Melly Setyawati- www.Konde.co
Sejak ada peristiwa pelecehan yang terjadi pada transportasi umum, Rina merasa kuatir dan harus hati-hati jika menggunakannya. Bagaimana tidak, ia sangat sering pulang di malam hari, selepas kantor. Bahkan ia sering harus bekerja untuk mengejar deadline dan pulang hingga dini hari.
Kekuatiran ini tidak hanya dialami Rina, namun juga sejumlah perempuan lainnya di Jakarta. Jika pulang lebih dari jam 11 malam, kekuatiran tersebut muncul begitu saja.
Data Commuter line yang melayani perjalanan kereta jurusan Jabodetabek misalnya menyebutkan bahwa banyak perempuan penguna commuter line yang mendapatkan perilaku seperti dicolek, ada laki-laki yang menatap dan bersiul yang membuat tidak nyaman dan melecehkan. Namun ketika perempuan hendak melapor ke kepolisian, malah justru diminta untuk berdamai.
Di transportasi seperti bis, hal ini juga terjadi. Misalnya ada yang mencuri, mengancam dan melecehkan.
Sejumlah peristiwa pelecehan dan kekerasan yang terjadi pada transportasi online beberapa waktu lalu juga membuat Rina menjadi takut. Padahal selama ini Rina menganggap bahwa transportasi online adalah transportasi alternatif. Di samping murah juga cepat dan sangat dibutuhkan.
Hal inilah yang kemudian dibahas dalam diskusi di Komnas Perempuan pada Rabu 24 April 2019 lalu yaitu bagaimana menyediakan fasilitas transportasi yang aman untuk perempuan.
Komnas Perempuan mendorong semua moda transportasi agar aman digunakan untuk perempuan. Karena menurut Ketua Komnas Perempuan, Azriana, perbaikan transportasi harus disertai dengan keamanan perempuan.
“Maka penting bagi pemerintah dan perusahaan transportasi untuk memberikan rasa aman bagi penggunanya, khususnya perempuan. Dengan memberikan rasa aman pada para penumpang, khususnya perempuan, maka perempuan akan lebih percaya dan nyaman menggunakan layanan transportasi. Hal ini penting mengingat Komnas Perempuan mencatat jumlah laporan kekerasan terhadap perempuan yang selalu naik setiap tahunnya,” kata Azriana.
Kepala Satgas unit pelayanan khusus perlindungan perempuan dan anak Bareskrim Mabes Polri, Kompol Sri Bayangkari menyatakan bahwa masih minimnya penanganan korban secara cepat karena saat ini pihak kepolisian masih mempunyai jumlah aparat yang sangat terbatas. Di samping itu juga fasilitas kepolisian seperti Ruang Pelayanan Khusus (RPK) untuk perempuan dan anak dalam menangani kekerasan seksual yang masih sangat minim jumlahnya.
“Saat ini kondisinya jumlah aparat yang minim dan jumlah Ruang Pelayanan Khusus (RPK) yang ada hanya di tingkat Polres, belum sampai ke tingkat di bawahnya. Jika korban ada di Polsek maka ini harus dibawa ke Polres.”
Selain itu Sri mengakui bahwa tak semua petugas sudah siap jika menangani peristiwa pelecehan dan kekerasan perempuan.Menurutnya, ini adalah pekerjaan rumah yang besar bagi kepolisian.
Maria Fatima Barata, Direktur Tata Kelola Aplikasi Kominfo mengatakan bahwa Kominfo sudah bekerjasama dengan beberapa lembaga untuk menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan di sosial media dan berencana akan melakukan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan mengingat pengguna handphone di Indonesia saat ini sudah mencapai 56% dan penting untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan melalui aplikasi online.
Presiden Direktur Grab Indonesia, Ridzky Kramadibrata dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa Grab Indonesia saat ini melakukan beberapa hal untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap perempuan di transportasi online. Seperti membuat feature kampanye anti kekerasan terhadap perempuan di aplikasi Grab, melatih pengemudi Grab dan memasang Emergency SOS Button yang bisa digunakan.
Semua fitur tersebut dapat digunakan oleh pengemudi perempuan pada khususnya. Antisipasi ini dilakukan tidak hanya untuk penumpang namun juga untuk pengemudi khususnya yang perempuan.
Seorang pengemudi perempuan Grab misalnya menyatakan bahwa ia pernah menjadi korban pelecehan seksual, dan ia kemudian menyalakan Emergency SOS Button dan langsung direspon oleh saudaranya Peristiwa pelecehan yang ia alami langsung diinformasikan kepada saudaranya.
Walaupun sayang, Emergency SOS Button ini hanya bisa tersambung pada saudara atau orang dekat pengemudi yang sudah dipilih, bukan dengan polisi. Padahal jika tersambung dengan polisi, maka pengemudi bisa langsung dibantu dengan tindakan dan orang yang melakukan pelecehan bisa ditangkap.
Sri Bayangkari mengakui bahwa pihak kepolisian belum bisa melayani sistem emergency ini karena minimnya petugas kepolisian. Ia menyatakan bahwa ini juga merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar kepolisian bisa memberikan rasa aman kepada pengemudi.
Komnas Perempuan menyatakan bahwa di transportasi online misalnya, seharusnya bukan hanya kepolisian, Menkominfo, perusahaan yang memberikan rasa aman untuk perempuan, namun juga departemen perhubungan dan Depnakertrans, karena persoalan yang menimpa pengemudi ojek online juga meliputi persoalan tenaga kerja. Maka penting jika semua pihak didorong untuk bekerja bersama.
Dalam kesempatan tersebut, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Grab Indonesia kemudian berkolaborasi untuk mencegah tindak kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia.
Selain dilakukan workshop bagi Grab yang difasilitasi Komnas Perempuan, para pengguna Grab juga melakukan donasi melalui point Grab Reward. Donasi yang terkumpul yaitu sebanyak Rp. 141.565.000 atau seratus tigapuluh satu juta lima ratus enam puluh lima ribu rupiah yang berasal dari 6121 pengguna Grab.
Donasi ini selanjutnya digunakan untuk mendukung program Pundi Perempuan yang dikelola Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan Komnas Perempuan untuk para perempuan korban kekerasan seksual.