Pelecehan Menimpa Perempuan di dalam Transportasi Online

Poedjiati Tan – www.Konde.co

Jakarta, Konde.co- Dalam minggu ini, Grab Indonesia mendapatkan beberapa pengaduan melalui sosial media terkait
kasus pelecehan seksual yang dilakukan pengemudinya terhadap penumpangperempuandi Jakarta.

Ada penumpang yang dicium paksa oleh pengemudi,ada yang diganggu lewat pesan
pribadi,dan beberapa kasus lain.Kasus semacam ini bukanlah hal baru.

Hasil penelitian berjudul“Scoping Study: Audit Keamanan di Tiga Wilayah Jakarta” yang
dipaparkan oleh Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN
Women
) pada Desember 2017 menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan
tidak merasa aman di Jakarta karena lebih rentan menjadi korban pelecehan dan
kekerasan seksual di tempat umum, termasuk di dalam moda transportasi.

Dalam salah satu tanggapan yang disampaikan melalui akun resminya di
twitter, Grab Indonesia mengatakan bahwamitra pengemudi yang bersangkutan telah bersedia
dipertemukan dengan penumpang untuk memberikan penjelasan secara langsung.Grab Indonesiajuga menawarkan proses mediasi antara kedua belah
pihak. Lebih lanjut, pihak Grab Indonesia menyebutkan, “penumpang yang
bersangkutan masih menolak untuk bertemu, walaupun sudah menerima penjelasan
dengan baik dari pihak kami”.

Jakarta Feminist Discussion
Group(JFDG)
sangat menyesalkan pernyataan tersebut.Permohonan padakorban pelecehan seksual untuk bertemu dengan pelaku
dengan alasan mediasi bukanlah sebuah solusi. Tindakan tersebut justru akanmenyebabkan korban mengalami trauma.

Sebagai sebuah perusahaan multinasional, seharusnya Grab Indonesia mampu
mencari solusi yang cerdas dalam melakukan pencegahan dan penanganan kasus
pelecehan seksual.

Dari kasus
inilah maka JFDG melalui pernyataan persnya yang dinyatakan olehAnindya Restuviani, Skolastika Lupitawina, Badib Fahmia, Caroline Monteiro,
dan Kate Walton

menyatakan
bahwa bahwa pihak Grab Indonesia harus mengambil
tindakan yang tegas terhadap pengemudi, karena pelecehan seksual adalah tindak
pidana.

“Kami mengecam keras tindakan pihak Grab Indonesia yang berusaha
mempertemukan pelaku dan korban pelecehan seksual. Perlu digarisbawahi bahwa
pelecehan seksual adalah tindak pidana dengan dampak psikologis yang berjangka
panjang. Tindakan pelecehan seksual apapun memerlukan pendampingan psikologis
yang baik bagi korbannya atau waktu bertahun-tahun untuk bisa mengembalikan
kepercayaan diri dan identitas perempuan. Sudah seharusnya Grab Indonesia
memfasilitasi korban pelecehan apabila mereka ingin melaporkan kasusnya ke
pihak kepolisian,” ujar Anindya Restuviani.

Yang kedua, JFDG juga meminta perusahaan Grab untuk memberikan pelatihan
kepada mitrasemuapengemudiGrab Indonesiamengajarkan mengenai
apa itu pelecehan seksual dan dampaknya bagi perempuan / korban, menegaskan
bahwa tindakan pelecehan seksual tidak bisa ditoleransi, menegaskan bahwa
perusahaan akan mengambil tindakan disiplin terhadap pelaku pelecehan, termasuk
memecat pelaku pelecehan.

Hal lain yaitu memberikan pelatihan rutin bagi karyawan secara keseluruhan, dengan cara mengajarkan
kepada pekerja mengenai apa itu pelecehan seksual dan dampaknya.

“Lalu juga menjelaskan bahwa setiap pekerja berhak terbebas dari pelecehan
seksual serta menjelaskan kepada supervisor dan manajer mengenai bagaimana
menangani pengaduan terkait pelecehan seksual,” ujar Skolastika Lupitawina.

Olin Monteiro juga menambahkan bahwa Grab harus membuat etika terkait stop
pelecehan seksual dan stop kekerasan seksual bagi para mitra yang bekerja
denganGrab Indonesia, sehingga itu menjadi pedoman bersama yang lebih komprehensif.

Sebelumnya, UN Women pernah melakukan kampanyestop pelecehan seksual
bersama Kalyanamitra. Kampanye ini dilakukan untuk menciptakan ruang kota yang
ramah untuk perempuan, karena ruang kota yang ramah adalah ruang yang bebas
dari pelecehan seksual.

Karena yang sering terjadi dalam transportasi umum di dalam bis misalnya, ada
laki-laki yang pura-pura berpindah tempat, namun ingin mencium. Ada lagi yang
mendekat, namun kemudian dengan sengaja menyenggol payudara. Hal seperti ini
yang menambah banyak perempuan kemudian menjadi merasa tidak nyaman berada di
transportasi umum. Apalagi di Jakarta yang setiap hari transportasi umumnya
relatif padat oleh penumpang. Belum lagi jika pulang di malam hari, ada
perempuan yang baru keluar dari transportasi umum langsung diikuti dari
belakang. Dengan kondisi seperti itu, maka ini seperti teror bagi perempuan 

Maka penting untuk membuat kebijakan agar perempuan tak lagi mendapatkan
pelecehan dan kekerasan seksual di ruang transportasi.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!