Aksi Lilitkan Kain ke Pohon, Perempuan Wadon Wadas Tolak Tambang Andesit

Para perempuan Wadon Wadas kembali melakukan aksi menolak pembangunan tambang andesit. Dalam aksinya mereka mengenakan pakaian tradisional Jawa, yaitu berkain panjang (jarik) yang diikat ke tubuh dengan stagen warna putih.

Wadon Wadas, kelompok perempuan di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah menggelar aksi untuk menolak rencana pemerintah menambang batu andesit di desa mereka.

Aksi yang dilakukan pada 6 Januari 2023 ini dinamakan “Wadon Wadas Mangku Bumi Pertiwi” (Perempuan Wadas Menyelamatkan Bumi Pertiwi). Ini dilakukan dengan cara simbolis melilitkan kain stagen ke batang pohon-pohon besar.

Dalam tradisi masyarakat Jawa, seorang ibu selalu mangku atau menjaga anaknya. Ini pula yang dilakukan Wadon Wadas, mereka mangku atau menjaga Bumi Pertiwi di Wadas karena selama ini alam Wadas yang kaya telah memberikan kehidupan bagi warga Wadas.

Aksi yang diikuti sekitar 40-an anggota Wadon Wadas ini juga diikuti warga desa anggota Gerakan Masyarakat Peduli Lingkungan Desa Wadas (Gempadewa). Walaupun pemerintah terus merayu warga untuk menjual tanahnya dengan harga tinggi, Wadon Wadas dan Gempadewa tetap kukuh menolak pembangunan tambang.

Kasus di Wadas adalah salah satu bentuk konflik agraria yang sudah berlangsung beberapa tahun. Konflik ini telah menyebabkan masyarakat desa terpecah.

Sebelumnya, pemerintah berencana menambang batu andesit di Wadas untuk materi pembangunan Bendungan Bener di Purworejo. Bendungan yang berada sekira 10 kilometer dari Desa Wadas ini adalah  Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk keperluan irigasi, pebangkit tenaga listrik, dan penunjang pariwisata.

“Kami ingin menunjukkan masih ada warga Wadas yang masih konsisten menolak tambang batu andesit,” ujar Tri Handayani (Wiji) dari Wadon Wadas.

Ia mengatakan lokasi tambang batu andesit seluas 114 hektar yang berada di kawasan perbukitan itu berpotensi menyebabkan bencana bagi warga. Pasalnya, selama ini kawasan Wadas dikenal  sebagai daerah  rawan longsor.

“Tambang andesit yang dilakukan dengan mengeruk tanah akan menyebabkan potensi longsor di Wadas makin tinggi. Bencana ini terutama mengintai wilayah Kaligendol dan Randuparang di Desa Wadas yang berbatasan langsung dengan lokasi tambang.”

Dalam pernyataan sikap yang diterima Konde.co, para Wadon Wadas menyatakan, mereka mengenakan pakaian tradisional Jawa, yaitu berkain panjang (jarik) yang diikat ke tubuh dengan stagen warna putih. Stagen adalah kain panjang yang digunakan untuk melekatkan jarik ke tubuh perempuan pemakainya

Mereka berjalan bersama-sama menuju lokasi tambang sambil membawa wayang-wayang kardus, antara lain berbentuk tikus, lambang pejabat korup.

Tiba di lokasi tambang, mereka berdiri di samping pohon-pohon besar, seperti pohon durian, karet, waru dan lainnya. Pepohonan itu adalah sumber penghidupan bagi warga Wadas, penahan longsor, dan sarana untuk menyimpan air hujan ke dalam tanah.

Setelah doa bersama, prosesi diawali dengan pelilitan stagen berumur 90 tahun milik Rubiah pada pohon durian besar yang berada di tanah milik Ngatinah. Rubiah memutar tubuhnya dan dengan bantuan Ngatinah, stagen yang melilit bagian perutnya berpindah melilit batang pohon durian. Selanjutnya mereka menaburkan bunga setaman di sekeliling pohon.

Walaupun hujan turun deras, masing-masing anggota Wadon Wadas tetap melakukan prosesi pelilitan kain stagen warna putih pada sekira 20 pohon. Ini adalah simbol bahwa pohon-pohon itu tidak akan diserahkan untuk kepentingan tambang batu andesit atau quary.

Wiji menjelaskan aksi ini juga jadi simbol pengharapan agar warga yang masih kukuh menolak tambang andesit senantiasa mendapat kekuatan dalam menjaga dan menjalankan nasihat, pelajaran, berkah, dan kekayaan spiritual yang diwariskan secara turun-temuru. Cara ini secara alamiah bisa menjaga kelestarian alam wadas.

“Bila tanah dan pohon-pohon itu hilang, kami juga akan kehilangan mata pencaharian kami,” tambahnya.

Wiji mengatakan pemerintah perlu menghargai warga Wadas yang menolak melepaskan tanahnya menjadi lokasi tambang andesit. Bagi mereka, mempertahankan kelestarian lingkungan bagi kepentingan bersama adalah hak sekaligus kewajiban bagi warga negara yang mengerti nilai-nilai Pancasila

“Mempertahankan tanah dan kelestarian alam adalah hak warga negara. Hak kami ini dilindungi konstitusi dan undang-undang,” tegasnya.

Sementara itu Talabudin (Budin) dari Gempadewa menyatakan dukungannya terhadap aksi Wadon Wadas. Ia gembira karena masih ada warga Wadas yang konsisten mempertahankan ruang hidup untuk keselamatan seluruh warga desa.

“Kami berharap pemerintah mau mendengarkan aspirasi warga ini. Mempertahankan lingkungan dari kerusakan akibat tambang adalah untuk keberlangsungan hidup seluruh warga,” ujarnya.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!