Kamus Feminis: Apa Itu Personal is Political? Betapa Politisnya Pilihan Perempuan

Istilah the personal is political atau pilihan personal selalu politis, seringkali disebut-sebut jika kita bicara isu perempuan. Tapi sebenarnya apa itu personal is political dalam kehidupan tubuh perempuan?

Konde.co menyajikan kamus feminis sebulan sekali. Kamus feminis berisi kata-kata feminis agar lebih mudah dipahami pembaca.

Frasa personal is political sendiri sebenarnya bukan sekadar istilah, tapi merupakan konsep yang sudah banyak dipakai para feminis di era 70-an. 

Hiingga hari ini, konsep ini masih relevan untuk memahami opresi atau tekanan dan ketidakadilan yang dialami perempuan.

The personal is political adalah konsep feminis yang menjelaskan pengalaman pribadi perempuan yang berakar dan dibentuk oleh kondisi politik karena adanya ketidaksetaraan gender. Konsep ini menggarisbawahi hubungan antara pengalaman pribadi dan struktur sosial dan politik yang lebih luas. 

Gagasan ini didasari oleh pemikiran bahwa patriarki telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seseorang. Dengan begitu gagasan ini menekankan pada dimensi politik dari masalah-masalah yang terkait dengan seksisme yang sebelumnya dikategorikan ke dalam ranah privat. Isu-isu ini tidak hanya bersifat individual dan privat tetapi mempengaruhi semua perempuan karena isu tersebut terkait dengan masyarakat patriarki.

Sebagai contoh, pembagian dan pengaturan peran dalam keluarga atau rumah tangga seperti pengasuhan anak, pembagian kerja rumah tangga, pengaturan keuangan, dll terkait erat dengan peran dan harapan gender yang berlaku dalam masyarakat. Jadi keputusan dan pilihan yang diambil seorang perempuan terkait perannya dalam rumah tangga bukan semata-mata sebagai sebuah pilihan personal, melainkan ada dimensi politis di situ. Karena seringkali pilihan perempuan ini, bukan dipilih oleh perempuan, tapi dipilihkan oleh laki-laki atau lingkungannya.

Pilihan untuk menikah? Dipilihkan oleh orangtua. Pilihan untuk bekerja dimana? Dipilihan oleh laki-laki. Pilihan untuk hamil dan menyusui? Dipilihkan oleh adat dan norma setempat, seolah perempuan tidak boleh memilih. Inilah yang disebut personal is political, pilihan perempuan selalu politis karena seolah dipilihkan orang lain.

Baca Juga: Apa Itu Patriarki? Kamu Harus Pelajari Makna Sebenarnya

Singkatnya hal-hal yang dianggap berada dalam ranah privat seperti seksualitas, cinta, pengibuan, hubungan perkawinan, aborsi, kontrasepsi, kekerasan, dll, harus dianggap sebagai masalah publik dan sistemik.

Jadi, hal-hal yang semula dianggap persoalan pribadi, dianggap sepele dan masalah moral, dalam perspektif ini dipandang sebagai norma yang menindas dan struktural.

Personal political intinya menekankan basis penindasan patriarkis. Catherine MacKinnon menyatakan bahwa frasa ini akan menciptakan hubungan langsung antara sosialitas dan subjektivitas sehingga mengetahui situasi perempuan berarti mengetahui kehidupan pribadi perempuan.

Feminisme radikal menggunakan slogan ini untuk menyatakan bahwa pembedaan antara lingkup laki-laki dan perempuan adalah keliru. Laki-laki biasanya mendominasi perempuan dalam lingkup publik, tetapi juga di lingkup domestik. Padahal pengalaman perempuan bisa memberikan inspirasi dan basis politik baru, bukan dipilihkan oleh orang lain. 

Konsep ini kemudian menekankan isu personal perempuan seperti isu seksualitas, tubuh, kesehatan seksual dan reproduksi, pengasuhan anak, aborsi, dll, adalah isu politik. 

