Mayor Teddy (sumber foto: Instagram @tedsky_gallery)

Kegilaan pada Mayor Teddy di TikTok: Bentuk Pengidolaan pada Militer di Media Sosial

Sebuah riset tentang kegilaan publik pada militer dipaparkan dalam acara Kartini Conference on Indonesian Feminism (KCIF) 2024. Apakah kegilaan pada Mayor Teddy ini membangkitkan kenangan buruk atas perilaku militerisme di Indonesia di zaman Orde Baru, atau justru disukai publik karena ada militer ganteng yang ramai di TikTok?

Ramainya publik membicarakan Mayor Teddy Indra Wijaya di TikTok mulai terjadi ketika Prabowo naik jadi calon presiden.

Adek Risma Dedees, Dessy Kania, dan Suharyanti dari Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Bakrie dalam acara Kartini Conference on Indonesian Feminism (KCIF) 2024 memaparkan tentang riset mereka mengenai kegilaan netizen terhadap Mayor Teddy. Kegilaan ini mirip seperti rindu pada militer yang di zaman Orde baru dibenci karena jadi momok para aktivis.

Paparan riset ini berjudul “Kegilaan pada Mayor Teddy: Kajian Kritis terhadap Fenomena Pengidolaan Militer dalam Tontonan TikTok.”

Militer yang dulu digambarkan sebagai musuh rakyat, momok yang menakutkan di zaman Orba-demikian juga dengan Prabowo yang banyak ditolak publik sebagai pelanggar HAM di masa Pemilu, malah dilukiskan kembali oleh Mayor Teddy yang ganteng, disukai perempuan, dan dikenal sebagai satria pendukung Capres Prabowo.

Baca Juga: Kartini Conference ‘KCIF 2024’, Memotret Feminisme di Tengah Oligarki dan Fasisme

“Siapa sih yang gak kagum dengan Mayor Teddy yang prestasinya banyak, pernah jadi ajudan prabowo dan populer. Keterampilan nya main piano, low profile dan sayang keluarga, ini yang menjadikannya populer.”

Riset ini mencoba merangkum bagaimana konten di medsos yang melukiskan kegilaan terhadap ajudan Prabowo tersebut. Puja-puji sebagai militer ganteng ini juga berasal dari ‘Cegil’ atau ‘Cewek Gila’. Di Tiktok, ada tagar Cegil atau cewek gila yang menggilai Mayor Teddy yang makin menambah popularitas militer. Seperti ada video dengan foto dan tulisan seperti ini:

“Cincin di jari manisnya (Mayor Teddy) sudah tidak ada, Cegil segera merapat.”

“HP gak pakai case, amankah sayang?,” sambil ada tayangan foto Mayor Teddy

“Cegilnya, sini kumpul..”

Studi naratif teks dan konten apa yang muncul dan banyak dibicarakan dan dikomentari ini misalnya bisa dilihat dari Tagar #mayorteddy dan #cegilmayorteddy sekaligus ribuan akun yang muncul.

Para peneliti juga melihat, penggemar sosok ini juga tidak hanya menggilai, tapi kemudian juga memproduksi konten, seperti memproduksi konten video, foto, cerita fiksi yang kemudian disebarluaskan secara meluas di Tiktok dan jadi viral

Hal ini sekaligus menggambarkan bagaimana militerisme hadir dan disukai di Tiktok, benar-benar mengubah persepsi orang bahwa militer itu momok yang menakutkan.

“Ada fenomena militer dan kaum ‘halo dek’, atau kaum yang selalu menyapa dengan ramah, ‘halo dek’. Walaupun ini stigma untuk mengolok orang berseragam, cowok ganteng. ‘Halo dek’ juga muncul di fashion, komedi, film, sepatu atau fashion. Estetika militer yang kancing emas, disiplin disukai, powerful, pelindung dan penyatu,” kata peneliti.

Baca Juga: Dear Para Politikus, Apatisme Pemilu Menjalar ke Anak Muda dan Kelompok Minoritas

Penggambaran Mayor Teddy lain juga tidak hanya terjadi di medsos. Tetapi juga di acara “Lapor Pak” di TV, sebuah simbol militer yang menyebar dalam media populer. Orang seperti tidak mengenali simbol ini, padahal simbol militer ini kemudian menyebar kemana-mana dan mengubah persepsi.

Mayor Teddy dalam medsos selanjutnya mengubah karakter militer yang selama ini menakutkan menjadi sosok laki-laki manis yang disiplin, rajin, tegas, menarik, ganteng, kuat. 

Netizen bahkan menyatakan, mereka sangat senang menjaga nama baik mayor tersebut di medsos. Ada juga meme dan parodi yang memuja-muji. 

“Pesona yang hadir itu juga memproduksi dunia dimana mereka tidak bisa menjangkau Mayor Teddy, seperti fans berat. Atau pengin menjadikannya suami atau pacar, tapi gak bisa dijangkau,” kata salah satu peneliti.

‘Cewek Gila’ atau ‘Cegil’ kemudian malah membuat cerita berseri tentang Mayor Teddy, cerita session 1, session 5 yang berkisah tentang sosok tersebut di dunia nyata dan membangun komunikasi pada publik melukiskan Mayor Teddy secara fiktif. 

“Tokoh Mayor ini diciptakan sebagai drama, hubungan cinta dan kekasih dan cerita bersambung yang mereka bentuk dan konstruksi seperti itu. Ada juga cerita tentang Mayor Teddy yang rajin menjawab WA mereka, padahal ini hanya fiktif, rekayasa yang dibuat untuk idolanya.”

Pengidolaan itu ternyata tidak hanya mengkonstruksikan sebagai tentara yang ganteng. Tapi juga informasi yang tersebar luas itu mampu untuk melukiskan bagaimana tentara idola yang terbentuk sedemikian rupa. Yang kedua adalah faktor Prabowo yang membuat Mayor Teddy adalah tentara kebanggaan mereka.

Baca Juga: Penutupan Kartini Conference ‘KCIF 2023’, Inklusivisme Harus Jadi Landasan Perubahan Kebijakan Perempuan

“Partisipasi seperti pengidolaan pada militer ini bisa terjadi karena teknologi kemudian memungkinkan untuk melakukan apapun, seperti memberikan fantasi, narasi dan story telling yang dilanggengkan dengan adanya teknologi.”

Teknologi kemudian menjadi medium mempercepat informasi seperti menyebarkan, menautkan pengidolaan terhadap militer. Fenomena inilah yang terjadi di TikTok ataau medsos, bagaimana kampanye yang masif kemudian bisa mengubah persepsi publik.

(sumber foto: Instagram @tedsky_gallery)

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!