Survey Perempuan Bekerja, Apa Saja Hambatan Perempuan?

Luviana- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Sejumlah teman perempuan selalu mengeluhkan soal sulitnya membagi waktu antara bekerja di kantor dan harus membagi waktu dengan anak, mengurus keluarga di rumah. Para perempuan, apakah anda merasakan kondisi yang sama? Padahal jika perempuan dan laki-laki bekerja di luar rumah, maka tanggungjawab di rumah juga soal pengasuhan anak seharusnya menjadi tanggungjawab bersama.

Baru-baru ini ada sejumlah data yang dikeluarkan beberapa organisasi tentang isu perempuan di tempat kerja.

Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif (SINDIKASI) dalam info SINDIKASI misalnya mengambil data dari International Labour Organisation (ILO) tentang Isu perempuan di tempat kerja. Kalau kita lihat data resmi ILO yang baru dirilis pada Hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2017 lalu (http://bit.ly/2lD8G2V),  ada sejumlah data yang menyebutkan bahwa:

– 26% perempuan Indonesia bekerja purna waktu

– 22% perempuan Indonesia bekerja paruh waktu

– 6% perempuan Indonesia sedang mencari pekerjaan

– 46% perempuan Indonesia tidak sedang mencari pekerjaan

Artinya, 54% atau mayoritas perempuan Indonesia sedang dan ingin bekerja. Tapi kesempatan kerja saja tidak cukup karena perempuan juga menghadapi banyak masalah di tempat kerja. Yang paling sering terdengar: kekerasan seksual, kesenjangan upah dengan pekerja laki-laki, dan kebijakan diskriminatif gender.

Laporan ILO ini juga mencatat bahwa perempuan lebih memilih untuk bekerja dan sebagian besar laki-laki setuju, demikian laporan ILO-Gallup Word Poll terhadap responden perempuan dan laki-laki bekerja. Survey ini menunjukkan tentang sikap dan persepsi  global antara perempuan dan laki-laki mengenai perempuan dalam bekerja.

Survey ini dilakukan di 142 negara dan wilayah yang mensurvei hampir 149.000 orang dewasa. Ini mewakili lebih dari 99 persen populasi orang dewasa secara global.

Temuan ini mengungkapkan:

1.Sebanyak 70 persen perempuan dan 66 persen laki-laki lebih memilih perempuan untuk bekerja di pekerjaan yang berbayar. Masing-masing angka ini lebih dari dua kali lipat persentase dari mereka yang lebih memilih perempuan untuk tinggal di rumah.

Hal ini menunjukkan bahwa perempuan di seluruh dunia lebih suka bekerja dengan pekerjaan berbayar (29 persen) atau berada dalam situasi di mana mereka dapat bekerja dan merawat keluarga mereka (41 persen). Dan hanya 27 persen perempuan yang ingin tinggal di rumah.

2. 70 persen perempuan yang ingin bekerja ini berlaku di hampir semua wilayah di seluruh dunia, termasuk beberapa wilayah dimana partisipasi angkatan kerja perempuan secara tradisional rendah, seperti negara dan wilayah Arab.

3. 28% laki-laki menginginkan perempuan agar bekerja, 29 persen ingin agar para perempuan tinggal di rumah saja, dan 38 persen lebih memilih agar perempuan dapat melakukan keduanya.

Pada tingkat global, perempuan yang bekerja penuh waktu untuk  menyeimbangkan kewajiban kerja dan keluarga / rumah.

Dan perempuan serta laki-laki dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga cenderung memilih agar perempuan bekerja di pekerjaan berbayar.

“Survei ini dengan jelas menunjukkan bahwa kebanyakan perempuan dan laki-laki di seluruh dunia lebih memilih perempuan dibayar atas pekerjaannya. Ada kebijakan yang mendukung keluarga, yang memungkinkan perempuan untuk bertahan dan maju dalam pekerjaan yang dibayar dan mendorong laki-laki untuk memberikan hak pengasuhan yang adil untuk anak-anak mereka, ini sangat penting untuk mencapai kesetaraan gender di tempat kerja, ” kata Direktur Jenderal ILO Guy Ryder.

Hambatan Perempuan di Tempat Kerja

Sebenarnya, baik laki-laki maupun perempuan di sebagian besar negara dan wilayah yang disurvei menyebutkan, “keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga” sebagai salah satu masalah utama yang dihadapi perempuan dalam pekerjaan publik.

Masalah lain yang dialami perempuan ketika bekerja di luar adalah: seperti perlakuan tidak adil, pelecehan, pelecehan di tempat kerja, kurangnya pekerjaan dengan bayaran yang baik dan gaji yang tidak setara juga muncul diantara masalah utama di berbagai wilayah di dunia.

Hal lain misalnya di Afrika sub-Sahara, misalnya ada perlakuan tidak adil / diskriminasi di tempat kerja . Di Utara, Selatan dan Eropa Barat, lebih banyak lagi kebutuhan akan keseimbangan antara keluarga dan kerja, namun upah yang sama juga dipandang sebagai tantangan penting.

Hambatan lainnya adalah: upah yang setara untuk perempuan. Hal ini terjadi di Amerika Utara. Sedangkan di Afrika Utara, Afrika sub-Sahara, Asia Selatan dan Negara-negara Arab, “anggota keluarga tidak menyetujui perempuan yang bekerja” dan ini adalah salah satu dari 5 hambatan paling sering disebutkan yang dihadapi perempuan.

Hambatan yang dihadapi perempuan yang bekerja berubah seiring bertambahnya usia. Perempuan muda yang berusia antara 15 dan 29 tahun lebih mungkin dibandingkan perempuan yang lebih tua untuk menyebutkan perlakuan tidak adil, pelecehan atau pelecehan di tempat kerja.

Sementara itu, mereka yang berusia antara 30 dan 44 lebih mungkin dibandingkan perempuan dalam kelompok usia lainnya untuk menyebutkan kurangnya perawatan yang terjangkau bagi anak-anak dan keluarga mereka. Dan, seiring bertambahnya usia perempuan, mereka cenderung menyebutkan gaji yang tidak setara terhadap laki-laki.

Di seluruh dunia, sebanyak 25 persen perempuan  dan 29 persen laki-laki mengatakan bahwa perempuan memiliki peluang lebih baik dalam menemukan pekerjaan yang baik. Bukti yang ada menunjukkan kesenjangan gender di pasar tenaga kerja di seluruh dunia. Di Amerika Utara, misalnya, mayoritas di wilayah ini (55 persen) mengatakan seorang perempuan dengan kualifikasi serupa karena laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus. Plaki-laki (60 persen) lebih mungkin dibandingkan perempuan (50 persen) merasakan hal ini.

Di seluruh dunia, perempuan yang lebih berpendidikan, semakin kecil kemungkinannya untuk melihat peluang yang lebih baik di pasar kerja bagi perempuan yang memiliki kualifikasi sama dengan laki-laki. Namun, pandangan laki-laki terhadap peluang perempuan tidak banyak berubah dengan tingkat pendidikan mereka.

Laporan ini diharapkan dapat membantu untuk mencapai kesetaraan gender penuh dalam dunia kerja yang terus berubah.

“Dunia perlu memajukan kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan di tempat kerja. Bukan hanya untuk kepentingan perempuan, tapi untuk kepentingan seluruh umat manusia, “kata Jim Clifton, Chairman dan CEO Gallup.

(Sumber: http://bit.ly/2lD8G2V)

(Ilustrasi: Pixabay.com)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!