*Ari Ujianto- www.Konde.co
Di Indonesia, Pekerja Rumah Tangga (PRT) tak pernah dianggap sebagai pekerja. Sebutan sebagai pembantu menunjukkan bahwa PRT hanya diberikan status sebagai orang yang membantu pekerjaan rumah, bukan sebagai pekerja. Padahal sejatinya PRT bekerja menyelesaikan seluruh pekerjaan dalam rentang waktu yang panjang. PRT juga mengerjakan hampir semua pekerjaan rumah dari membersihkan sampai menjaga anak.
Namun sayang hingga kini, mereka tak pernah disebut sebagai pekerja. Sebagian lagi menganggap sebagai assisten rumah tangga yang tugas dan maknanya belum jelas hingga kini.
Buku Premilla Nadasen yang berjudul Household Workers Unite : The Untold Story of the African American Women Who Built a Movement ini merupakan tulisan tentang sejarah naratif pengorganisasian dan gerakan aktivis pekerja rumah tangga (PRT) di Amerika pada periode awal 1950 dan akhir 1970-an.
Buku ini seperti menegaskan dari awal bahwa pekerja rumah tangga (PRT) memang mengalami berbagai hal yang buruk dalam pekerjaannya.
Masa Awal Perjuangan PRT
Masa 1950-1970-an tersebut adalah periode penting karena pada masa tersebut PRT di Amerika mencanangkan diri sebagai sebuah gerakan nasional untuk mengubah kedudukan mereka. Ini adalah gerakan perempuan, khususnya perempuan kulit hitam yang selama ini berada di bawah ‘bayang-bayang’ gerakan buruh/pekerja formal dan gerakan perempuan
Secara umum gerakan ini kemudian menantang asumsi umum bahwa mereka (PRT) adalah pekerja yang pasif. Nadasen menunjukkan bagaimana para perempuan ini bukanlah para korban yang pasif dan tak berdaya. Mereka adalah pengorganisir pekerja yang inovatif yang tak kenal lelah mengorganisir di bis dan jalan di seluruh Amerika Serikat untuk memperjuangkan martabat dan pengakuan hukum atas pekerjaan mereka.
Buku ini juga menunjukkan strategi mobilisasi dan mengeksplorasi bagaimana mendongeng (storytelling) menjadi cara utama dalam membangun dan mengorganisasikan sebuah agenda politik.
Aktivis PRT membagikan cerita yang didengarnya dan membagikan cerita tentang pengalamannya sendiri sebagai pekerja. Cerita-cerita tersebut mereka kaitkan dengan perjuangan pembebasan warga kulit hitam, menyoroti eksploitasi rasial buruh dan menjadi bagian dari sejarah yang diingat secara kolektif oleh komunitas Afrika-Amerika.
Mendongeng atau bercerita adalah bentuk dari aktivisme, cara yang strategis untuk memahami masa lalu serta masa sekarang dan untuk membalikkan anggapan tentang pekerja rumah tangga.
Kisah-kisah yang diceritakan di sini bukan cerita-cerita tentang PRT, tetapi cerita-cerita yang memang disuarakan oleh PRT sendiri.
6 orang aktivis PRT Afrika-Amerika yang dipaparkan di sini adalah pemimpim-pemimpin luar biasa yang mengambil bagian dalam gerakan sosial yang kuat yang berjuang memperbaiki kehidupan mereka dan kawan-kawan PRT.
Dalam proses pengorganisasian, mereka berbagi cerita-cerita tentang pelecehan dan eksploitasi yang mereka ambil dari sejarah perbudakan dan “pasar budak” pada tahun 1930-an, untuk ditarik dalam kondisi sekarang dan meyakinkan pada banyak orang mengapa PRT perlu mendapatkan haknya.
Bagi mereka, perbudakan adalah kiasan yang menghubungkan masa lalu dan masa sekarang, memperjelas relasi-relasi kekuasaan, dan sebuah warisan dari rasisme. Akibatnya, kisah-kisah ini menjadi tujuan politik untuk memobilisasi pekerja rumah tangga lainnya dan membentuk identitas politik kolektif sebagai pekerja.
