Melly Setyawati- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Dalam catatan internal PT Kereta Commuter Indonesia disebutkan bahwa sepanjang tahun 2018 terjadi pelecehan seksual di dalam kereta maupun stasiun sebanyak 34 kasus, 20 kasus diantaranya korban berani melanjutkan laporan ke aparat penegak hukum. Hal ini meningkat dibanding tahun 2017, dimana pada tahun tersebut dari 25 kasus pelecehan, tidak ada satu pun dilanjutkan dengan laporan ke aparat penegak hukum.
Bentuk pelecehan terbanyak di tahun 2018 dilakukan dengan pelaku menggesekkan alat kelamin, memegang pantat dan memegang payudara. Sedangkan pelecehan seksual paling banyak terjadi di rute-rute: Bogor- Jatinegara, Bogor- Jakarta Kota, Cikarang- Jakarta Kota dan Rangkasbitung- Tanah Abang.
Ini merupakan salah satu kampanye stop pelecehan seksual di transportasi publik dilakukan PT. Kereta Commuter Indonesia pada 12 Maret 2019 lalu. Acara yang berjudul Komuter Pintar Peduli Sekitar tersebut dilakukan agar publik pengguna kereta api bersama-sama melakukan stop pelecehan terhadap perempuan di kereta.
Commuter Indonesia adalah kereta yang selama ini menampung penumpang yang berkendaraan di Jabodetabek atau Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang. KRL Commuter Line saat ini melayani 79 stasiun di wilayah Jabodetabek dengan jangkauan rute mencapai 201,5 km. Jumlah perjalanan KRL per hari sebanyak 938 perjalanan dengan volume penumpang mencapai 1,1 juta per hari.
Kegiatan kampanye ini merupakan salah satu upaya PT. KCI dan merupakan tahun kedua penyelenggaraan Komuter Pintar Peduli Sekitar yang kali ini menggandeng Komnas Perempuan, dan Komunitas perEMPUan dengan para pengguna kereta Jabodetabek sebagai sasaran utamanya.
PerEMPUan dalam kampanye ini juga membuat video bersama PT. KCI agar semua pihak melakukan stop pelecehan perempuan di kereta. Dalam video tersebut disebutkan bahwa semua pelaku pelecehan seksual di kereta Jabodetabek sepanjang tahun 2017-2018 adalah laki-laki berusia 31-40 tahun. Sedangkan perempuan korban rata-rata berusia 19-30 tahun. Semua kasus yang dilaporkan ke petugas stasiun lalu dilanjutkan dilaporkan ke polisi. Namun 100% kasus yang dilaporkan ke polisi lalu berakhir damai. Biasanya korban merasa enggan untuk meneruskan laporan lalu pelaku hanya diminta untuk membuat surat pernyataan.
“Kegiatan ini bertujuan untuk memberi edukasi kepada seluruh pengguna jasa kereta mengenai bentuk-bentuk pelecehan seksual yang biasa terjadi, melakukan upaya pencegahan, hingga bagaimana membantu diri sendiri maupun orang lain yang menjadi korban pelecehan”, kata VP Corporate Communication PT KCI Eva Chairunisa dalam kampanye tersebut.
Dalam diskusi tersebut dibahas tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual antara lain melalui pelecehan verbal dan non verbal. Bentuk verbal misalnya siulan nakal, komentar atau percakapan yang berkonotasi seksual, gurauan bersifat pornoaksi yang ditujukan kepada korban dengan tujuan merendahkan dan korban merasa tidak terima.
Sedangkan menurut catatan akhir tahun yang dikeluarkan Komnas Perempuan menyebutkan sepanjang tahun 2018 kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 406.178 kasus kekerasan atau meningkat 14% dibanding tahun sebelumnya. Dari data tersebut, 394 kasus diantaranya merupakan kasus pelecehan seksual yang terjadi di ranah publik.
Mariana Amiruddin, komisioner Komnas Perempuan menyatakan bahwa pelecehan seksual dalam transportasi publik sudah banyak terjadi dari generasi ke generasi. Setiap perempuan rentan mengalami pelecehan tersebut. Persoalan utama adalah masalah ruang, budaya, dan penegakan aturan.
Masalah lain yaitu ruang transportasi publik sering tidak dapat memuat seluruh penumpang sehingga ada kondisi padat di waktu-waktu tertentu. Kondisi ini memungkinkan pelaku untuk leluasa melakukan aksinya.
“Masalah budaya adalah masyarakat yang tidak menghormati perempuan dan pelecehan dianggap hal wajar yang berimbas pada tiadanya aturan untuk memberikan sanksi pada pelaku. Oleh karena itu dengan disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat menyegerakan budaya kita untuk mengubah hal tersebut dan melindungi korban serta memberikan sanksi pada pelaku melalui aturan yang berlaku. Kita semua berharap tiada lagi kekerasan seksual dalam kehidupan kita sehari-hari,” ungkap komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin.
Sementara itu menurut para aktivis perempuan, Rika Rosvianti Neqy, kekerasan seksual di tempat dan transportasi umum seperti inilah yang banyak menghambat terwujudnya kesetaraan gender.
“Jangankan beraktualisasi diri secara maksimal, perempuan dewasa maupun anak perempuan bahkan terancam mengalami kekerasan seksual dalam perjalanannya memenuhi hak dasar sebagai warga negara saat mengakses layanan pendidikan, kesehatan dan pekerjaan,” jelas Rika Rosvianti Neqy dari Komunitas perEMPUan.
Melalui kegiatan ini diharapkan korban maupun saksi dapat berani bertindak dan melaporkan segala bentuk pelecehan seksual.
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)