Sudah Lama Tak Ada Film Superhero Perempuan, Kini Muncul ‘Sri Asih’

Sudah lama film Indonesia tak memunculkan tokoh superhero perempuan, kini muncul Sri Asih, perempuan yang jadi superhero. Mengapa superhero perempuan di Indonesia tak banyak muncul di film?

Sebut saja film-film yang lebih sering memunculkan tokoh superhero laki-laki, seperti Gatotkaca, Gundala, Wiro Sableng dan beberapa lainnya. Berbeda dengan superhero laki-laki, superhero perempuan sangat jarang ditampilkan di film. 

Suara.com mencatat ada sejumlah superhero perempuan yang ditampilkan di film seperti Saras 008 atau Winda Gang, tapi film-film ini sudah lama munculnya. Setelah absen lama, maka muncullah Film “Sri Asih.” Mengapa superhero perempuan muncul di tengah lama absennya mereka? 

Film “sri Asih” dibuka oleh cerita asal-muasal tokoh Sri Asih. Ada sepasang suami dan istri yang sedang hamil yang sedang mengunjungi Gunung Merapi. Perempuan yang sedang hamil menyatakan kepuasannya karena akhirnya bisa mengunjungi serta berfoto di depan gunung itu.

Saat sedang menikmati pemandangan, Gunung Merapi tiba-tiba bergelegar dan meletus. Suami-istri itu pun berusaha menyelamatkan diri dengan mobil. Lava gunung, yang digambarkan seperti monster yang sedang mengamuk, mengejar keduanya.

Sri Asih nama anak yang dilahirkan ini, kemudian memiliki nama Alana (Pevita Pearce). Ia lahir di dalam mobil saat kehamilan ibunya baru berusia lima bulan.

Sentuhan mistis terasa sejak film ini dibuka, sampai Alana lahir. Menjadi film kedua dari Jagat Sinema Bumilangit, film “Sri Asih” dirilis tiga tahun setelah film pertama, Gundala. Disutradarai oleh Upi Avianto, Sri Asih atau Alana kecil kemudian besar di panti asuhan.

Alana digambarkan sebagai anak perempuan yang berani membela teman laki-lakinya yang di-bully. Tangguh. Berbadan lebih kecil dari ketiga anak laki-laki yang merundungnya, tak lantas membuatnya ciut. Ia ternyata juga memiliki kekuatan super, yang saat itu belum dikenalnya, sehingga bisa mengalahkan ketiga anak laki-laki yang jauh lebih besar darinya.

Saat itulah, Alana diangkat anak oleh seorang perempuan, Sarita Hamzah (Jenny Zhang) yang mengajarinya Mixed Martial Art (MMA).

Alur yang dipercepat segera menunjukkan Alana dewasa sebagai fighter paling kuat. Ia pun menarik perhatian Mateo Adinegara (Randy Pangalila), anak dari Prayogo Adinegara (Surya Saputra), seorang pengusaha kaya yang juga berkuasa. Mateo yang dibebaskan dari hukuman kepolisian meski terbukti melakukan kekerasan terhadap perempuan, merasa bisa mengalahkan Alana.

Seperti film Gundala, Sri Asih juga berusaha menyajikan berbagai permasalahan sosial. Misalnya, bagaimana pertandingan olah raga bisa dimanipulasi sehingga pemilik modal semacam Mateo bisa keluar sebagai pemenang. Hanya saja, tak seperti Gundala yang dipaksa oleh keadaan untuk menjadi pahlawan dengan kekuatan supernya, Alana justru diberi penjelasan oleh Eyang Mariani (Christine Hakim) bahwa dirinya merupakan titisan Dewi Asih, yang memiliki kekuatan super untuk menjaga kedamaian bumi, tetapi juga diincar oleh  Dewi Api yang jahat, beserta panglima-panglimanya.

Hanya saja yang mengganjal, Alana tampak tidak memiliki keraguan terhadap penjelasan Eyang Mariani yang baru dikenalnya. Di samping itu, tokoh seperti cucu Eyang Mariani, Kala (Dimas Anggara), justru menjadi salah satu tokoh sentral. Kala dan Tangguh dewasa (Jefri Nichol) menggeser kehadiran dua teman laki-laki Alana dari sasana.