Selain itu adanya norma, aturan dan kebijakan yang membatasi isu personal perempuan juga menegaskan isu ini sangatlah politis. Karena itu untuk membongkar persoalan tersebut, juga dibutuhkan intervensi politik agar menghasilkan perubahan

Pengaturan atas tubuh perempuan yang tidak berangkat dari pengalaman riil perempuan, jelas akan merugikan perempuan. Situasi ini menempatkan perempuan bukan sebagai subjek yang cakap untuk mengambil keputusan atas diri dan tubuhnya. Karena itu otonomi reproduksi jadi penting lantaran kendali atas aspek reproduksi dan seksualitas perempuan semestinya ada pada perempuan itu sendiri.

Kita akan melihat bagaimana tubuh perempuan selalu dilihat sebagai hal yang politis. 

Personal is Political dan Tubuh Perempuan

Bagaimana praktik personal is political dalam tubuh dan kesehatan reproduksi perempuan?

Hal ini bisa dilihat dari berbagai kebijakan publik, peraturan perundangan, adat, budaya, dan konstruksi sosial yang mempolitisasi tubuh perempuan. Yang paling terlihat jelas adalah rahim. Rahim yang dianggap sebagai alat reproduksi mengalami politisasi dan diatur banyak pihak. Kapan perempuan menikah, hamil, dan punya anak ditentukan oleh orang lain.

Contohnya adalah proses persalinan yang dialami perempuan, namun yang memilihkan perempuan harus melahirkan seperti apa, atau harus aborsi ataukah tidak, yang menentukan adalah lingkungan dan norma-norma di sekitar perempuan, bukan perempuan sendiri.

Ini adalah bentuk politisasi, sehingga akhirnya hidup dan matinya perempuan ditentukan oleh orang lain, bukan oleh perempuan itu sendiri. Jadi politisasi ini sebetulnya adalah pelanggengan objektifikasi terhadap tubuh perempuan.

Setelah melahirkan perempuan juga menghadapi kesulitan untuk memakai kontrasepsi. Ia harus izin dahulu kepada suaminya.

Baca Juga: Bagaimana Pandangan Feminisme Terhadap Aborsi Aman Bagi Korban Perkosaan?

Situasi tersebut dihadapi perempuan pada umumnya atau secara mainstream. Politisasi juga bisa dilihat pada adanya sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi ketika seorang perempuan mau melanjutkan atau tidak melanjutkan kehamilannya. Padahal ini seharusnya dikembalikan pilihannya pada perempuan.

Begitu juga dengan layanan kesehatan reproduksi dan seksualitas, mestinya sesuai siklus hidup manusia dan dilihat secara komprehensif, tidak boleh dipartisi. Sayangnya yang terjadi saat ini layanan kesehatan dipartisi termasuk aborsi. Padahal aborsi adalah bagian dari pemenuhan kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan. 

Ia menambahkan layanan kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan seperti layanan kehamilan, persalinan, nifas, dan kontrasepsi sebetulnya bukan diperuntukkan bagi perempuan. Ini lantaran perspektif programnya masih menempatkan perempuan sebagai objek.

Begitu juga soal aborsi. Aborsi sering jadi alat setiap orang untuk mengontrol perempuan. Penghukuman ditimpakan pada perempuan, sehingga aborsi akhirnya masuk ke isu moral. 

Seharusnya perempuan memilih untuk tubuhnya sendiri, jika semua pilihan perempuan dipilihkan oleh orang lain, maka ini makin membutuhkan bahwa pilihan perempuan adalah politis, tubuh perempuan adalah politis, jadi urusan orang lain.

Padahal seharusnya perempuan yang memilih sendiri tubuhnya.

Anita Dhewy

Redaktur Khusus Konde.co dan lulusan Pascasarjana Kajian Gender Universitas Indonesia (UI). Sebelumnya pernah menjadi pemimpin redaksi Jurnal Perempuan, menjadi jurnalis radio di Kantor Berita Radio (KBR) dan Pas FM, dan menjadi peneliti lepas untuk isu-isu perempuan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!