Luviana- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co – Coba kita lihat, banyak sekali perempuan yang terus hidup dalam kemiskinan. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia atau di Asia namun juga di seluruh dunia. Apa saja penyebab yang menjadikan perempuan tak juga bisa keluar dari kemiskinan yang dialaminya?
Sebuah organisasi perempuan Institute for Women’s Empowerment (IWE) menyajikan data bahwa orientasi sistem ekonomi yang dikendalikan oleh para aktor kapitalis global telah mempengaruhi kehidupan, ruang hidup dan sumber-sumber ekonomi perempuan.
IWE juga melihat bahwa model ekonomi yang ekstraktif dan eksploitatif serta mengarah pada pencemaran yang luas dan perubahan iklim, menjadikan perempuan semakin kehilangan akses dan kontrolnya atas penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber ekonominya.
Situasi ini yang menyebabkan perempuan menjadi dijauhkan dari pekerjaanya, pilihan-pilihan ekonominya. Ini bisa dilihat dengan banyak perempuan yang kehilangan tanah dan sawahnya, hanya menjadi buruh tani karena lahan sudah dikuasai. Mau bercocok tanampun tanah tak punya. Hal inilah yang menjadikan perempuan menjadi miskin secara ekonomi dan sosial.
Situasi ini telah berdampak signifikan pada perempuan yang diperkuat dengan relasi kuasa yang timpang akibat budaya patriarki yang mengakar dan ketiadaan akses dan kontrol terhadap sumber- sumber ekonomi. Hal tersebut membuat perempuan di seluruh dunia, dan secara khusus di ASEAN dan Indonesia mengalami kondisi kehidupan yang semakin memburuk dan hidup dalam kemiskinan.
Temuan IWE ini terpapar dalam diskusi praktek ekonomi solidaritas sosial yang diadakan di Jakarta 29 Mei 2019 kemarin. Risma Umar dari IWE mengungkapkan bahwa hal inilah yang kemudian juga memperkuat praktik ketidakadilan gender.
“Kebijakan ekonomi global yang mengarah pada liberalisasi, monopoli dan privatisasi semakin menguntungkan bagi bisnis perusahaan bertaraf internasional dan nasional, yang berkolaborasi dengan aktor-aktor/elit politik, telah memperlebar kesenjangan, ketidaksetaraan, dan ketidakamanan dalam sektor sosial ekonomi dan ekologi, serta memperkuat ketidakadilan gender,” Ungkap Risma Umar .
Situasi dan kondisi yang merugikan masyarakat terutama kelompok perempuan inilah yang kemudian mendorong munculnya inisiatif-inisiatif pemberdayaan ekonomi yang berkeadilan yang lahir dan dilakukan masyarakat. IWE menemukan bahwa munculnya inisiatif ini berasal dari perempuan, dari pengalaman sebagai strategi melawan penindasan, ketidakadilan dan relasi kuasa yang timpang dalam kehidupan perempuan, baik di tingkat keluarga, komunitas, tempat kerja, hingga negara.
Inisiatif tersebut ternyata tidak hanya bisa berkontribusi pada sumber ekonomi perempuan, kelestarian dan keberlanjutan sumber daya alam, tetapi diyakini juga dapat berkontribusi pada perubahan sosial, termasuk penghapusan kemiskinan dan transformasi keadilan gender.
Institute for Women’s Empowerment (IWE) melihat gagasan dan ide ini perlu didokumentasikan, dikembangkan sebagai pembelajaran dan praktik inisiatif kolektif perempuan dan organisasi dalam pengembangan ekonomi solidaritas di Komunitas yang berdasarkan nilai-nilai kesetaraan, keadilan, transparansi dan solidaritas.
Berkolaborasi dengan beberapa organisasi dan komunitas lokal yaitu Pesantren Agro-ekologi Ath Thariq Garut, Jawa Barat, Perempuan pekerja rumahan (PPR) di Malang, Jawa Timur dan Komunitas Salassae di Bulukumba, Sulawesi Selatan mereka mulai merekam praktik dan pengalaman dalam mengembangkan inisiatif kegiatan ekonomi berbasis pada pendekatan ekonomi solidaritas sosial, serta melihat sejauhmana dapat mengatasi relasi kuasa dan ketidakadilan gender.
IWE juga melihat bahwa praktik-praktik ekonomi alternatif ini juga dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), mulai dari pengentasan kemiskinan, promosi pekerjaan yang layak, keamanan pangan, kesetaraan gender, perawatan kesehatan untuk semua, dan produksi & konsumsi berkelanjutan.
Artinya, inisiatif pengembangan ekonomi berbasis solidaritas dan sosial ini juga akan berkontribusi mendukung kesetaraan, keadilan dan pembangunan berkelanjutan.
“Oleh karena itu, IWE mendorong pemerintah Indonesia ke depan untuk menjadikan praktik dan pengalaman inisiatif kolektif perempuan sebagai landasan dalam mengembangkan kebijakan ekonomi, program – program pemberdayaan, termasuk agenda dalam pencapaian SDG’s di Indonesia. Praktik dan inisiatif kolektif perempuan ini juga perlu dipastikan pengakuan dan perlindungannya oleh Negara” tutup Risma Umar