Padahal, seperti pernyataan Nadin, bahwa pelaku pelecehan seksual tidak terbatas pada satu gender spesifik. Tapi kemudian, setelah kita tahu pelaku pelecehan tersebut adalah seorang perempuan. Maka lantas apakah itu tidak berarti pelecehan seksual dan hanya sebuah pelecehan?

Baca Juga: Komnas Perempuan Soal Dugaan Pelecehan di Miss Universe: Harus Penuhi Hak Korban di UU TPKS

Lagi-lagi, dalam setiap kasus pelecehan, yang paling utama harus kita lakukan adalah persektif korban. Yakni cara pandang yang memposisikan diri kita sebagai seorang korban kekerasan seksual. 

Saya kira pernyataan Nadin Amizah bahwa dirinya adalah seorang korban pelecehan, tapi bukan korban pelecehan seksual perlu kita hargai. Sebab hanya dirinya yang benar-benar merasakan pengalaman tidak menyenangkan itu. Kita hanyalah pihak luar yang berasumsi. Setidaknya, minimal, kita tetap menjaga empati.

Yang jelas, pernyataan tegas Nadin bahwa tidak boleh ada seorang pun “tidak terbatas gender” boleh menyentuh badannya tanpa persetujuannya adalah juga seruan setiap korban pelecehan (termasuk di dalamnya pelecehan seksual).

Pelecehan seksual atau pelecehan non-seksual, pengalaman Nadin Amizah membawa kita pada simpulan: perempuan belum aman di ruang publik.

Publik Figur Rentan Alami Pelecehan Seksual

Sebagai seorang performer, Nadin tentu tahu ia tidak hanya bekerja di balik layar. Tapi juga di depan layar, tempat ia menghadapi ratusan bahkan ribuan penggemarnya. Ada banyak risiko yang harus dihadapi seorang performer. Dari mulai stamina fisik dan mental yang harus tetap terjaga sampai rancangan upaya yang bisa dilakukan saat kejadian tidak terduga terjadi.

Pelecehan seksual adalah salah satu kejadian tidak terduga yang tidak pernah Nadin bayangkan akan terjadi pada dirinya. Maka itu ia geram dan marah dan dengan segala kekuatannya menyuarakan ketidakadilan atas tubuhnya ke hadapan publik.

Tribun News dalam artikelnya pada Senin, 25 September 2023 berjudul Deretan Artis Korban Pelecehan Seksual Selain Nadin Amizah, Beberapa di Antaranya Cowok” menghimpun daftar artis yang pernah mengalami pelecehan seksual saat sedang berada di area panggung. Serupa dengan Nadin Amizah, Dewi Persik & Ikke Nurjanah pernah mendapat sentuhan tidak diinginkan pada tubuhnya dari penonton. Sandra Dewi pernah mendapat verbal harrastment dari sekelompok penonton lelaki.

Tentu perlu diingat bahwa pelecehan seksual di ruang publik bisa terjadi pada gender apa pun. Kita mungkin masih ingat berita pelecehan seksual yang dialami Dikta pada Januari 2023 silam. Dilansir dari berita artikel Tempo.co, ada oknum dalam kerumunan penonton yang memegang alat kelamin Dikta hingga ia meringis kesakitan.

Survey KRPA: 4 dari 5 Perempuan Pernah Mengalami Pelecehan Seksual di Ruang Publik

Sebuah survei yang diinisiasi Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) menunjukkan bahwa selama masa pandemi COVID-19 (2020-2021), setidaknya 4 dari 5 perempuan Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik. 

KRPA juga menghimpun bentuk pelecehan seksual yang kerap terjadi, yakni meliputi siulan/suitan, komentar atas tubuh, main mata, komentar seksis/seksual, diklakson, dan disentuh. Lokasi yang paling banyak terjadi pelecehan seksual yakni taman, transportasi umum, pusat perbelanjaan, dan tempat kerja.

Kita bisa katakan pelecehan seksual yang dialami Nadin terjadi di pusat perbelanjaan yang sekaligus menjadi tempat kerjanya saat itu. Ini berarti tempat kerja Nadin yang berada di ruang publik rentan menjadi lokasi terjadinya pelecehan seksual.

Survei KRPA ini melibatkan total 4236 responden di seluruh wilayah Nusantara, dengan hasil 3037 di antaranya mengatakan pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik. Padahal survei tersebut mengacu pada situasi pandemi COVID-19 yang saat itu masih membatasi ruang gerak masyarakat di luar rumah. 

Ini seharusnya membuat kita menyadari bahwa pelecehan seksual dapat terjadi kapan saja dan di mana saja selama pelaku memiliki kesempatan.

Dampak Pelecehan Seksual di Ruang Publik

KRPA menyebut beberapa dampak psikologis yang timbul pasca-pelecehan, seperti merasa bersalah, marah, jijik, kesal, tidak nyaman, frustrasi, dan merasa direndahkan. Perasaan direndahkan ini pun dapat kita temukan dalam kemarahan Nadin:

Mungkin ya org tadi ga sengaja karna kondisinya se chaos itu, tapi kalau emang udh serame itu mohon banget MOHON BANGET MOHON BANGET gausah rebutan untuk nyentuh badan aku???? untuk apa???! aku manusia juga????? its so dehuminazing to be GROPED here and there just because what, i’m a singer????,

Akhirnya, apa yang dialami Nadin Amizah menjadi pengingat bagi kita bahwa perempuan masih jauh dari aman saat melakukan aktivitasnya di ruang publik. Dengan berada di luar rumah, seolah-olah tubuh perempuan mengalami degradasi nilai dan karenanya pantas diganggu, disentuh, digoda, dan dipermalukan. 

Sudah hampir penghujung tahun 2023 dan sebentar lagi menuju peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, tapi lagi-lagi kita diberi bukti bahwa perempuan belum sepenuhnya mendapat tempat yang aman.

Sumber foto: Instagram Nadin Amizah @cakecaine

Aya Canina

Penulis dan penyair. Menerbitkan buku puisi Ia Meminjam Wajah Puisi (Basabasi, 2020) dan sedang banyak menulis karya fiksi berperspektif perempuan. Dapat ditemui di Instagram dan twitter @ayacanina.

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular