Karina Lin: Selamat Hari Lupus 10 Mei, Ini Alasanku Menulis Blog Lupus

Blog Semangat Karin yang sekarang ini ada, bukanlah hadir dalam sekejap mata. Ia melalui proses yang berliku-liku, berkelok-kelok dan panjang. Namun Karina Lin sebagai penginisiasinya berusaha mencoba untuk meluruskan kembali apabila dirasa mulai melenceng dari niatan awal. Dengan kata lain bertujuan mewujudkan seperti yang selalu Karina Lin impikan. Tulisan ini sekaligus memperingati hari Lupus sedunia, 10 Mei.

Januari 2015. Tiba-tiba ada ruam kupu-kupu atau Butterly rash di pipi. Saya tak menyangka jika itu adalah pertanda penyakit lupus. Sejak itu hidup saya berubah. Nama saya Karina Lin, saya adalah odapus atau orang penyandang lupus.

Hingga tahun ini, sudah 7 tahun berarti saya hidup dengan lupus, saya sudah banyak bolak-balik ke rumah sakit untuk berbagai pengobatan dan perawatan. Dari rumah sakit di Lampung, dan kini terdampar di rumah sakit-rumah sakit di Jakarta.

Jika sedang kambuh, saya harus masuk rumah sakit selama beberapa minggu, bahkan pernah satu bulan agar autoimun saya normal terlebih dahulu, baru kemudian bisa keluar dari rumah sakit. Bisa dibayangkan khan, betapa kupu-kupu dalam tubuh saya ini sering makin membuat super sibuk aktivitas saya sebagai wartawan.

Kadang saya merasa lelah mengalami semua ini, sering menangis melihat langit rumah sakit yang lekat dengan hidup saya 7 tahun belakangan ini, walau saya percaya, bahwa hidup harus terus berjalan dan diperjuangkan

Pada awalnya, sejak diagnosa itu, saya berniat membuat komunitas lupus. Ide tadi tercetus pada 2015, tepat di tahun saat saya tegak diagnosis lupus.

Alasan membuat komunitas lupus cukup simpel, antara lain karena di Kota Bandar Lampung tempat tinggal saya dulu secara keseluruhan, sepengetahuan saya saat itu belum ada komunitas lupus. Lalu komunitas ini bisa menjadi wadah bagi odapus (orang dengan lupus) di Lampung yang jumlahnya entah berapa namun saya yakini cukup banyak, dan ketiga ini bisa sebagai wadah untuk saling berbagi dan mengedukasi mengenai autoimun lupus.

Tidak tahunya, saya yang kurang update. Dalam perjalanan, ternyata saya menemukan  di Lampung sudah ada Komunitas Lupus akan tetapi mangkrak alias tidak aktif.

Baru pada 2018, Komunitas Lupus di Lampung bergeliat lagi, sebutlah Komunitas Lupus Reborn (terlahir kembali). Hanya saja saya tidak ikut terlibat. Karena pada saat itu, posisi saya lebih sering di Jakarta dan juga,ada alasan lain  saya tidak mau ikut-ikutan Yah ini masalah pilihan. Meskipun demikian, saya kenal dengan kawan-kawan di komunitas itu dan tetap menjalin komunikasi dengan mereka sampai saat ini.

Fokus saya sudah beda pada saat itu. Ketimbang ikut komunitas, saya lebih memilih untuk melakukan edukasi mengenai lupus melalui tulisan (aktivitas yang menjadi passion saya) yaitu nge-blog.

Niat ini tumbuh di tahun 2017 dilkarenakan ucapan dari seorang kawan di AJI (Aliansi Jurnalis Independen). Kalau tidak salah, bulan April 2017. Padahal kami belum pernah bertemu walau sama-sama di organisasi AJI. Bedanya, dia di AJI Kota Solo, sedangkan saya (saat itu masih tercatat) di AJI Kota Bandar Lampung.

Saya sendiri lupa bagaimana awal perkenalannya. Yang jelas suatu hari, kami bercakap di inbox Facebook messenger. Awalnya perkenalan lalu ngalor-ngidul. Sampai, kalau saya tak salah ingat – si kawan tadi bilang begini: “ayo bikin website mengenai lupus, mungkin kamu yang dipilih Tuhan untuk menjadi pencerah”. Maksudnya mungkin untuk berbagi pengetahuan seputar autoimun lupus kepada teman-teman odapus lain.

Teman tadi mengatakan ini setelah sebelumnya saya bercerita mengenai rawat inap yang saya jalani baru-baru itu. Mulai dari pertengahan Januari- hampir akhir Februari 2017 dan sempat mengalami masa kritis dirawat di ICU dalam kondisi koma serta mengalami komplikasi. Tapi saya bersyukur bisa bertahan dan Tuhan memberikan nafas lagi kepada saya.

Jujur, ucapannya itu membekas sekali ke hati saya dan sungguh-sungguh memotivasi diri. Itulah awal mula saya memutuskan membuat blog ini.

Mencari Nama

Tapi nama blognya apa ya? Muncul kebingungan setelah niat membuat blog ada. Pasal mencari nama yang pas agak dilema buat saya. Sama seperti Ketika saya mencari judul untuk artikel atau tulisan. Bisa berhari-hari bahkan berminggu-minggu hingga dapat judul yang pas.

Saya masih kurang terampil dalam mencari judul untuk artikel atau tulisan. Judul yang menarik atau eye catching namun singkat sehingga mudah dan selalu diingat oleh siapapun. Buat nama blog pun demikian.

Gerah berlama-lama, akhirnya saya berinisiatif meminta tolong kepada kawan yang juga di AJI (Kota Padang). Namanya Syofiardi Bachyul Jb tapi saya dan teman-teman biasa memanggilnya Uda Syof atau Da Sof.

