Walaupun tak terlalu laku di pasaran, namun Film ‘Ainbo: Spirit of the Amazon’ banyak mengajarkan sesuatu, salah satunya film animasi ini menggambarkan perjalanan epik seorang pahlawan perempuan muda asal Amazon.
Dalam film tersebut tokoh utama, Ainbo, memiliki pemandu roh yang bernama Dillo , seekor armadillo yang lucu dan lucu dan Vaca seekor tapir besar yang konyol. Mereka bertiga memulai pencarian untuk menyelamatkan desa mereka di Hutan Hujan Amazon yang mengalami bencana karena kutukan Yakuruna.
Film animasi produksi bersama antara perusahaan Peru dan Belanda ini disutradai oleh duet Richard Claus dan Jose Zelada dan Lola Raie sebagai tokoh utama, dengan total biaya pembuatan sebesar Rp. 10 juta dolar Amerika. Film ini dirilis pertama pada bulan Februari 2021 dan masih diputar di beberapa bioskop sejumlah negara. Walau sampai hari ini perolehannya dari tiket pemutaran film kurang lebih masih 3 juta dolar Amerika, angka yang belum menguntungkan bagi pihak pembuat film.
Meskipun demikian untuk kategori film animasi, film ini masuk dalam deretan box office di seluruh dunia, dibuka dengan menjadi peringkat 2 di seluruh Amerika Tengah, kemudian peringkat ke 3 di Ukraina dan Norwegia dan juga menjadi peringkat 4 di Swiss yang berbahasa Jerman serta Islandia dan Vietnam.
Bagaimanapun juga kehadiran film animasi dari dari Peru ini tentu harus diacungi jempol, karena bisa melawan dominasi film-film animasi Amerika.
Beberapa panelis di Festival Cannes, Prancis pada bulan Juli 2021 lalu juga memuji kehadiran film Ainbo, terutama karena temanya sangat menjunjung adat, kesukuan, budaya asli serta penjagaan atas ekologi hutan Amazon.
Kisahnya yang berlatarbelakang kehidupan Suku Kandamo di pedalaman Amazon, di awali dengan penggambaran Ainbo perempuan remaja usia tiga belas tahun yang belajar menjadi pemburu dengan memanah.
Kemudian berlanjut dengan bagaimana Ainbo sebagai perempuan dari rakyat jelata bersahabat dengan Zumi, anak perempuan kepala suku yang dalam kisah tersebut kemudian menggantikan tugas ayahnya yang sedang sakit.
Penduduk desa tersebut banyak yang sakit, dan mereka percaya bahwa itu karena adanya kutukan dari Yakuruna. Bahkan kemudian ibu angkat Ainbo pun meninggal dalam tidur. Kematian mendadak tersebut membuat salah seorang prajurit di desa itu Atok, menganggap Ainbolah pembawa kutukan.
Film dengan genre animasi petualangan, humor, fantasi dan film keluarga ini bisa ditonton untuk semua umur. Penuturan filmnya lumayan lancar dengan tempo cepat dan tidak membosankan dalam kurun waktu 1 jam 24 menit. Meskipun teknik animasinya tidak menawarkan hal yang baru, namun detil penggambaran kostum suku adatnya, dengan khas cat pada beberapa bagian tubuh pelakon, serta profil wajah para pemainnya, sangat menggambarkan nilai-nilai lokalitas yang kental.
Secara keseluruhan cerita film ini menggambarkan tentang bagaimana kehidupan manusia dan hewan saling bekerjasama, menghadirkan sosok pejuang sekaligus pahlawan remaja perempuan, tidak terlepas dari cerita rakyat dan hubungan spiritual manusia dengan alam, serta upaya menyelamatkan hutan Amazon dari keserakahan penambang Emas.
Film animasi ini seolah menawarkan banyak harapan dalam situasi pandemi Corona ini, bahkan sosok antagonisnya pun disebut dengan Yakuruna.
Selalu ada harapan ketika manusia tak berhenti berjuang. Setiap kesulitan akan selalu bisa dicarikan jalan keluarnya.
(Foto: Youtube)