Wonder, Aplikasi Pengaduan Kekerasan Terhadap Perempuan

Luviana- www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Bagi Atika, seharusnya kedatangan teknologi bisa menyelesaikan persoalan perempuan. Teknologi harus bisa menolong perempuan.

Gagasan inilah yang kemudian mendasari Atika untuk membuat sebuah aplikasi berbasis persoalan kekerasan yang dialami perempuan. Selama ini Atika melihat banyaknya kekerasan yang menimpa para perempuan di lingkungannya. Hal inilah yang kemudian menjadikannya untuk punya tekad kuat menginisiasi aplikasi teknologi untuk menolong perempuan.

Pada awal punya ide pembuatan aplikasi ini, Atika langsung menghubungi Komnas Perempuan, dan kemudian Mabes Polri, karena aplikasi ini tentunya harus didukung banyak pihak agar secepatnya memperkecil jumlah kekerasan terhadap perempuan yang semakin lama jumlahnya semakin naik.

Aplikasi ini bernama Wonder. Dalam fiturnya, Wonder adalah aplikasi berbasis pengaduan perempuan di dunia maya.

Kondisinya, jika saat ini ada banyak perempuan yang kebingungan harus mengadu kemana ketika mendapat kekerasan dalam rumahtangga, maka dengan mengikuti aplikasi ini, para perempuan langsung bisa mengadukan persoalannya. Ketika ada perempuan yang terkena teror, maka ia juga langsung bisa masuk ke aplikasi agar dibantu.

Aplikasi ini juga mengorganisir relawan-relawan yang telah dipilih untuk segera menolong korban. Jadi ketika ada perempuan yang terancam misalnya, ia bisa langsung menekan tombol pelaporan dan kemudian dalam kondisi yang sangat urgent, relawan akan langsung datang membantu.

Dalam pertemuan di Komnas Perempuan bersama para relawan dan forum pengada layanan pada Jumat , 6 April 2018 di Komnas Perempuan, Jakarta hari ini, Atika kemudian mengajak banyak pihak untuk menjadi relawan. Baginya relawan yang banyak menggerakkan Wonder akan mempercepat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.

“Jika dulu masyarakat terutama perempuan berkonsultasi, mengadu dengan telpon atau harus bertemu, saat ini bisa dilakukan secara langsung dengan menggunakan aplikasi. Dalam kondisi terjepit, perempuan juga bisa melakukan pengaduan atau langsung saat itu juga melaporkan,” ujar Atika.

Konsultasi, pengaduan dan penanganan kasus adalah fitur-fitur yang ada dalam aplikasi Wonder ini. Hal ini disambut sangat baik oleh para relawan penanganan kekerasan perempuan dan forum pengada layanan. Karena jika dulu pengaduan dilakukan setelah terjadinya peristiwa, maka ketika aplikasi sudah tersedia, penanganan akan lebih cepat dilakukan dan juga dipantau.

Gamulya, dari Band Sister in Danger bercerita bahwa ia pernah punya pengalaman, ada beberapa perempuan yang dalam kondisi terjepit karena mendapatkan kekerasan, lalu mengadukan kekerasan yang mereka alami ke akun sosial medianya, atau ke nomor handphone-nya. Dalam kondisi seperti inilah, ia merasakan ada banyak perempuan dalam kondisi tertekan dan harus segera ditolong. Maka jika aplikasi ini sudah bisa digunakan oleh perempuan di Indonesia, maka dengan sendirinya akan memperkecil jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan.

Atika menyadari bahwa Wonder saat ini membutuhkan banyak sekali relawan, karena yang menggerakkan Wonder sebenarnya para relawan yang menerima pengaduan, memfasilitasi para korban untuk berkonsultasi dan juga menemani korban dalam penanganan kasus.

“Aplikasi ini yang paling penting membutuhkan banyak sekali relawan untuk menolong perempuan melalui teknologi,” kata Atika.

Forum pengada layanan juga merasakan bahwa aplikasi ini akan banyak sekali menolong perempuan yang sedang dalam terteror, dalam kondisi kritis dan sulit mendapatkan pertolongan.

Aktivis gender dan teknologi dari Purple Code Collective, Dhyta Caturani juga menyambut baik aplikasi ini, walau ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mendukung aplikasi ini, seperti tim pengelola aplikasi harus memastikan bahwa relawan yang akan menolong korban harus bisa diandalkan dan dipercaya.Karena jika tidak terpercaya, maka proses penanganan korban justru akan memperumit korban.

Yang kedua, penggunaan data-data pribadi juga harus menjadi titik perhatian, seperti apakah korban harus menyebutkan namanya dalam aplikasi? Lalu bagaimana jika pelaku mengetahui jika korban melaporkannya?, termasuk jika pelaku mengetahui posisi korban, karena dari HP, semua bisa memantau orang lain. Masukan ini kemudian digunakan untuk memperkuat aplikasi.

Wonder sendiri akan diluncurkan dalam waktu dekat dan saat ini masih dalam tahap persiapan akhir. Saat ini mereka sedang menyiapkan para relawan untuk ikut menjadi relawan aplikasi dalam hal pengaduan, konseling psikologis dan bekerjasama dengan rumah aman.

Ketua Komnas Perempuan, Azriana sangat berharap aplikasi ini bisa digunakan olah para perempuan di seluruh Indonesia, jadi Wonder kemudian akan menjadi milik dari masyarakat sipil dan masyarakat korban dalam melawan kekerasan terhadap perempuan.

“Wonder nantinya akan menjadi milik kita semua, milik masyarakat sipil, milik para perempuan, maka kita akan mengelola apliksi ini secara bersama-sama.”

Tantangan lain yang mengemuka dalam pengelolaan aplikasi teknologi adalah kekonsistennya dalam pengelolaan, karena perlu nafas panjang dalam pengelolaan. Selama ini ada sejumlah wsbsite berbasis pengaduan atau website keselamatan yang kemudian ditinggalkan, yang akhirnya terbengkalai. Maka kunci dari sebuah pengelolaan teknologi adalah mengisinya secara konsistem, menjadi relawan secara konsisten karena selalu terhubung dengan korban yang ingin kasus yang mereka alami cepat bisa diselesaikan.

Atika optimis bahwa jika Wonder didukung oleh banyak relawan, lembaga-lembaga dan pihak-pihak yang mendukung penolakan perempuan sebagai korban, maka aplikasi ini akan sangat bermanfaat bagi perempuan.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!