“…Karena Saya Perempuan Bernada.”
Febriana Sinta – www.konde.co
Jogjakarta,konde.co-Sore itu ada yang berbeda di Stasiun Kereta Api Tugu Yogyakarta, terdengar suara biola dan keriuhan anak – anak bersaing dengan riuhnya suara kereta api. Suara ini seakan membawa angin segar bagi penumpang yang terlihat penat setelah menempuh perjalanan jauh.
Mereka adalah anak-anak yang tergabung dalam Sanggar Biola Quinta. Anak-anak yang baru berusia 5 hingga 13 tahun ini sedang melakukan pertunjukan keliling di beberapa tempat.
” Kami ingin anak-anak mempunyai kenangan mereka pernah bermain biola di beberapa tempat berbeda di Jogja. Selain itu kami ingin memberikan hiburan,” tutur Ria, pelatih sekaligus kreator Sanggar Biola Quinta.
Ide untuk mengumpulkan anak belajar biola muncul saat ia menjadi korban gempa Jogja 2006. Kala itu dirinya keguguran, namun Ria masih merasa beruntung karena banyak tetangga di sekitar rumahnya kehilangan keluarga dan harta benda. Dari peristiwa itu, dia dan beberapa seniman lainnya bertekad memberikan peghiburan kepada orang yang membutuhkan.
Setelah beberapa kali mengadakan pertunjukan di sejumlah perkampungan, dan di aksi sosial, akhirnya Ria bertekad mendirikan sebuah sanggar belajar.biola. Dia namakan Sanggar Biola Quinta.
Waktu itu hanya lima anak perempuan yang bergabung dengannya. Rumah tempat tinggalnya di Jalan Imogiri, bantul, dijadikan sebagai sanggar.
” Saya hanya ingin menularkan ilmu saya bermain biola kepada anak-anak, karena banyak anggapan main biola sulit dan mahal. Padahal kesulitannya sebenarnya sama lho seperti bermain gitar, harganya pun juga hampir sama.”terangnya.
Dipilihnya nama Sanggar Biola Quinta berasal dari Queen Talenta yang berarti ratu yang berbakat memainkan alat musik, biola. Atau dalam bahasa Yunani berarti perempuan yang mempunyai kemampuan lebih.
“Tahun 2010 saya membentuk Quinta. Saya ingin anak perempuan mempunyai kelebihan bermain biola, rasanya senang melihat banyak perempuan muda memainkaannya.”
Lambat laun permintaan anak – anak untuk belajar semakin banyak, tidak hanya perempuan banyak anak laki-laki yang menginginkan belajar biola.
Acara ngamen di Jalan Malioboro |
Berbicara tentang anak dan biola membuat Ria yang mempunyai nama lengkap Maria Andreza Setyaning ini selalu bersemangat. Banyak rencana yang telah dilakukan untuk membuat anak-anak gembira saat belajar. Salah satunya adalah mengajak anak mengamen di Malioboro. Acara ngamen ini bertujuan mengumpulkan sumbangan bagi korban bencana.
” Beberapa acara ngamen pernah kami lakukan di beberapa tempat tujuan wisata Jogja. Sengaja kami adakan di tempat ramai agar anak – anak bersemangat dan uang hasil ngamen kami juga banyak,” ujar perempuan lulusan Sekolah Mengah Musik (SMM) Yogyakarta ini.
Uang hasil ngamen biasanya mereka kumpulkan untuk disumbangkan kepada korban bencana alam. Dia berpendapat anak-anak harus menggunakan talenta yang dimiliki untuk menolong orang.
Di Quinta, kerja Ria tidak hanya sekedar menjadi pelatih, dia juga harus bertanggung jawab mengoordinir anak-anak saat pentas. Mulai dari mencari angkutan gratis untuk transportasi, menjaga keamanan selama acara berlangsung, menjadi konduktor, sekaligus menjadi MC saat acara berlangsung.
” Jika ada anak yang tidak memiliki biola atau rusak, saya akan meminjamkan kepunyaan saya yang penting anaknya senang, ujar perempuan yang tahun memiliki tiga anak ini.
Saat ini, perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) ini juga melatih anak dengan berkebutuhan khusus. Musik akan menjadi salah satu penyemangat bagi anak-anak berkebutuhan khusus ujarnya.
Saat ini ratusan anak telah bergabung di Sanggar Biola Quinta, setiap harinya Ria akan melatih dan memberikan lagu baru kepada anak-anak yang setia menunggunya. “Anak-anak membuat saya sabar, melatih saya untuk melakoni hidup apa adanya dan selalu ceria.”
Foto : Febriana Sinta