Pada tahun 1950-an, gerakan itu akhirnya menyatukan dua puluh lima ribu perempuan untuk memperjuangkan perlindungan dasar bagi pekerja dan mengubah hubungan dengan majikan mereka.
Pengorganisasian oleh pekerja rumah tangga jelas berbeda dari bentuk-bentuk lain dari pengorganisasian pekerja/buruh. Sebagai pekerjaan yang “tidak terlihat” yang terjadi di rumah-rumah pribadi di balik pintu tertutup dan tidak selalu diakui sebagai pekerjaan “nyata”, pekerja rumah tangga telah terpinggirkan dalam gerakan buruh, dan selama beberapa decade telah dikeluarkan dari undang-undang ketenagakerjaan utama.
Sasaran utama bagi pengorganisiran pekerja rumah tangga adalah untuk merevaluasi reproduksi sosial tentang pekerjaan rumah tangga yang dibayar dan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar.
Melalui kampanye, mereka menghormati dan mengakui pekerjaan mereka, menarik perhatian pada tenaga kerja di rumah dan memperluas definisi pekerjaan yang mencirikan banyak sejarah tenaga kerja dan pengorganisasian pekerja.
Redefinisi radikal ini kemudian juga menawarkan kemungkinan aliansi dengan kelompok feminis, karena perempuan, apakah dibayar atau tidak, secara tradisional dikonstruksikan sebagai orang yang harus bertanggung jawab untuk pekerjaan rumah tangga. Maka upaya ini dilakukan untuk mengajak semua orang bergerak mendekonstruksi ini.
Kesadaran Kelas dan Pengorganisiran PRT
Ada sejarah panjang tentang perlawanan individu, terselubung, sehari-hari di antara pekerja rumah tangga. Namun, para perempuan dalam buku ini terlibat dalam bentuk oposisi yang terbuka, kolektif, dan publik. Mereka adalah perempuan kulit hitam setengah baya atau tua yang bersemangat, ibu dan nenek, yang mengambil banyak risiko, melakukan pengorbanan pribadi yang sangat besar, dan melakukan kritik yang keras terhadap status quo.
Dan dalam konteks inilah cerita-cerita dan mengemas sebuah identitas menjadi penting. Mulai tahun 1960-an, pekerja rumah tangga menyelenggarakan forum, berbicara secara terbuka, menyebarkan pamflet, memberi kesaksian, dan melobi legislatif. Identitas politik mereka terikat dengan politik ras, jenis kelamin, budaya, dan etnis, seperti kisah-kisah mereka tentang gambaran “mammy”, sejarah perbudakan, dan pola-pola perbudakan yang menggambarkan pekerjaan rumah tangga.
Kesadaran kelas mereka juga dibentuk melalui ketidaksetaraan yang menjadi ciri pekerjaan rumah tangga. Eksklusi hukum dari hak-hak pekerja seperti upah minimum dan kompensasi pekerja menjelaskan bagaimana dan mengapa identitas dari “pekerja rumah tangga” mulai berkembang pada periode pascaperang.
Pola budaya dan praktik hukum yang lebih luas yang merendahkan tenaga kerja mereka menyebabkan pekerja rumah tangga mempertanyakan apakah majikan harus selalu menjadi target utama mereka, dan dalam beberapa kasus, mereka melihat majikan sebagai sekutu potensial.
Keintiman kerja, di mana kontak pribadi dengan majikan adalah ciri khas pekerjaan, juga membuat mereka enggan membangun hubungan antagonis dengan majikan mereka. Bentuk kesadaran pekerja ini, yang tidak selalu menjadikan hubungan majikan-pekerja sebagai kontradiksi sentral, juga membedakan gerakan ini dari bentuk-bentuk lain dari pengorganisasian pekerja.
Para pekerja rumah tangga perempuan yang disorot dalam buku ini menuntut hak-hak sebagai pekerja. Mereka menarik perhatian ke rumah sebagai ruang kerja, untuk pekerjaan yang banyak diklaim sebagai tidak terlihat.
