Kekerasan Seksual di Kantor Toksik: Saya Tak Bisa Lapor HRD dan Kena Victim Blaming

Maya kebingungan melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya di kantor. Dia justru disalahkan, ditakuti dan dibuat tak nyaman. HRD yang mestinya jadi "jalan pelaporan" kasus pun, tidak dimiliki kantornya. Ia harus bagaimana?

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan. Bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, dan Perempuan Mahardhika. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan. 

Tanya:

Halo, perkenalkan saya Maya, saya mau menanyakan ke klinik hukum perempuan. Saya mengalami kekerasan seksual baik secara fisik dan verbal dari rekan kerja. Namun, saya bingung melaporkannya kemana karena ruang lingkup kantor saya kecil tidak ada HRD yang dapat membantu pekerja melaporkan kekerasan yang terjadi. Ruang lingkup yang kecil itu juga menyebabkan kasus tersebut menyebar kepada rekan-rekan kerja. Mereka sibuk membicarakan saya, sibuk menyalahkan saya sebagai pemicu terjadinya kekerasan. Saya merasa dibuat tidak nyaman dan takut oleh pelaku juga rekan kerja. Saya takut kehilangan pekerjaan karena mereka kerap mencari kesalahan dari setiap pekerjaan saya. Apakah ada aturan tentang kekerasan seksual di dunia kerja? Dan Upaya apa yang dapat saya lakukan dengan ruang lingkup kerja yang seperti itu? Semoga klinik hukum perempuan bisa membantu menjelaskannya.

Jawab: 

Halo Maya. Saya Tutut Tarida dari Advokat Gender. Terima kasih telah berkonsultasi dengan klinik hukum Perempuan, kami turut prihatin atas kekerasan seksual yang terjadi. Sampai saat ini, tempat kerja memiliki kerentanan tinggi terjadinya kekerasan seksual. 

Tingginya Angka Kekerasan Seksual di Tempat Kerja

Berdasarkan survei ILO tahun 2022, sebanyak 70,93% dari total 1.173 responden mengaku pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Sebanyak 69,35% korban mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan dan pelecehan. Sementara itu, kekerasan dan pelecehan paling sering dialami korban adalah yang bersifat psikologis sebanyak 77,40%, disusul seksual sebanyak 50,48%. Sampai saat ini, jumlah korban kekerasan di tempat kerja masih didominasi oleh perempuan sebanyak 656 orang. 

Berdasarkan data Komnas Perempuan, pada tahun 2021, terdapat 389 kasus kekerasan seksual di tempat kerja dengan korban sebanyak 411 korban. Sedangkan, tahun 2022 terdapat 324 kasus dan 384 korban dan hingga Mei 2023 terdapat 123 kasus dan 135 korban.

Tingginya angka kekerasan seksual yang didominasi pekerja perempuan sebagai Korbannya, perlu penanganan yang serius. Serta didukung aturan tentang kekerasan seksual di tempat kerja yang berpihak pada Korban.

Aturan Tentang Kekerasan Seksual di Tempat Kerja

Setiap warga negara berhak dalam pekerjaannya maupun penghidupannya diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabat sebagai seorang manusia (Pasal 27 ayat 2 UUD NRI 1945). 

Kamu sebagai pekerja/ buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan Kesehatan kerja, moral dan kesusilaan. Kamu juga berhak mendapat perlakukan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Perlindungan itu juga termasuk perlindungan dari tindak kekerasan seksual.

Secara umum, Korban kekerasan seksual mengalami dampak psikologis antara lain merasa malu, kaget, menyalahkan diri sendiri, marah, frustasi, bingung, depresi dan mengisolasi diri. Kondisi ini dapat terjadi pada pekerja/ buruh, pengusaha atau pihak-pihak terkait yang menjadi Korban kekerasan seksual. Dampak dari itu, bisa mempengaruhi kinerja dan menciptakan hubungan kerja yang tidak kondusif sehingga mengganggu kenyamanan dalam bekerja dan berusaha.

Dilihat dari tingginya jumlah kasus kekerasan seksual di tempat kerja, juga pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja (Kepmenaker 88/2023) sebagai panduan bagi pengusaha, pekerja/buruh, instansi pemerintah, dan masyarakat umum. Tujuannya, dalam melakukan pencegahan dan penanganan seksual di tempat kerja serta mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif, harmonis, aman, nyaman dan bebas dari Tindakan kekerasan seksual di tempat kerja.

Menteri Ketenagakerjaan menyampaikan bahwa “Kekerasan seksual tidak dapat ditoleransi sehingga pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja ini sangat membutuhkan pemahaman, perhatian, dan dukungan dari semua pihak”.

