Yuk, Pekerjakan Penyandang Disabilitas: Ini Penting Buat Perusahaan Agar Inklusif

Banyak pengumuman lowongan pekerjaan yang masih memberikan persyaratan bagi calon pekerja yang melamar pekerjaan harus sehat jasmani dan rohani. Ini mendiskriminasi penyandang disabilitas.

Henny Inneke, seorang psikolog yang pernah bekerja sebagai HRD sebuah hotel di Bali merasa prihatin ketika melihat fakta bahwa banyak penyandang disable yang tidak bisa bekerja.

Walau sudah ada UU Penyandang Disabilitas yang menyebutkan bahwa para penyandang disabilitas bisa bekerja di pemerintahan dan perusahaan, namun Henny Inneke melihat tak semuanya mulus seperti itu. Banyak disabilitas yang ditolak perusahaan yang hanya mau menerima penyandang disable yang kakinya sakit atau tangannya sakit. Bagaimana dengan yang lain, yang disable netra, rungu dan disable intelektual?

Pemerintah juga beberapa kali dalam pengumuman lowongan pekerjaan juga masih memberikan persyaratan bagi calon pekerja yang melamar pekerjaan harus sehat jasmani dan rohani.

Melihat kondisi ini, Henny kemudian mengusulkan agar pimpinannya dan sejumlah pimpinan perusahaan lain mulai membuka diri dan menerima pekerja penyandang disabilitas.

Di Bali, Henny melakukannya dengan berbagai strategi, ia menyatakan pada banyak orang bahwa turis-turis bule akan suka jika ada disabilitas yang bekerja karena ini sama dengan kredit point yang bagus untuk perusahaan. Orang bule suka dengan inklusivitas.

“Saya lalu bilang, bahwa bule-bule atau turis wisatawan pasti akan suka dengan ini karena ini artinya mereka menginap di hotel yang menerapkan inklusivitas.”

Dorongan Henny ini berhasil setelah pimpinannya dan sejumlah hotel lain menerapkan ini di hotel-hotel mereka. Henny Inneke menceritakan ini dalam acara yang diselenggarakan oleh Yayasan Peduli Sindroma Down (Yapesdi)  pada 10 Februari 2023 di  Jakarta.

Henny Inneke menambahkan, di hotel misalnya penyandang disabilitas bisa bekerja sebagai Bell boy ; Room boy ; GRO;Housekeeping;Room Service;  Staff Dapur; Waiter/Waitress. Lalu operator produksi ; security ; packing ; warehouse. Juga sebagai dancer ; phographer ; model dan stock opname ; labeling ; scanner.

“Ada yang sebagai scanner dan security packing dan berhasil. Ini artinya jika kita terbuka dan menerima, semua akan berhasil, para penyandang disabilitas bisa bekerja.”

Pentingnya menerima penyandang disabilitas ini merupakan bagian penting dari kebijakan dalam UU.  

Dalam UU Disabilitas dalam pasal 53 ayat (1) UU 8/2016 disebutkan, pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Pasal 53 ayat (2) UU ini juga menyebutkan, perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja pengusaha wajib mempekerjakan tenaga kerja penyandang disable minimal 1% dari pekerja yang ada di perusahaannya.

Mengapa penyediaan lapangan kerja bagi pekerja disable ini sangat penting? Persatuan Bangsa-Bangsa/ PBB mencatat, 80% dari penyandang disabilitas masih hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah pedesaan dimana akses terhadap pelayanan sangat terbatas.

Lebih dari 90 persen dari anak-anak yang penyandang disabilitas di negara berkembang tidak bersekolah, menurut data UNICEF. Penyandang disabilitas memiliki kemungkinan kecil untuk dipekerjakan dibandingkan dengan mereka yang tidak disable

Tingkat melek huruf bagi orang dewasa penyandang disabilitas sebesar 0,3 persen dan 0,1 untuk perempuan penyandang disabilitas, menurut data UNDP. Data juga menunjukkan, ketika para pekerja ini dipekerjakan, seringkali mereka bekerja untuk pekerjaan yang dibayar rendah dengan kemungkinan promosi yang sangat kecil serta kondisi kerja yang buruk.

Ketidakmampuan secara fisik tidak hanya mempengaruhi para penyandang disabilitas,  namun juga keluarga mereka. Banyak dari anggota keluarga yang harus menjadi care giver atau pendamping, ini yang kadang tidak dipikirkan banyak orang.

Menurut statistik, pada 1 dari 1.000 kelahiran bayi terdapat bayi dengan sindroma Down. Hingga saat ini diperkirakan di Indonesia ada setidaknya sekitar 270.000 hingga 337.000 orang dengan sindroma Down. Meskipun jumlahnya cukup tinggi, nyatanya belum banyak masyarakat dan pemangku kebijakan di Indonesia yang memahami apa itu sindroma Down terlebih memperhatikan pemenuhan hak-hak mereka.

Orang-orang dengan sindroma Down belum terinklusikan secara baik dalam ranah pendidikan apalagi pekerjaan. Berbagai stigma melekat kepada komunitas ini, termasuk ketidakmampuan untuk berkomunikasi, ketidakcakapan dalam bekerja sehingga minimnya kesempatan yang dimiliki mereka untuk mengaktualisasikan diri dan menjadi mandiri secara finansial. Padahal, melalui pendidikan dan pelatihan yang tepat dan sesuai untuk pekerjaan yang disasar orang dengan sindroma Down mampu untuk dididik dan kemudian untuk bekerja. Oleh karena itu, kegiatan pengenalan komunitas ini menjadi relevan dan penting bagi YAPESDI selaku organisasi pemberdaya orang dengan sindroma Down

Kegiatan Yapesdi ini bertujuan untuk memperkenalkan komunitas orang muda dengan sindroma Down melalui pemaparan informasi oleh psikolog berpengalaman, sesi diskusi, serta unjuk bakat oleh komunitas orang muda dengan sindroma Down/disabilitas intelektual. Lalu memberi pengetahuan bagi seluruh peserta tentang sindroma Down termasuk kemampuan orang muda dengan sindroma Down untuk bekerja dan sebagai sarana sosialisasi dan diskusi dengan harapan dapat terbukanya peluang bekerjasama untuk mempekerjakan orang muda dengan sindroma Down.

(Tulisan Ini Merupakan Bagian dari Program “Suara Pekerja: Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja” yang Mendapat Dukungan dari VOICE”)

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas

Let's share!

video

MORE THAN WORK

Mari Menulis

Konde mengundang Anda untuk berbagi wawasan dan opini seputar isu-isu perempuan dan kelompok minoritas

latest news

popular