Kedua tokoh teman laki-laki Alana yang muncul di awal, kemudian hilang di pertengahan film. Padahal salah satunya tampak hadir sebagai perwakilan wilayah timur Indonesia sebagaimana tampak dari logatnya. Film pun menjadi semakin Jawa-sentris karena hilangnya tokoh ini. Apalagi, Alana kemudian mengikuti ritual penobatan sebagai titisan dewi Asih dengan unsur-unsur kebudayaan Jawa Tengah yang cukup kental—sebagaimana terlihat dari kehadiran sinden, musik, beserta tari-tariannya.

Perempuan Sebagai Pahlawan Super

Alana juga digambarkan sebagai orang yang peduli, ia peduli  pada keadaan anak perempuan Renjana (Faradina Mufti), tetangga Tangguh, yang psikisnya  terdampak ketidakstabilan lingkungan sekitar. Ia juga berjanji akan menyelamatkan Renjana dan anak perempuannya. 

Tak seperti Gundala yang masih memiliki kemarahan terhadap ketidakadilan yang terjadi di sekitarnya, Sri Asih justru senantiasa berusaha mengendalikan amarahnya, terutama setelah disucikan dalam ritual penobatan titisan Dewi Asih

Ibu angkat Alana, Sarita Hamzah, juga turut dalam membantu Alana menemukan jati dirinya sebagai titisan Dewi Asih. Meskipun bekerja sebagai pelatih fighter dalam MMA, Sarita Hamzah tidak kehilangan kelembutan dan menjadi pengingat bagi Alana agar senantiasa mengontrol kemarahannya. Ia bahkan meminta Alana untuk tidak bertanding apabila belum bisa mengelola emosinya.

Alana juga dikelilingi perempuan-perempuan yang berpihak pada kebaikan. Selain Ibunya dan Eyang Mariani, ada juga Renjana yang menjadi pelindung. Tokoh-tokoh perempuan lain di kubu berbeda tidak digambarkan terlalu dalam. Sementara itu , tokoh laki-laki di dalam film muncul sebagai sosok yang lebih lemah dari Alana, atau kalau tidak, menjadi penjahat.

Pembalikan Tokoh Baik

Mulanya penonton digiring untuk meyakini kalau laki-laki kaya dan berkuasa di dalam film merupakan tokoh-tokoh jahat yang perlu dilawan oleh Alana. Hal ini tampak dari kehadiran Mateo yang juga pelaku kekerasan terhadap perempuan, yang sempat menantang Alana. Alana pun digambarkan sempat kehilangan kendali saat melawan Mateo.

Namun menariknya, terdapat kejutan di ujung cerita yang menunjukkan bahwa laki-laki kaya dan berkuasa itu hanya alat saja.

Meski masih mengadopsi tipe film superhero populer dimana kebaikan harus melawan kejahatan-dan akan menang-tapi karakter penjahat di film Sri Asih tampak berbeda dari kebanyakan film. Ia bukan laki-laki kaya raya yang berkuasa, tapi laki-laki yang punya begitu banyak kemarahan di dalam dirinya, meski sehari-sehari tampak seperti laki-laki yang baik. Padahal di film lain, tokoh yang sehari-harinya bekerja menjaga keamanan, seperti tentara dan polisi, biasanya bersekutu dengan pahlawan super untuk mengalahkan penjahat, tapi tidak begitu dalam film Sri Asih.

Hanya saja, pengembangan karakter tokoh jahat sentral dalam film ini tidak begitu jelas. Apakah ia sejak awal memang mengincar Alana, ataukah ia begitu marah pada hidupnya sendiri, ‘dirasuki’ Dewi Api—yang merupakan musuh Dewi Asih, sehingga menjadikan Alana sebagai pelampiasan amarahnya saja. Ada pula kemungkinan lain bahwa tokoh jahat sentral di dalam film ini hanya alat bagi Ghazul (Ario Bayu) untuk membangkitkan pahlawan-pahlawan super lain yang akan hadir.

Alana diperankan dengan baik oleh Pevita Pearce yang mengingatkan kalau dunia MMA tidak hanya untuk laki-laki. Meskipun demikian, beberapa kali, adegan pukul-pukulan di dalam film tampak lambat, seolah-olah setiap orang menunggu untuk memukul dan dipukul. Bagaimanapun, Sri Asih tetap patut diapresiasi karena kembali menghadirkan pahlawan perempuan asli Indonesia setelah sekian lama tak juga muncul tokoh superhero perempuan Indonesia.

(Foto: Okezone)

Sanya Dinda

Sehari-hari bekerja sebagai pekerja media di salah satu media di Jakarta
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!