Mekanisme Nasional untuk Kemajuan Perempuan

Estu Fanani – www.konde.co

Kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan
di segala usia dan di berbagai bidang kehidupan menunjukkan masih minimnya
perlindungan dan pemenuhan hak asasi perempuan di Indonesia. Dalam mekanisme
nasional, lembaga yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kesetaraan dan
keadilan gender adalah Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang dibentuk oleh Presiden berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
47 Tahun 2009. KPPPA memiliki mandat untuk melakukan koordinasi
kementerian/departemen lintas sector di dalam kabinet untuk pengarustamaan
gender dan perlindungan hak asasi perempuan.

Selain mekanisme nasional melalui KPPPA,
terdapat pula mekanisme nasional khusus untuk Hak Asasi
Perempuan, yakni Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan). Komisi ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 1818/1998 jo Peraturan
Presiden No. 65 Tahun 2005. Komnas Perempuan adalah sebuah lembaga negara
yang unik dan sebuah mekanisme hak asasi manusia nasional yang
spesifik untuk kekerasan terhadap perempuan.

Bagaimana mekanisme nasional dan mekanisme
khusus ini bisa berjalan maksimal? Apakah ada kemajuan terkait
penghormatan,perlindungan dan pemenuhan hak asasi perempuan? Atau justru
mengalami kemunduran?

Dengan dibentuknya KPPPA dan Komnas Perempuan,
merupakan suatu kemajuan karena hal ini dapat diartikan bahwa persoalan
perempuan mulai dipandang penting sehingga ada lembaga dan mekanisme yang
mengurusinya. Namun, KPPPA yang berfungsi sebagai kementerian yang
mengkoordinasi urusan perempuan lintas kementerian kurang memiliki sumber daya
dan pengaruh yang kuat, sehingga upaya pengarusutamaan kesetaraan dan keadilan
gender dalam perencanaan program pembangunan masih dirasa kurang maksimal.
Meskipun dalam upayanya, KPPPA sudah membuat banyak MoU dengan
kementerian-kementerian lain dalam rangka mengintegrasikan kesetaraan dan
keadilan gender dalam perencanaan dan analisanya.

Di samping itu, hingga saat ini, Indonesia
belum terlalu jelas mempunyai kebijakan adil gender nasional selain hanya
Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Idiologi gender negara
Indonesia masih sangat patriarkhi dimana hal ini dapat dilihat dalam UU No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang membakukan pembagian peran gender perempuan
dan laki-laki melalui undang-undang. Hal ini berimbas pada rentetan diskriminasi
dan langgengnya stereotype perempuan dan laki-laki di masyarakat.

Sedangkan Komnas Perempuan, banyak peran
positif yang diinisiasi oleh lembaga ini, terutama terkait dengan pemantauan,
pemulihan dan mendorong adanya perubahan kebijakan agar lebih adil gender.
Namun, upaya positif ini nyatanya tidak didukung maksimal oleh pemerintah.
Anggaran Komnas Perempuan dari APBN sangat kecil setiap tahunnya, yakni hanya
sekitar 10 milyar, bahkan dana inipun di 2016 ini mendapatkan pemotongan
anggaran hinggal tinggal 800 juta. Padahal dengan kerja-kerja yang besar
seperti pemantauan dan pemulihan termasuk promosi penghapusan kekerasan
terhadap perempuan, membutuhkan dukungan yang besar sekali dari pemerintah.

Adanya KPPPA dan Komnas Perempuan ini sendiri
terkadang juga masih belum dipahami peran pentingnya oleh pemerintah sendiri,
sehingga seringkali terjadi rumor KPPPA atau Komnas Perempuan dibubarkan saja,
atau Komnas Perempuan dibubarkan saja karena sudah ada KPPPA nanti tumpeng
tindih kerjaannya. Padahal, jika dicermati mandate dan tugas serta
kewenangannya, dua mekanisme kelembagaan nasional ini sangatlah berbeda.

Oleh karenanya, penting memahamkan para
pengambil keputusan termasuk aparatur pemerintahnya sendiri baik di KPPPA
maupun kementerian lain, Bappenas dan DPR terkait dengan kewajiban negara
tentang pemenuhan hak asasi perempuan sebagai sarana untuk memajukan demokrasi,
non diskriminasi dan keadilan sosial serta kesetaraan dan keadilan gender.

Upaya lain adalah memperkuat mekanisme nasional
untuk kemajuan perempuan, baik di tingkat nasional, regional dan local dengan
menyediakan sumberdaya manusia, sumberdaya teknis dan keuangan yang dibutuhkan
agar mekanisme tersebut benar-benar berfungsi secara efektif. Tentunya, hal ini
perlu dipastikan bahwa upaya-upaya tersebut didukung sepenuhnya oleh kekuasaan
politik baik di DPR, Kementerian, Lembaga Negara dan Institusi Penegak Hukum.

Dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana
kemudian ada kebijakan adil gender di tingkat nasional yang bisa menjadi acuan
bagi penyelenggara negara maupun masyarakat dan korporasi dalam rangka
menghormati, memenuhi dan melindungi hak asasi perempuan. Karena persoalan
perempuan adalah persoalan bersama, baik itu di bidang sipil, politik, hukum,
ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan keamanan nasional. Dan yang perlu
diingat adalah bagaimana mewujudkan ruang-ruang partisipasi bagi perempuan
untuk bersuara dan aktif terlibat dalam pembuatan kebijakan maupun pengambilan
keputusan di semua level kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

foto : bngdfoundation.org

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!