Di Umur 24 Tahun, Marsinah Mati Dibunuh

Apa yang sudah kamu lakukan di umurmu yang ke 24 tahun? Kalimat ini berseliweran di sosial media beberapa hari ini.

Pertanyaan ini dilakukan untuk mengenang kematian buruh perempuan asal Sidoarjo, Jawa Timur Marsinah. Marsinah mati dibunuh di umur 24 tahun.

Sebagai perempuan, sebelum ditemukan meninggal Marsinah tak hanya memperjuangkan nasib para buruh, tetapi juga berjuang untuk maternitas dan kesehatan reproduksi yang menjadi problem khas buruh perempuan Indonesia

Bagi para buruh perempuan di Indonesia, tanggal 8 Mei adalah hari yang sangat penting dimana di tanggal ini telah terjadi kematian Marsinah pada 8 Mei 1993.

Hingga sekarang siapa pembunuh Marsinah, masih menjadi misteri. Di usianya yang ke- 24 tahun, Marsinah seorang buruh pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur, memperjuangkan kenaikan upah di pabrik tempatnya bekerja, namun ia kemudian hilang dan ditemukan dalam kondisi terbunuh. Jejaknya tenggelam dalam hiruk-pikuk kepentingan, politik, pergantian presiden yang silih berganti. Namun hingga kini, tak pernah ditemukan siapakah pembunuh Marsinah sebenarnya?

Berbagai cara juga sudah dilakukan untuk mengenang Marsinah. Sejumlah aktivis perempuan yang dikoordinir Perempuan Mahardhika, Federasi Buruh Lintas Pabrik dan pernah diusulkan oleh jaringan buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan pernah mengusulkan agar pemerintah menjadikan Marsinah sebagai pahlawan, namun hingga sekarang belum ada jejak perkembangan pengakuan terhadap Marsinah

Sebelumnya, sehari-hari Marsinah bekerja sebagai buruh pabrik PT. Catur Putera Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo.

Marsinah berada di garda depan aksi-aksi buruh PT. CPS dalam memperjuangkan keadilan, diantaranya menuntut kelayakan upah minimum regional, upah lembur dan cuti hamil bagi buruh perempuan.

Ia melakukan unjuk rasa untuk meminta kenaikan upah bersama para buruh lainnya di pabrik tersebut. Mereka menuntut kenaikan upah pada perusahaan sebesar 20 persen sesuai dengan surat edaran Gubernur Jawa Timur. Aksi dilakukan 3 dan 4 Mei 1993 hingga tertangkapnya sejumlah buruh oleh Kodim Sidoarjo.

Pada tanggal 5 Mei 1993 Marsinah pergi ke Kodim dan mempertanyakan kemana teman-temannya yang tidak ditemukan setelah berlangsungnya aksi kepada pihak Kodim. Namun sejak itu Marsinah hilang. Jenasahnya ditemukan tewas mengenaskan di hutan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur pada 8 Mei 1993.

Mayatnya ditemukan di hutan dengan tanda bekas penyiksaan berat. Pengadilan atas pembunuhan Marsinah kemudian menyeret 10 orang termasuk satu oknum TNI. Almarhum aktivis hak asasi manusia, Munir kemudian menjadi salah satu pengacara Marsinah. Ada banyak kejanggalan dalam kasus pembunuhan ini termasuk setiap saat orang bertanya: siapakah dalang pembunuh Marsinah?

Solidaritas untuk Marsinah menggema dimana mana termasuk kala itu terdapat sejumlah lagu dan pementasan teater “Satu Merah Panggung” untuk pementasan teater keliling pembunuhan Marsinah. Pementasan teaternya kemudian juga sempat dilarang tampil. Marsinah dianggap berbahaya bagi pemerintahan orde baru.

Marsinah kemudian mendapat penghargaan hak asasi manusia, Yap Thiam Hien sesudah itu. Semangatnya ada dalam darah para buruh perempuan.

Pembunuhan yang terjadi pada Marsinah membuktikan bahwa ia kemudian menjadi martir sekaligus simbol dari penindasan berlapis, eksploitasi tenaga kerja, kekerasan militer, pelanggaran HAM, dan kejahatan patriarki yang terjadi di masa Orde Baru. Untuk menutupi pelaku yang sebenarnya, Pemerintahan ORBA kemudian menggelar peradilan palsu.

5 tahun setelah Marsinah tewas, Pemerintahan Orde Baru tumbang. Ruang demokrasi terbuka lebar, namun langkah untuk menegakkan keadilan bagi Marsinah masih penuh tanda tanya.

Hingga kini, pasca 20 tahun reformasi dan 27 tahun kasus Marsinah masih menjadi misteri, ia mengikuti jejak kasus pelanggaran HAM lainnya di Indonesia. Kematian Marsinah, diabaikan.

Pemerintahan telah silih berganti, namun kasus Marsinah tak kunjung selesai. Ini menjadi bukti tentang catatan panjang abainya pemerintah Indonesia terhadap keadilan bagi kasus-kasus hak asasi manusia, salah satunya buruh perempuan.

Hingga saat ini sejumlah jaringan buruh perempuan masih menuntut pemerintah agar mengakui kasus Marsinah sebagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia dan menjadikan Marsinah sebagai pahlawan.

(Tim Konde.co)

(Foto: Wikipedia)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!