Halloween di Itaewon: Momen Ditunggu Pasca Pandemi, Jadi Tragedi Memilukan di Korsel

Peristiwa Halloween di Itaewon adalah tragedi desak-desakan paling mematikan dalam sejarah di Korea Selatan.

Saya tuliskan sedikit ingatan saya tentang Itaewon yang pernah saya kunjungi pada Juni 2012. Saat itu saya sama sekali belum tertarik dengan segala hal yang terkait KPop maupun Korea Drama. Plus anggota rombongan lebih suka belanja ketimbang menikmati ambience Seoul, jadi dari jalan-jalan sepekan di Seoul termasuk Itaewon itu tidak banyak kesan yang nempel di kepala.

Kembali ke Itaewon, yang nempel di kepala adalah sebuah kawasan hiburan yang lengang di waktu siang. Dengan deretan toko-toko yang berjejer rapi, tempat orang berburu cinderamata khas Korea termasuk poster atau foto bintang Korea.

Saya berjumpa dengan satu-dua tentara Amerika di sana. Ada yang jalan kaki, ada juga yang naik mobil terbuka. Agak jauh dari tempat turun dari kendaraan, ada masjid di latar belakang. Hanya sekilas saja ingatan saya tentang Itaewon. Tapi tragedi Halloween ini membuat saya mengingat-ingat lagi tempat-tempat disana

Malam perayaan Halloween di Itaewon, Seoul pada Sabtu, 29 Oktober 2022 malam,  berubah menjadi tragedi yang menewaskan setidaknya 153 orang. Peristiwa itu adalah tragedi desak-desakan paling mematikan dalam sejarah di Korea Selatan.

Media sosial dalam tragedi Halloween ini juga ramai menuliskan ketika Lee Jihan meninggal dalam tragedi ini. Ia adalah seorang mantan idol yang pernah berpartisipasi dalam acara populer Produce 101. Lee Jihan akan dimakamkan pada 1 November 2022.

Dilansir dari sejumlah situs, puluhan konser Kpop dibatalkan dengan adanya tragedi ini. Jumlah korban meninggal dikhawatirkan masih akan bertambah, karena tidak sedikit korban kritis yang masih dirawat di sejumlah rumah sakit. Para pejabat mengatakan kebanyakan korban adalah anak-anak muda usia remaja dan 20an.

Meski bukan budaya asli Korea, Halloween yang biasa dirayakan pada 31 Oktober menjadi salah satu momen yang paling ditunggu warga Korea khususnya generasi muda penggemar KPop. Sepekan sebelum puncak perayaan Halloween anak muda Korea akan disibukkan dengan aneka aktivitas untuk menyiapkan kostum.

Hallowen sendiri merupakan tradisi yang lahir dari bangsa Celtic sekitar 2000 tahun silam, yang awalnya disebut dengan festival Samhain. Pada abad ke-7, Gereja Katolik Roma mengubah hari berkumpulnya orang-orang kudus All Saint Day atau All Hallows ke 1 November. Dalam perkembangannya, Gereja Khatolik Roma meluas hingga ke Celtic, sehingga lahirlah festival Hallowen ini.

Secara umum Halloween dirayakan dengan mengukir labu dengan bentuk tertentu, Selain itu perayaan Halloween juga dilakukan dengan mengenakan kostum-kostum tertentu yang sering diasosiasikan dengan kehidupan setelah kematian. Dalam perkembangannya Halloween sering diramaikan dengan aneka prank (permainan) dan pesta.  

Anak-anak muda di Seoul biasanya merayakan Halloween dengan menggelar pesta di malam hari maupun malam menjelang Halloween. Sehingga banyak restoran, kafe, dan bar di Korsel menggelar event khusus untuk merayakan Halloween, seperti pertunjukan drag hingga pesta kostum gratis.

Perayaan Halloween juga sering dijadikan momen manajemen artis di Korea untuk menghimpun penggemar. Artis didatangkan dengan mengenakan kostum khusus yang lucu dan unik untuk menarik agar para penggemar datang.

Salah satu festival Halloween yang dihadirkan para artis K-Pop yang paling ditunggu adalah acara tahunan yang diselenggarakan SM Entertainment.

Namun, Soompi melansir, dengan adanya tragedi Itaewon,  acara tersebut dibatalkan. Pihak SM Entertainment mengumumkan bahwa acara bertajuk “SMTOWN WONDERLAND” itu dibatalkan sebagai bentuk solidaritas bagi para korban

Kawasan Itaewon, merupakan salah satu lokasi sering digelar perayaan Halloween selain di Gangnam dan Seoul Hongdae. Itaewon yang berada di pusat kota Seoul adalah pusat klub malam dan bar yang sering didatangi ekspatriat dan warga lokal.

Dilansir VOA, pada Sabtu malam itu ribuan orang berdesakan ingin merayakan Halloween. Tahun ini, pengunjung membludak terutama karena ini adalah Halloween pertama setelah pembatasan sosial terkait Covid-19 dilonggarkan. Media lokal memperkirakan sekitar 100.000 orang berkumpul di area itu.

Belum jelas apa yang memicu insiden yang dimulai di belakang Hotel Hamilton di sebuah lorong sempit yang dipenuhi klub-klub itu.

Namun aparat memastikan tidak ada kebakaran ataupun kondisi terkurung dalam insiden tersebut.

