‘Everything Everywhere All at Once’ Melihat Hubungan dengan Orangtua di Film Oscar 2023

Selama orang tua merasa lebih berkuasa atas pilihan hidup anak-anak mereka, hubungan yang sehat antara orang tua dengan anak tidak akan pernah terjalin.

Suatu hari, seorang teman pernah bilang, ia ingin punya anak agar kelak ada yang mengurusnya saat tua. Teman saya hanya salah satu dari begitu banyak orang di dunia ini yang memandang anak sebagai investasi atau jaring pengaman bagi masa depan. 

Tak hanya menjadi pengurus, anak juga seringkali diharapkan sebagai pendukung finansial bagi orang tua yang telah pensiun ataupun pengirim doa bagi orang tua yang sudah meninggal dunia. Harapan yang terakhir terutama didorong oleh kepercayaan dalam salah satu agama, bahwa doa anak yang baik menjadi salah satu amalan yang tidak akan putus.

Hubungan orang tua dengan anak menjadi salah satu permasalahan yang digarisbawahi oleh film pemenang Penghargaan Oscar 2023, ‘Everything Everywhere All at Once’ dan ‘Pinocchio‘.

Film ‘Everything Everywhere All at Once‘ yang disutradarai oleh Daniel Kwan dan Daniel Scheinert ini berhasil membawa pameran utamanya,  Michelle Yeoh, mencatatkan sejarah. Ia menjadi perempuan Asia pertama yang memenangi piala Oscar. 

Michelle Yeoh berperan sebagai Evelyn, perempuan paruh baya keturunan Asia di Amerika. Ternyata, Evelyn memiliki beragam kehidupan yang tersebar di multiverse. Singkatnya, di multiverse, ia juga memiliki musuh utama bernama Jobu Tupaki, yang sebetulnya merupakan anaknya sendiri,yakni Joy (Stephanie Hsu).

Baca Juga: Sejarah Baru, Michelle Yeoh Perempuan Asia Pertama Pemenang Oscar

Hubungan ibu dan anak perempuan seringkali diangkat ke dalam film-film ataupun serial di Amerika Serikat. Biasanya, konflik di antara keduanya memanas saat anak perempuan berada di bangku sekolah menengah. Sementara sang ibu sedang kerepotan mengurus anak-anaknya–termasuk mengatur keuangan, anak perempuan remaja juga baru belajar menavigasi kehidupannya sendiri.

Namun dalam film ini, Joy sudah dewasa. Ia kerap enggan datang ke rumah orang tuanya karena ibunya tidak pernah bisa sepenuhnya menerima bahwa ia adalah seorang lesbian. Evelyn juga kerap berbohong pada ayahnya sendiri atau kakek Joy, Gong Gong (James Hong)–yang lebih konservatif, dengan mengatakan bahwa pacar Joy hanyalah teman perempuan anak itu.

Agaknya, Evelyn berbohong karena ia khawatir ayahnya tidak dapat menerima identitas seksual Joy. Pasalnya, saat muda, Evelyn juga telah mengalami penolakan dari ayahnya. Saat itu, ia memilih pergi dari rumahnya di China untuk membersamai laki-laki yang dicintainya dan ‘hijrah’ ke Amerika Serikat. Karena itu, hubungan Evelyn dengan Gong Gong sempat renggang.

Hubungan antara orang tua dan anak juga tampak dalam film ‘Pinocchio‘, yang memenangi Penghargaan Oscar 2023 sebagai film animasi terbaik. Dalam film yang disutradarai oleh Guillermo del Torro itu, seorang pengrajin kayu bernama Geppetto kehilangan anak laki-lakinya, Carlo, dalam pengeboman. Di tengah masa berkabung, ia membuat sebuah boneka kayu yang ia namai Pinocchio, yang kemudian bisa hidup selayaknya anak laki-laki.

Pinocchio yang ingin mempermudah hidup Gepetto, kerap mengambil langkah yang justru dianggap merepotkan oleh ayahnya. Hingga suatu ketika, Geppetto sangat marah dan mengungkapkan kekecewaannya pada pinocchio. Ia menganggap Pinocchio sebagai beban, sehingga anak laki-laki kayu itu kabur dari rumah.

Berdialog dan Saling Mengerti

Dalam ‘Everything Everywhere All at Once‘, konflik antara Evelyn dan Joy mereda ketika Evelyn mulai mendengarkan anak perempuannya. Melalui dialog antara keduanya, Evelyn berusaha memutus trauma antar generasi yang juga menghantuinya. Selepas melampaui pertempuran lintas universe, ia pun menerima Joy dan berkata jujur pada Gong Gong tentang identitas seksual anaknya.

Baca Juga: Film ‘The Power of the Dog’ dan ‘Dune’ Raih Nominasi Oscar Terbanyak

Hal yang sama juga terjadi di film Pinocchio. Mulanya, Geppetto mengharapkan agar Pinocchio bisa menjadi seperti Carlo yang cerdas dan tidak ‘nakal’. Namun kemudian, ia disadarkan oleh Sebastian J. Cricket, seekor belalang teman Pinocchio. Kalau Pinocchio bisa menyayangi Gepetto apa adanya, kenapa sebagai ayah, ia tidak bisa melakukan hal yang sama?

Dengan atau tanpa sadar, orang tua kerap kali melihat anak sebagai investasi. Anak yang tidak sesuai dengan harapan orang tua pun disebut ‘investasi bodong’. Akhirnya, orang tua kerap tanpa sadar melukai anak-anak mereka dengan tidak menerima anak-anak mereka apa adanya. Padahal, dalam buku ‘All About Love‘, bell hooks juga mengatakan kita tidak bisa mengklaim bahwa kita mencintai anak kita, tetapi pada saat yang sama kita melukai mereka.

Anak-anak juga memiliki hak untuk merasa aman, dicintai, dan dihormati. Mereka bukan sekadar properti orang tua.

Pembahasan tentang anak dan orang tua cukup sensitif. Di media sosial seperti Twitter, beberapa netizen kerap menyanggah opini bahwa orang tua juga bisa zalim terhadap anak. Anak tetap diwajibkan untuk berbakti kepada orang tua, sekalipun mendapatkan perlakuan tak mengenakkan. 

Padahal, seperti kata hooks, selama orang tua merasa lebih berkuasa atas pilihan hidup anak-anak mereka, hubungan yang sehat antara orang tua dengan anak dak akan pernah terjalin.

(Sumber Gambar: Official Instagram Michelle Yeoh)

Sanya Dinda

Sehari-hari bekerja sebagai pekerja media di salah satu media di Jakarta
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!