Perempuan Hamil dan Keguguran, Tak Dapat Penanganan Baik Selama Pandemi

Banyak perempuan yang membutuhkan layanan kesehatan terkait reproduksi seperti layanan kehamilan dan penanganan keguguran, namun tidak ditangani secara baik oleh Rumah Sakit (RS) selama Pandemi Covid-19. 

Tim Konde.co

Antara lain ini dilakukan rumah sakit yang tidak memberlakukan asuransi BPJS bagi perempuan yang melahirkan. Akibatnya terjadi tingginya biaya proses persalinan terutama jika harus dilakukan tindakan operasi Cesar. Hal ini misalnya terjadi di Ambon. 

Selain itu persyaratan pemeriksaan rapid test juga tidak dilakukan secara terintegrasi sehingga menyebabkan perempuan yang membutuhkan tindakan segera harus menunggu penanganan kesehatan yang dibutuhkan dalam waktu segera, misal dalam kasus keguguran kandungan. 

Keguguran jelas bukan tindakan yang direncanakan dan menunda penanganannya dapat membahayakan jiwa ibu. Masalah lebih pelik lagi untuk wilayah-wilayah yang jauh dari rumah sakit, artinya untuk menuju rumah sakit saja perempuan sudah membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Ini merupakan problem yang serius yang terjadi pada perempuan

Aliansi Perempuan Bangkit, yang terdiri dari lebih dari 40 organisasi dan sejumlah individu, mengumpulkan pengalaman-pengalaman perempuan selama wabah COVID-19 dan menemukan kurangnya perhatian dan penanganan terhadap kekhususan yang mengakibatkan kerentanan perempuan. Aliansi ini memaparkan dalam konferensi pers secara daring pada Minggu, 2 Agustus 2020. Hadir sejumlah aktivis Asfinawati dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Aprilia Tangker dari LBH Jakarta, Valentina Sagala dari Institut Perempuan, Lita Anggraini dari JALA PRT, dll

Aturan pemeriksaan kesehatan atau fasilitas kesehatan yang tidak memberikan kekhususan terhadap perempuan adalah bukti nyata kegagalan melihat pengalaman perempuan yang berbeda dalam siklus hidupnya.

Sebagaimana kita ketahui tugas Dewan Perwakilan Rakyat/ DPR adalah mengurus aturan legislasi dan pengawasan terhadap eksekutif dan anggaran. Tetapi pengawasan DPR minim terhadap penanganan wabah COVID-19 khususnya perempuan dan tidak memasukkan pengalaman khusus perempuan ini. 

Padahal Indonesia adalah negara yang telah meratifikasi Konvensi diskriminasi terhadap perempuan atau CEDAW yang memiliki kewajiban melakukan afirmasi sebagai bentuk penghapusan diskriminasi terhadap perempuan. Tidak melakukan afirmasi/ langkah-langkah khusus sementara adalah sebuah tindakan diskriminasi. 

Ironisnya kita lebih banyak mendengar DPR fokus pada fungsi legislasinya. Di tengah proses penanganan pandemi DPR bersama pemerintah justru membahas serta menyelesaikan dan mengesahkan beberapa Rancangan Undang-Undang/ RUU yang sejak awal ditolak karena secara substansi sangat merugikan masyarakat termasuk perempuan seperti UU Minerba dan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Sedangkan RUU yang menjadi harapan masyarakat khususnya perempuan seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga/ PRT dan RUU Masyarakat Adat tidak diprioritaskan.

Berdasarkan hal-hal tersebut Aliansi Perempuan Bangkit kemudian meminta pemerintah menyusun penanganan COVID-19 dengan memperhatikan kekhususan bagai perempuan dan kelompok rentan lainnya.. Lalu meminta DPR menghentikan proses legislasi untuk sementara waktu dan fokus pada fungsi pengawasan khususnya terhadap penanganan Wabah COVID-19 oleh Pemerintah.

Selanjutnya meminta DPR mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sangat penting diperlukan bagi perbaikan kualitas hidup manusia dan perlindungan korban dari kekerasan yang terjadi di sekitar mereka, tidak hanya dalam situasi krisis tapi kedepannya

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!