Luviana –
www.konde.co
Konde.co,
Jakarta – Jakarta pernah dinobatkan sebagai kota Twitter di tahun 2014. Sebutan
itu karena banyak warga Jakarta yang tiap hari terhubung dengan internet. Kicauan
warga Jakarta setiap hari yang membuat Jakarta kemudian disebut sebagai kota
twitter.
Orang
berhubungan secara online hampir tiap hari, begitu juga dengan para perempuan. Lalu,
sebenarnya apa saja hak perempuan yang berhubungan dengan teknologi informasi?
Dalam sebuah
acara Konferensi Internasional Perempuan: Beijing+20 tingkat regional di tahun 2014 di Bangkok dan di tingkat internasional di New York, AS di tahun 2015 lalu, apa saja hak perempuan di bidang teknologi ini dibahas. Karena bahasan ini merupakan
salah satu dari 10 perjuangan perempuan dalam Konferensi Beijing+20 tersebut.
Ada 3 hal
yang dibahas terkait isu perempuan dan teknologi. Pertama, bagaimana content
atau isi internet dan informasi di media: apakah sudah dianggap ramah terhadap
perempuan?.
Kedua,
masalah infrastruktur. Apakah perempuan sudah bisa menikmati atau mengakses
teknologi?.
Dan yang
ketiga, yaitu apakah perempuan sudah mendapatkan pelatihan dan pendidikan yang
cukup untuk menguasai teknologi?
Inilah bahasannya. Untuk soal content atau isi media, Konferensi
Beijing+20 memutuskan bahwa media seharusnya menghapuskan penggambaran
stereotipe laki-laki dan perempuan di media. Stigma terhadap perempuan harus
dihapuskan. Media juga harus membuat penggambaran positif dan beragam tentang
perempuan, memiliki penyebaran yang luas tentang informasi dan hak-hak
perempuan, sekaligus memberikan nilai-nilai perdamaian, menghormati perempuan
dan tidak melakukan diskriminasi.
Kedua mengenai infrastruktur. Masalah yang paling mendesak bagi perempuan
yaitu: pemerintah harus menyediakan akses bagi perempuan dan mengembangkan
komunikasi dan jaringan informasi yang bermanfaat bagi perempuan.
Dan yang ketiga, yaitu masalah pendidikan, pelatihan dan pengembangan karir yang
berhubungan dengan teknologi. Pemerintah harus menjamin bahwa anak-anak perempuan dan perempuan cukup mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam
menggunakan media dan teknologi informasi, melatih lebih banyak perempuan untuk
berkomunikasi dan membawa
perempuan ke dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini bisa dalam
posisi perempuan di semua pekerjaannya.
Jadi, tak cukup menobatkan sebagai kota twitter, namun
pemerintah harus menyediakan infrastruktur untuk perempuan, memastikan
perempuan menguasai teknologi dan mengatur bahwa tak ada diskriminasi dan
seterotype yang terjadi pada perempuan di media.