Uda termasuk golongan senior (mau menyebut sepuh, takut saya. Soalnya Uda masih fit dan energik banget) dalam organisasi AJI. Ilmu jurnalistiknya tak perlu diragukan lagi, hasil dari pengalaman panjang berkecimpung di dunia jurnalistik. Saat saya masih unyu-unyu (SMA dan kuliah), Uda Syof sudah menjadi jurnalis. Dari dirinya, saya banyak belajar mengenai jurnalisme. Biasanya kamu berdiskusi via chat WhatsApp/ WA dan bukan sekali dua kali saya meminta saran dalam hal pemberian judul atau nama tulisan.

Tapi saya lupa kapan tepatnya saya meminta saran kepadanya mengenai penamaan blog. Apa bulan dalam bulan Mei 2017? Saat saya berkunjung ke Sekretariat AJI Indonesia di Jalan Kembang Raya, Kwitang, Jakarta Pusat.

Waktu itu bersamaan dengan jadwal saya kontrol lupus di RS Kramat 128, Jakarta Pusat. Sebelum ke RS, saya mampir dulu ke sana. Uda Syof, bersama mbak Renjani (Mbak Rei), dan Mas Abdul Manan (Mas Manan, cuma saya tidak bertemu dengannya) sedang rapat kecil selama beberapa hari untuk menyusun aturan-aturan organisasi AJI Indonesia. Sesampainya di sana (sekitar jam 10-an), banyak hal yang dibicarakan terutama sih mengenai kondisi saya. Khususnya karena saya kan masih tahap pemulihan dari rawat inap kekambuhan parah lupusnya dalam bulan Januari-Februari 2017.

Kami ngobrol bertiga; saya, Uda Syof, dan Mbak Rei. Lalu menjelang jam-jam 12 siang, saya memutuskan untuk pamit (hendak ke rumah sakit) sedangkan Uda Syof dan Mbak Rei sendiri juga mau melanjutkan rapat untuk merumuskan aturan-aturan organisasi. Sebelum pergi, (ini yang paling saya ingat) kami bertiga berfoto bersama dan saya sudah punya nama untuk blog yakni Semangat Karin.

Semangatkarin.com, Blog Akhirnya Jadi

Ada pepatah mengatakan “meraih lebih mudah daripada mempertahankan”. Benar dan ini pas sekali merefleksikan perjalanan saya nge-blog-in SemangatKarin.com.

Awalnya (2017) saya ingin tampilan blog-nya cantik dan berpikir kalau nanti sudah cakep, pasti membuat saya semangat untuk mengisi konten-kontennya. Jadi beneran, saya mengubah blog yang gratisan menjadi berbayar dan mengubah themes blog-nya.

Saya tambahin kanal-kanal, yang kalau tak salah ingat cukup banyak. Tapi apa hasilnya? Tidak berpengaruh. Saya tetap tidak rajin mengisi konten tulisan ke blog yang sudah cantik ini. Dalam setahun bisa dihitung pakai jari, ada berapa konten yang saya upload di blog. Dan ini terus berulang.

Telah beberapa kali saya mengganti themes dan kanal-kanal di blog. Saat melakukan itu, yang terpikir, biar saya menjadi lebih rajin karena tampilannya kan sudah cantik dan detail. Terus berpikir pula ingin menjadikan blog Semangat Karin ini mirip-mirip media atau semi media. Utak-atik melulu hingga sampailah saya pada suatu kesadaran penuh bahwa saya ini “malas”. Sebenarnya malu tapi benar harus diakui bahwa saya malas. Segala amunisi (baca; laptop, program Microsoft Word yang digunakan untuk mengetik, jaringan internet) sudah tersedia dan ide tulisan juga banyak. Idealnya kan tinggal dieksekusi. Tapi di saya tidak, saya tunda-tunda terus dan tanpa terasa seminggu berlalu berganti bulan, berganti tahun.

Pencerahan?

Seringkali energi atau motivasi didapat dari hal-hal yang tak terduga dan inilah yang saya alami pada tahun 2022. Suatu kali, saya iseng mengintip akun Facebook seorang kawan. Dalam timeline-nya ada postingan link tulisan dari blog-nya. Iseng saya klik dan lihat-lihat. Isinya sederhana, ya seputar cuap-cuap pribadi dan blog-nya memiliki cukup lima kanal. Tampilan atau themes-nya menurut saya girly sekali. Tapi apa yang memukau saya adalah konsistensinya mengisi konten tulisan di blog-nya.

Setelah iseng melihat-lihat tadi, hati kecil saya terasa galau. Seperti ada dorongan, saya ingin bisa seperti itu. Ingin blog Semangat Karin tak hanya cantik secara theme atau tampilan doang. Ingin bergizi atau berisi secara konten tulisan. Pikiran pun mengembara.

Saya ingat-ingat lagi, masa-masa awal niatan membuat blog ini. Apa tujuannya? Berbagi cerita/ kisah? Ya! Mengedukasi mengenai penyakit autoimun lupus? Ya! Menebar manfaat kepada orang lain? Ya!

Ya, ya, ya, saya ingat-ingat lagi semuanya. Sehingga saya kembali berusaha menghidupkan blog dengan mengisi konten-konten tulisan yang semoga bisa konsisten selalu. Kanalnya saya sederhanakan supaya tidak ribet ketika mengisi konten tulisan dan ada satu yang saya ingat.

Kan yang paling penting adalah isinya (tulisan/ artikelnya), sebab itulah yang (kalau dibaca) akan memberi ilmu atau manfaat bagi pembacanya.

Jakarta, 30 April 2022

(Cerita dari Karina Lin dan gambar dari Rei dalam semangatkarin.com)

Karina Lin

Jurnalis dan Penulis
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!