Kustiah- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Gerakan dunia maya “Blood For Life Indonesia (BFL)” yang disebarkan oleh Valencia atau Silly adalah sebuah ‘instalasi gawat darurat (IGD) dunia maya’ yang ia gerakkan melalui sosial media ternyata mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat luas.
Yang semula berjumlah 132 orang perlahan berkembang menjadi 75 ribu orang yang dikendalikan 10 administrator dari berbagai kota. Gerakan ini sebenarnya juga muncul dari sebuah pengamalan getir yang disaksikan Silly saat berada di rumah sakit.
Pasien yang dirawat bersama ibunya tak bisa diselamatkan karena tak ada pasokan darah. Dia berpikir, mungkin peristiwa naas seperti itu tak akan terjadi jika banyak orang tahu bahwa ada seseorang yang membutuhkan darah.
“Saya yakin banyak orang di luar sana ingin berbuat kebaikan tetapi tak tahu caranya,” kata Silly.
Berbekal kesukaannya ‘nge-blog’ dan aktif ber-sosmed Silly menceritakan pengalaman yang ia hadapi. Tak disangka ternyata respon pembaca lumayan banyak. Akhirnya ia selalu membagikan kisah pedih orang-orang yang membutuhkan pertolongan melalui sosial media. Dan terbentuklah sebuah komuitas dunia maya BLF.
“Sosial media itu powerfull kalau kita menyampaikan pesan dengan baik,” kata lulusan teknik mesin UI.
Melalui gerakan dunia maya pula Silly sering mendapatkan bantuan salah satunya berupa uang. Pernah pada 2011 ia membantu pengobatan seorang ibu yang terkena kanker di perut. Karena membutuhkan banyak uang untuk melakukan operasi Silly membuat gerakan untuk membantu pengobatan ibu tersebut. Tak dinyana, dalam 36 jam sejak pesan di cuitan dan blognya ia publish terkumpul uang sebanyak Rp.270 juta. Tahun sebelumnya ia juga melakukan hal yang sama dan berhasil mengumpulkan uang puluhan juta dalam waktu singkat.
Ia menganggap dunia maya sebagai sebuah keajaiban dunia. Semua kesulitan yang ia hadapi terpecahkan melalui gerakan sosial media.
Perjuangan Silly tak mudah. Semangat dan usahanya kerap dicurigai banyak orang sebagai upaya mencari keuntungan. Mulai disebut calo darah sampai ide dan usahanya dianggap ‘lebay’. Tak sedikit yang meragukan ide Silly.
“Mereka bilang sekelas Palang Merah Indonesia (PMI) yang memiliki anggaran dan perangkat cukup saja belum sanggup membuka kesadaran masyarakat untuk berdonor. Apalagi BFL yang modalnya hanya semangat,” kata Silly menirukan cibiran orang-orang yang menanggapi aksinya.
Mendapat tuduhan sebagai calo darah sempat membuat Silly berkecil hati dan ingin menghentikan aksinya. Namun, saat gundah ia mendapat pesan singkat dari orang tak dikenal yang menyatakan ucapan terima kasih karena bantuannya mencarikan pendonor untuk keluarganya. Dan berkat BFL, kata sang pengirim pesan, salah satu anggota keluarganya bisa diselamatkan.
Sejak saat itu ia bertekad melanjutkan upayanya mengembangkan BFL. Kini, sebanyak 72 ribu pendonor yang diorganisir BFL siap mendonorkan darahnya untuk siapa pun yang membutuhkan. Kebutuhan donor darah ternyata berbanding lurus dengan keinginanya membangun rumah singgah. Penyakit yang berhubungan dengan cuci darah, kebutuhan darah biasanya merupakan penyakit berat yang memerlukan banyak biaya.
Lantas, dari pendapatannya selama menjadi pembicara di berbagai negara dan berbagai acara ia tabung. Dan tak terasa biaya sewa rumah bisa ia lunasi.
Meninggalkan Karir
Saat masih hidup ibu Silly sering berpesan supaya ia bisa menjadi perempuan yang bisa melakukan banyak hal. Di antaranya mandiri secara ekonomi, menjadi ibu yang baik untuk anak-anak, tidak hidup hanya memikirkan diri sendiri. Mandiri secara ekonomi bagi Silly mudah. Apalagi dia bekerja di sebuah perusahaan logistik dan dipercaya sebagai manajer pula.
Namun, untuk menjadi ibu yang baik dan tidak hidup hanya memikirkan diri sendiri jelas sulit mewujudkannya. Sebagai ibu dari tiga anak, anak pertama menghadapi tekanan mental dan tertutup, kedua penyandang autis, dan ketiga mengalami intoleransi makanan atau alergi akut terhadap semua makanan kecuali nasi dan kentang bukanlah perkara mudah.
Menghadapi anaknya Silly berkali-kali merasa hidupnya tak putus dirundung kesedihan. Sementara hidup bermanfaat bagi orang lain juga tak mudah. Terhadap anak-anaknya saja ia merasa gagal menjadi ibu yang baik apalagi berbuat untuk orang lain?
Namun, semua yang Silly anggap sulit perlahan bisa ia lakukan. Semenjak ibunya meninggal dan diliputi perasaan bersalah karena tak bisa mendampingi saat detik-detik terakhir Silly berjanji supaya bisa mewujudkan keinginan ibunya. Ia lantas membicarakan kepada suaminya perihal rencana keluar dari pekerjaan.
“Menunggu menjadi kaya dan memiliki waktu banyak untuk membantu orang lain itu cara berpikir yang salah. Saya belajar dari suara gema. Apa yang kita keluarkan ya itu yang akan kembali kita terima,” ujarnya.
Setelah keluar dari pekerjaan pada pertengahan 2010 Silly fokus membesarkan BLF, berusaha mewujudkan mimpinya membangun ‘rumah harapan’ dan bisa membantu orang yang membutuhkan sebanyak mungkin.
Kini, di Rumah Harapan yang ia kelola, Selly dibantu 13-an relawan yang mendampingi anak-anak yang sakit. Sementara untuk BFL ia dibantu 15 relawan. Dan ‘3little angle’, sebuah komunitas yang ia bentuk untuk membantu anak-anak sakit dari keluarga kurang mampu dibantu 30 relawan.
Meski mimpinya membangun rumah harapan terwujud Silly tak berpuas diri. Dalam angan-anggannya, perempuan yang bercita-cita menjadi dokter ketika remaja ini ingin membangun sebuah rumah sakit gratis. Dan ingin membangun rumah singgah di beberapa daerah supaya orang-orang yang kesulitan secara ekonomi saat melakukan pengobatan untuk anak-anaknya tidak perlu datang jauh-jauh ke Jakarta.
Untuk mewujudkan mimpinya Silly sedang mempersiapkan membuka usaha katering. Ia juga selalu menyisihkan honor yang ia terima saat menjadi pembicara untuk ditabung.
“Hidup hanya satu kali. Saya ingin menjadikan hidup ini bermanfaat bagi orang lain.”
(Foto: obsessionnews.com)