Sulitnya Jadi Perempuan

Luviana- www.konde.co

Apakah anda takut ke dokter? Apa yang anda bayangkan jika anda ke dokter?

Ternyata tak semua orang takut ke dokter. Teman saya yang rajin mengecek kesehatan, tak pernah takut ke dokter. Ia malah pengin tahu kondisi badannya- apakah baik-baik saja atau ada sakit yang tidak bisa dirasakannya?

Saya kebalikannya. Saya paling takut ke dokter. Membayangkan alat-alat kedokteran, menjumpai dokter berpakaian putih harum, duh saya paling takut.

Kira-kira seminggu lalu, saya ke dokter. 3 hari saya tidak tidur karena membayangkan harus masuk ke rumah sakit. 3 hari?

Saya cerita ke salah satu sahabat saya soal saya yang gak bisa tidur 3 hari karena harus ke dokter ini. Tapi ternyata, teman saya tidak kaget. Malah salah satu temannya-katanya, sampai pingsan ketika sampai rumah sakit saking takutnya ketemu dokter.

Hah? Jadi ada yang lebih takut dibandingkan saya?

Disana, di rumah sakit, saya juga mendapat banyak cerita dari teman-teman perempuan saya, pasien perempuan lain yang takut ketika akan papsmear dan cek payudara (mamografi dan USG). Ada yang tak bisa tidur seperti saya, ada yang sudah sampai rumah sakit lalu pulang lagi karena takut, dan ada yang ke kamar mandi terus-terusan karena takut. Dan yang terakhir, sampai ada yang pingsan.

Apalagi ketika banyak artikel yang menulis tentang kanker payudara dan kanker rahim menjadi penyebab tertinggi kematian perempuan di Indonesia. Semua artikel ini makin membuat kami tak bisa tidur. Yang pingsan, jadi tak bangun-bangun karena ketakutan.

Lebih-lebih ketika kami tahu bahwa salah satu penyebab penyakit ini adalah naik turunnya hormon estrogen yang memang ada penjelasannya, tapi belum jelas bagaimana cara mencegah naik turunnya. Ini saya cuplik dari artikel kesehatan tentang hormon estrogen:

“Jika stress dan Estrogen berlebih dalam tubuh dapat menyebabkan segudang gejala dan efek yang tidak menyenangkan. Sayangnya, masih banyak yang belum mengathui, padahal ini sering terjadi terutama selama transisi menopause. Berikut adalah beberapa gejala yang paling sering dialami ketika kelebihan hormon estrogen. Kaki kram Payudara nyeri Peningkatan berat badan Fibroid rahim Mual dan muntah Penurunan gairah seksual Menstruasi yang tidak teratur.”

“Namun ketika kekurangan estrogen tanda dan gejala kekurangan hormon estrogen dapat bervariasi dan mungkin tergantung pada seberapa berat rendahnya kadar estrogen pada seorang wanita. Beberapa tanda dan gejala kekurangan hormon estrogen termasuk gangguan tidur yang dapat menyebabkan kelelahan ekstrim di siang hari, ketidakmampuan untuk fokus. Gangguan tidur ini mungkin akibat dari kombinasi jantung berdebar-debar, hot flashes, berkeringat di malam hari, dan menggigil dingin. Gejala lain akibat hormon estrogen yang rendah yaitu nyeri sendi , sakit kepala, kulit kering dan vagina mengering, tulang menjadi rapuh dan mudah patah, meingkatnya resiko infeki kandung kemih. Setiap kombinasi dari tanda-tanda dan gejala estrogen rendah ini dapat menyebabkan depresi berat.”

Nah sayangnya menurut sejumlah dokter, belum ditemukan cara bagaimana mencegah agar kita tidak kelebihan dan kekurangan hormon estrogen ini. Hanya ada saran: yang penting banyak makan buah dan olahraga cukup. Lainnya, tak boleh stress.

Duh, tak boleh stress dan berpikir berat? Kebanyakan perempuan di Jakarta sudah berpikir sejak bangun pagi. Menghadapi macet yang tak terkira, memikirkan ini itu dan banyak hal.

Susahnya jadi perempuan.

Tak boleh stress karena akan sakit, harus hidup teratur agar hormon estrogennya seimbang, harus banyak makan buah dan cukup olahraga untuk menjaga hormon.

Teman saya menyarankan agar kita punya waktu untuk sharing. Untuk kontemplasi, sekedar bercerita dengan sesama perempuan, agar bisa saling meringankan beban, agar hormon estrogen kita tidak turun naik.

Semoga ini berhasil, bagi saya dan bagi perempuan lain, yang takut ke rumah sakit dan berpikir macam-macam setiap melihat baju putih dokter.

(Foto/ Ilustrasi: pixabay.com)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!