Melly Setyawati- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Paduan Suara Dialita, paduan suara para perempuan 65 meluncurkan albumnya yang kedua pada 31 Januari 2019 lalu di GoetheHaus, Jakarta. Peluncuran ini menandai suara perempuan yang terus bernyanyi, menggema dalam suara yang tak pernah redup.
Berdiri sejak akhir 2011 dan beranggotakan ibu-ibu penyintas (survivor) yang berasal dari keluarga mantan tapol dari peristiwa 1965, inilah Dialita. Dinamakan Dialita karena anggotanya telah berusia lebih dari 50 tahun, yang bila disingkat menjadi: DI Atas Lima puluh TAhun (Dialita).
Hingga kini, Dialita telah dan terus menyanyikan lagu-lagu yang diciptakan oleh mereka yang dipenjara pada masa itu dan melakukan aksi sosial kemanusiaan bagi sesama keluarga penyintas maupun bagi kelompok-kelompok lain yang membutuhkan.
DIALITA sudah melahirkan dua album, yang pertama “Dunia Milik Kita” dirilis pada 2016 dalam format digital dan cakram padat. Sementara, album kedua “Salam Harapan”, yang dirilis pada 31 Januari lalu, digawangi oleh Rumah Bonita dengan menggandeng delapan orang musisi dan enam penyanyi solo, yakni Bonita, Endah Laras, Endah Widiastuti, Junior Soemantri, Kartika Jahja dan Sita Nursanti di bawah Pimpinan Produksi Musik Petrus Briyanto Adi.
Album kedua ini memiliki keunikannya tersendiri. Bersama dengan para musisi muda, ada kejutan dari komposisi musik yang berwarna dan apik, pilihan 12 lagu dalam album, kualitas bernyanyi secara padu, dan, terutama, keterlibatan dari para musisi dan penyanyi handal yang rekam jejaknya sudah terbukti.
Salah satu penyanyi Dialita, Irina Dayasih mengatakan, layaknya semangat sinar yang bergelora, album ini merupakan kumpulan karya penuh harapan. Tepatnya 12 lagu “Salam Harapan” adalah kristalisasi dari segala pengharapan, dan doa bagi para penulisnya selagi menjalani kurungan sebagai tahanan politik di penjara Bukit Duri, Jakarta hingga Plantungan, Semarang.
“Pembuatan album ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan lagu-lagu bersejarah agar tak hilang, sebagaimana banyak bangunan penjara atau kamp-kamp pembuangan yang sudah tak ada jejaknya lagi. Menyanyikan lagu-lagu ini juga menjadi narasi baru bagi penulisan sejarah yang dibungkam.”
Melalui album ‘Salam Harapan’, Dialita berharap cerita-cerita dari balik penjara bisa dituturkan bagi khalayak luas, terutama generasi muda, agar tumbuh subur perbincangan membangun untuk Indonesia yang lebih baik.
Karya-karya tersebut tak hanya dinyanyikan DIALITA, namun juga mendapat penjiwaan baru dari para musisi dan solis.
“Sebuah kehormatan bagi saya untuk membawakan kembali lagu Ujian; lagu yang luar biasa kuat baik secara penulisan, secara emosi, dan juga tentu saja muatan sejarah. Saya merasa ini jadi tugas mulia buat saya sebagai generasi penerus penyintas-penyintas 65 untuk menyampaikan kisah, meneruskan sejarah, membuka hati dan merawat empati melalui lagu-lagu ini,” ujar Kartika Jahja.
Bagi Bonita, DIALITA adalah keluarga dalam sejarah, Dialita adalah salah satu jalan terang untuk masa depan Indonesia.
Rilis album dan konser mini ini merupakan hasil kolaborasi antara Paduan Suara DIALITA dan Rumahbonita, didukung oleh Indonesia Untuk Kemanusiaan (IKa), Galeri SriKendes,Komnas Perempuan, dan Program Peduli.
(Foto: Indonesia untuk Kemanusiaan/ IKa)