Baca Juga: Kalau Kamu Jadi Korban Kekerasan Seksual, Pilih Lapor Satgas TPKS atau Polisi?

Ruang lingkup Kepmenaker 88/2023 mengatur bentuk kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam UU TPKS, upaya-upaya pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja. Yaitu berupa pengaduan, penanganan, dan pemulihan korban pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja; serta pembentukan, fungsi, dan tugas Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.

Ketakutan akan kehilangan pekerjaan dan ketidaknyamanan pada lingkungan juga situasi kerjamu atas penilaian negatif akibat kekerasan seksual adalah valid. Budaya menyalahkan Korban, kurangnya pemahaman tentang kekerasan seksual, serta keberpihakan pada Korban yang belum diinternalisasi secara optimal pada sebagian besar lingkungan kerja di Indonesia, berdampak pada sulitnya pemulihan Korban kekerasan seksual. 

Dengan terbitnya Kepmenaker 88/2023, Pemerintah telah berupaya untuk mendukung pemulihan Korban dengan cara mendorong Perusahaan untuk:

a.   Menjamin Korban tidak menderita kerugian akibat kekerasan seksual di tempat kerja.

b.   Menghapus penilaian negatif dalam catatan Perusahaan karena terjadinya kekerasan seksual.

c.    Mempekerjakan Kembali Korban bila yang bersangkutan diberhentikan dengan cara yang tidak benar.

d.   Mempertimbangkan pemberian cuti sakit tambahan dalam hal Korban memerlukan konseling trauma.

Selain itu, Kepmenaker 88/2023 mengatur bahwa perusahaan wajib melaksanakan edukasi kepada para pihak di tempat kerja. Edukasi mengenai kekerasan seksual pada seluruh pihak merupakan langkah penting dalam upaya mencegah dan menangani kekerasan seksual khususnya di tempat kerja. 

Pemahaman yang mendalam soal kekerasan seksual merupakan pegangan penting. Supaya setiap orang dapat terhindar dari bentuk-bentuk kekerasan seksual yang berpotensi terjadi di tempat kerja. serta untuk menghentikan persepsi yang salah tentang Korban kekerasan seksual. 

Upaya Penanganan Kasus Kekerasan Seksual

Kepmenaker 88/2023 berfokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Satuan Tugas yang telah dibentuk. Dari pertanyaan yang disampaikan, kekerasan seksual yang terjadi pada ruang lingkup kerja kamu dengan tidak adanya Pekerja pada bidang Kepegawaian, tentu masih jauh dari ideal sebagaimana diatur dalam Keputusan Menaker 88/2023. Yang mana mengatur tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja yang mendorong dibentuknya Satuan Tugas. Namun, situasi yang tidak ideal tersebut bukanlah hambatan dalam penanganan kekerasan seksual yang terjadi.

Pertama, Kamu dapat mencari tahu tentang prosedur standar operasional tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja. Jika ada, Kamu dapat menempuh upaya yang telah diatur atau ditetapkan dalam prosedur. Namun jika tidak ada, karena kekerasan seksual telah terjadi, Kamu dapat melaporkan kepada pimpinan perusahaan atau atasan langsungmu.

Sebelum melaporkannya, penting untukmu mempertimbangkan pemahaman pimpinan perusahaan atau atasan langsung terkait kekerasan seksual dan keberpihakan pada Korban.

Kedua, Jika pimpinan perusahaan atau atasan langsungmu, pemahaman tentang kekerasan seksual masih kurang dan keberpihakan pada Korban kekerasan seksual masih dipertanyakan, kamu dapat mencari layanan bantuan hukum secara gratis melalui website carilayanan.com. Kamu bisa pilih lembaga bantuan hukum seperti Advokat Gender atau LBH APIK yang turut mengelola klinik hukum perempuan ini. 

Dengan mengakses layanan tersebut, Kamu akan mendapatkan pendampingan selama upaya mencari keadilan. Termasuk mendampingi saat pelaporan kepada pimpinan perusahaan atau atasan langsung. Harapannya juga sebagai upaya mendorong penyusunan prosedur standar operasional tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja. 

Ketiga, sampaikan pada pendamping apa saja hal yang menjadi perhatian utama dan pertimbanganmu. Seperti kondisi psikologis, situasi kerja yang tidak nyaman, kekhawatiran kehilangan pekerjaan, atau kerentanan rekan kerja yang menyalahkanmu sebagai Korban. 

Hal tersebut bertujuan untuk melindungi hakmu sebagai korban kekerasan seksual dan memetakan risiko yang mungkin terjadi selama upaya mencari keadilan.

Tutut Tarida

Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!