Poedjiati Tan – www.konde.co
Perkawinan anak merupakan masalah kompleks yang dilandasi oleh banyak
faktor; diantaranya faktor ekonomi, budaya, dan religius, yang berakibat pada
putusnya pendidikan, hilangnya kesempatan untuk bermain, kehamilan usia muda
dan kematian ibu melahirkan. Ada banyak akibat negatif dari perkawinan anak.
Salah satunya; apabila seorang anak hamil pada usia emas (sampai dengan 19
tahun), anak tidak akan mendapatkan asupan gizi yang cukup untuk tumbuh
kembang, karena harus berbagi dengan bayi di dalam kandungan. Hal ini dapat
berakibat pada tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB).
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyebutkan bahwa
AKI di Indonesia adalah 359 per 100 ribu kelahiran hidup, sedangkan angka
kematian bayi (AKB) adalah 32 per seribu kelahiran hidup. Bayi yang dilahirkan
oleh perempuan di usia anak juga mempunyai potensi mengalami masalah kesehatan.
Di sisi lain, ketidaksiapan psikologis anak perempuan dalam membangun rumah
tangga menempatkannya pada posisi rentan mengalami kekerasan dalam rumah
tangga. “Berumah tangga butuh skill. Tanpa skill tersebut, bagaimana anak bisa
beradaptasi dengan hidup berumah tangga?” ujar Antarini Arna, Direktur Program
Keadilan Gender Oxfam di Indonesia.
Listyowati – Ketua Kalyanmitra |
“Akibat yang ditimbulkan dari perkawinan anak adalah mematikan cita-cita
anak karena anak pada usia belia harus mengurus kehidupan keluarga,” kata
Listyowati, Ketua Kalyanamitra. Mengingat remaja merupakan kelompok yang paling
terdampak oleh praktik perkawinan anak, remaja harus juga dilibatkan dalam
penyelesaian masalahnya. Oleh karena itu, di samping melakukan sosialisasi dan
pemberian informasi terhadap remaja, mengajak serta mereka untuk berkampanye
dan berkomitmen bersama menjadi penting dilakukan. Harapannya dapat terbangun
dukungan dan komitmen dari kelompok muda berperan serta mencegah dan
menghapuskan praktik perkawinan.
Dalam rangkaian acara 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Oxfam
Indonesia bekerjasama dengan Kalyanamitra mengadakan acara Youth Forum “Saatnya Beraksi untuk Menghentikan Perkawinan Usia Anak”. Kegiatan ini merupakan
forum atau wadah yang mempertemukan kelompokmuda untuk membangun
komitmen bersama dalam menghapuskan praktik perkawinananak. Dalam forum ini
kelompok muda yang merupakan generasi muda menjadisubjek yang bergerak
untuk melakukan perubahan baik bagi dirinya maupunlingkungan sekitarnya
untuk menolak perkawinan anak. Harapannya peran besarkelompok muda dapat
menurunkan praktik perkawinan anak di Indonesia.
Menurut salah satu peserta Agnes siswa dari Wates-Jogjakarta yang menjadi
salah satu pembicara dalam talk show di acara tersebut mengatakan, acara kemarin bukan hanya sekedar acara
biasa atau pertemuan biasa. Kemarin adalah salah satu langkah nyata untuk awal
perubahan besar. Karena masalah yang dibahas dan diselesaikan bersama merupakan
masalah kompleks tentang penyelamatan pemuda Indonesia, yang kita tahu pemuda
Indonesia merupakan jantung perubahan Indonesia di masa yang akan datang.
Acara ini menjadi tonggak mulainya pemuda bekerja untuk Indonesia tak
hanya mengejar nilai akademik akan tetapi juga masalah sosial yang sangat
mencekik ini dan menjadi tanggung jawab besar kita sebagai bangsa. Akademik
tanpa dibarengi peka sosial akan buruk. Maka mari kita membuka hati bersama sama
bahwa kita di negara tak hanya menghuni tapi peduli.
Setelah acara ini semua aspek
memiliki landasan untuk terus menerus bergandeng tangan menyelamatkan saudara
saudara kita
Perkawinan anak merupakan hal buruk
, mengapa buruk karena tidak ada satupun dampak positif yang ditimbulkan
dari perkawinan anak. Saya pikir jika tingkat pendidikan di Indonesia
menyeluruh atau setidaknya adil, pasti pemuda tidak akan buta pengetahuan dan
tak akan memilih menikah daripada melanjutkan pendidikan. Jika penyuluhan dan
pemberian pengertian tentang masalah masalah reproduksi dan perkawinan anak
pasti pemuda tidak akan buta penalaran akan segala bahaya yang timbul. Jika
pemuda diberi contoh yang baik diberi dukungan dan dilindungi haknya pasti
mereka tidak akan memilih perkawinan anak.
Saya yakin jika faktor penyebab atau
akar dari perkawinan anak mampu diselesaikan sudah pasti tidak ada anak anak
yang ingin merugikan dirinya sendiri pastilah mereka akan memilih untuk
mengembangkan diri , potensi dan prestasi. Karena perkawinan anak adalah
pembunuhan karakter yang tidak disadari
Salah satu upaya
dalam mengatasi persoalan perkawinan anak adalah dengan melibatkankelompok
remaja. Oleh karena itu, di samping melakukan sosialisasi dan pemberian
informasiterhadap remaja, mengajak serta mereka untuk berkampanye dan
berkomitmen bersama menjadipenting dilakukan. Harapannya dapat terbangun
dukungan dan komitmen dari kelompok mudaberperan serta mencegah
dan menghapuskan praktik perkawinan anak dan memastikan wajibbelajar 12 tahun
tercapai tujuannya.
Dengan mengajak para pemuda untuk berkampanye menghentikan perkawinan anak,
akan memberikan dampak pada para pemuda itu sendiri. Mereka akan menjadi agen
perubahan buat pemuda lainnya dan mentransfer informasi dengan cara komunikasi
para remaja itu sendiri. Sehingga membangun kesadaran pentingnya pendidikan dan
masa depan mereka.