Diduga lorong sempit yang dipadati pengunjung menjadi pemicu tragedi ini, karena lokasi yang tidak mampu menampung puluhan ribu pengunjung yang datang dalam waktu bersamaan. Video yang tersebar secara daring menunjukkan, ribuan orang berjalan kaki berdesakan memasuki sebuah gang kecil. Akibatnya, ribuan orang terperangkap dalam kerumunan.

Suara musik bising membuat teriakan korban yang membutuhkan pertolongan tidak terdengar. Kebingungan itu kian bertambah dengan kostum Halloween yang dikenakan para pengunjung.

Sementara, dentuman musik yang keras masih terdengar dari klub-klub yang sepertinya tidak menyadari kekacauan yang terjadi di luar. Ketika insiden mereda, para pengunjung – banyak yang mengenakan kostum Halloween- berusaha melakukan resusitasi jantung paru (CPR) terhadap korban cedera.

Ketika matahari terbit di Seoul pada Minggu (30/10/2022), banyak bagian wilayah di Itaewon masih dipasangi garis polisi. Sementara, polisi melakukan penyelidikan dan pembersihan di area itu. Dekat lorong di mana insiden dimulai, masih terlihat beberapa benda milik pribadi, termasuk sebuah sepatu di trotoar.

Masih menurut VOA, seorang saksi mata mengatakan pada awal kekacauan, ia mengira orang-orang yang tergeletak di jalan itu mabuk atau pingsan. Baru belakangan ia menyadari mereka cedera atau bahkan telah meninggal.

Beberapa jam setelah insiden itu, ribuan orang masih terus berpesta di klub-klub malam Itaewon, sementara para petugas darurat mengangkut para korban ke jejeran ambulans yang bersiaga.

Otoritas setempat mengatakan setidaknya 26 warga asing — dari China, Uzbekistan, Norwegia, Amerika Serikat, Prancis dan Iran — termasuk di antara korban tewas. Sedangkan dari 133 orang yang dilaporkan luka-luka, 37 dinyatakan dalam kondisi kritis. Sebanyak 15 korban luka adalah warga negara asing.

Petugas sulit mengidentifikasi jenazah korban. Salah satu alasannya, banyak korban yang memakai kostum Halloween dan tidak membawa kartu identitas. Informasi terbaru menyebut dari 153 korban meninggal, 56 adalah laki-laki dan 97 perempuan.

Warga Pertanyakan Pencegahan yang Minim

Pasca kejadian, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol yang berkantor tak jauh dari Itaewon langsung mendeklarasikan masa berkabung hingga 5 November 2022.

Sementara distrik Yongsan-gu, tempat Itaewon berlokasi dinyatakan sebagai daerah  bencana khusus.

Dalam pernyataannya, Yoon mengatakan prioritas pemerintah adalah mencari tahu penyebab tragedi itu, agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan. Yoon berjanji untuk menerapkan langkah-langkah baru untuk mencegah insiden serupa terjadi lagi

“Pemerintah akan “melakukan inspeksi darurat tidak hanya untuk acara Halloween tetapi juga untuk festival lokal dan mengelolanya secara menyeluruh sehingga dilakukan dengan tertib dan aman,” ujarnya sebagaimana dikutip CNN.

Pemerintah. Lanjut Yoon, juga akan memberikan perawatan psikologis dan bantuan untuk keluarga korban meninggal maupun terluka.

Saat bangsa Korea terguncang dan berduka atas dengan tragedi memilukan itu, pertanyaan muncul. Bagaimana bencana semacam itu bisa terjadi di daerah yang bertahun-tahun menjadi tempat populer bagi orang-orang saat perayaan Halloween tiba.

“Sulit untuk menentukan dengan tepat apa yang mungkin memicu tragedy ini, tetapi seharusnya pihak berwenang sudah mengantisipasi kemungkinan membludaknya pengunjung sebelum Sabtu malam,” kata Juliette Kayyem, pakar manajemen bencana dan analis keamanan nasional untuk CNN.

“Harus ada tanggung jawab dari pihak berwenang untuk memantau volume kerumunan secara real time, sehingga mereka dapat merasakan kebutuhan untuk mengeluarkan orang atau membatasi jumlah pengunjung,” tambahnya.

Suah Cho, 23, terjebak dalam kerumunan tetapi berhasil menyelamatkan diri ke sebuah bangunan di sepanjang gang. Ketika ditanya apakah dia melihat petugas yang mencoba membatasi jumlah pengunjung yang memasuki gang tersebut, menurut pengamatannya hal itu tidak dilakukan

“Sebelum kejadian, sama sekali tidak ada pembatasan,” ujarnya.

Saksi mata lain menggambarkan situasinya menjadi “semakin buruk,” dan mengatakan bahwa mereka dapat mendengar “orang-orang berteriak meminta bantuan untuk orang lain, karena tidak ada cukup petugas penyelamat yang dapat menangani semua itu.”

Tragedi Itaewon ini seolah mengingatkan bahwa saat terjadi kerumunan massa dalam jumlah besar terjadi,  maka desak-desakan bisa kapan saja terjadi. Untuk itu, persiapan dan antisipasi serta perlindungan mutlak dibutuhkan. 

Esti Utami

Selama 20 tahun bekerja sebagai jurnalis di sejumlah media nasional di Indonesia
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!