Dorothy Bolden, Geraldine Roberts, Josephine Hulett, dan lain-lain membuktikan bahwa pekerjaan rumah tangga bukan tidak terlihat, bahkan jika itu tidak diakui. Tidak seperti pekerja pabrik yang bekerja keras di lokasi yang jauh yang jarang dikunjungi oleh konsumen, pekerjaan rumah tangga sangatlah terlihat, terjadi di depan mata kita, setiap hari. Dengan demikian, degradasi pekerja rumah tangga terjadi karena kurangnya “penglihatan” kita, bukan karena cara kerja PRT dipersepsikan.
Karena pekerja rumah tangga dianggap sulit diorganisir dan diabaikan oleh sebagian besar organisasi pekerja, mereka tidak punya pilihan selain berjuang sendiri.
Perempuan Afrika-Amerika yang memimpin gerakan ini pada tahun 1970-an memanfaatkan ruang publik sebagai pusat pengorganisasian, memodelkan strategi alternatif untuk mencapai kekuasaan pekerja, dan menarik perhatian ke ranah domestik sebagai tempat kerja. Mereka menjangkau pekerja imigran dan warga kelahiran Amerika, baik yang berdokumen maupun yang tidak berdokumen. Meskipun mereka tidak membangun gerakan yang beragam secara rasial seperti yang mereka bayangkan, mereka tetap memiliki kemenangan yang signifikan.
Meskipun ada banyak upaya sebelumnya untuk mereformasi dan memperbaiki keadaan pekerja rumah tangga, gerakan tahun 1970-an adalah yang pertama yang menempatkan masalah hak pekerja rumah tangga dalam agenda politik nasional.
Identitas politik tidaklah diberikan atau bersifat tetap. Itu ditempa melalui perjuangan politik, melalui cerita kolektif dan individu, melalui narasi. Dunia sosial pekerja rumah tangga pada periode ini dibangun melalui kata-kata, cerita, dan keheningan mereka.
Buku ini merupakan upaya untuk mengumpulkan narasi perempuan Afrika-Amerika dalam pekerjaan rumah tangga perorangan dalam periode pasca perang yang datang untuk mengembangkan kategori pekerja rumah tangga sebagai warga negara yang memiliki hak yang terlibat dalam pekerjaan yang berharga secara sosial dan ekonomi.
Sejak perjuangan tahun 1950-an hingga 1970-an ini, perwakilan pekerja rumah tangga baik dalam angkatan kerja maupun dalam wacana gerakan buruh telah memiliki pengaruh yang sangat besar.
Dalam dua dekade terakhir, peningkatan dramatis dalam jumlah pekerja rumah tangga di seluruh dunia dan beberapa contoh penyalahgunaan dan eksploitasi yang dipublikasikan dengan baik telah menarik perhatian pada pekerjaan ini.
Sebagai tanggapan, gerakan politik pekerja rumah tangga lain telah muncul di bawah keadaan yang berbeda untuk menuntut hak-hak pekerja dan perlindungan kerja, tuntutan yang beresonansi dengan gerakan setengah abad lalu.
Dalam momen historis baru ini, jajaran buruh “formal” diserang dan para pemimpin serikat bergulat dengan bagaimana melangkah maju; modal semakin memperlakukan pekerja sebagai dapat dipertukarkan; jumlah pekerjaan manufaktur terus berkurang dan jumlah pekerjaan sektor jasa meluas; dan massa kritis pekerja di negara-negara industri menemukan diri mereka dalam situasi genting dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan tanpa dukungan atau perlindungan negara.
Pada saat ini, pelajaran dari pengorganisasian pekerja rumah tangga (PRT) mungkin terbukti lebih penting daripada hanya koreksi catatan sejarah.
*Ari Ujianto, Aktivis Pekerja Rumah Tangga (PRT)
(Tulisan ini disadur dari https://tungkumenyala.blog/ dan diedit sesuai kebutuhan www.konde.co)