Konten Seksis Youtuber Ferdian Paleka, Tinggalkan Dampak Psikologis Bagi Transpuan

Konten seksis para Youtuber terhadap transpuan adalah manifestasi 

perilaku misoginis yang norak dan ketinggalan zaman. 

Konten seksis yang disebarkan salah satu youtuber, Ferdian Paleka dengan berpura-pura memberikan bantuan padahal isinya batu-bata dan sampah, membuat trauma para transpuan. Sebelum menyebarkan ini, Ferdian Paleka juga pernah membuat konten seksis dengan menghina pekerja seks. Kasus ini mengingatkan kita pada perlakuan penghinaan terhadap kemanusiaan 

*Tika Adriana-www.Konde.co

Minggu, 3 Mei 2020. Sebuah video Youtube yang berasal dari akun Ferdian Paleka viral di jagat maya. Ia mengunggah konten prank atau jahil: menjahili transpuan.

Dalam videonya, ia berpura-pura memberikan bantuan kepada transpuan, tetapi saat dibuka, bukan kebutuhan pokok yang didapat, melainkan batu bata dan sampah.

Abel, pendamping hukum para korban dari Srikandi Pasundan, menjelaskan bahwa mulanya para transpuan mengira kardus yang diberi oleh Ferdian merupakan sembako yang biasa dibagikan oleh orang-orang yang mengadakan sahur on the road.

“Jadi mereka enggak ada kepikir ini prank, ya mereka lihat kamera, dipikir ini dokumentasi, ada yang ngucapin juga kan ‘makasih banyak banget, semoga diganti rezekinya’. Mereka belum tahu, setelah dibuka isinya sampah dan sayuran atau taoge busuk. Di situ mereka sedih karena dia bentuknya dus sembako. Apalagi saat pandemi gini, buat mereka sebungkus kotak nasi itu sudah berarti,” kata Abel saat dihubungi Konde.co.

Warganet pun geram melihat aksi dari Youtuber tersebut karena tak memiliki rasa kemanusiaan. Mereka pun ramai-ramai melaporkan konten tersebut dan kini, video tersebut sudah tidak ada di Youtube.

Seperti dikutip dari Ayobandung.com, kejadian tersebut terjadi pada Kamis (30/4/2020). Saat itu para transpuan tengah berada di Jalan Ibrahim Adjie, Kota Bandung. Sani, Dini (56), Luna (25), dan Pipiw (30), transpuan yang menjadi korban jahil, tak terima dengan perbuatan Ferdian. Mereka pun melaporkan si pembuat konten ke pihak polisi.

“Sakit hati saya. Mereka ngasih dus gitu, katanya bantuan. Eh pas dibuka toge busuk,” kata Sani kepada Ayobandung.com, Senin (4/5/2020) dini hari di Gedung Satreskrim Polrestabes Bandung.

Kepada Konde.co, Abel mengatakan bahwa perilaku dari Ferdian Paleka dan kawan-kawannya telah meninggalkan dampak psikologis bagi korban.

“Kalau secara fisik mereka baik, kalau mental mereka kena. Karena ada transpuan yang masih tinggal dengan keluarganya, dia belum coming out, begitu kasus ini diangkat, semua lapisan masyarakat tahu isu ini, termasuk keluarganya tahu. Lalu ada bibinya (dari korban) yang menganggap video itu lelucon,” ungkap Abel.

Khanza Vina, seorang aktivis transpuan, tak habis pikir dengan perbuatan pelaku yang sudah tak memiliki hati nurani sebagai manusia. Apalagi kata dia, masa pandemi Covid-19 ini, banyak transpuan yang terpaksa tak bisa melakukan PSBB demi memenuhi kebutuhan pangan dan tempat tinggal.

“Kalau memang enggak mau ngasih, ya udah jangan ganggu, dan yang harus dia tahu adalah kenapa teman-teman transgender perempuan masih turun ke jalan, karena mereka enggak punya pilihan lagi. Diam di rumah mati kelaparan, ke luar pun mati. Dua risiko itu ada di depan mata,” kata Khanza.

Khanza menambahkan, dalam kondisi seperti sekarang ini, ada transpuan yang diusir dari kos mereka karena tak mampu membayar. Bukan itu saja, ratusan transpuan juga terancam bernasib sama karena tak memiliki cukup uang.

“Ya memang banyak yang punya inisiatif jualan, tapi kan inisiatif itu juga harus punya modal. Donasi yang kami lakukan pun tetap berjalan, tapi donasinya juga semakin sedikit dan harus berbagi ke teman-teman yang lain,” tambahnya.

Khanza juga meminta kepada pemerintah untuk melihat kondisi yang ada di lapangan agar semua warga bisa menaati PSBB dengan baik, serta tetap bisa makan dan memiliki tempat tinggal yang layak.

Selain itu, Khanza mengharapkan pihak kepolisian bisa segera menangkap Ferdian Paleka dan memproses secara hukum untuk memberikan efek jera. Apalagi Ferdian Paleka tak hanya kali ini saja membikin konten yang mengundang protes warganet.

“Aku sih harapannya enggak cukup selesai di materai 6.000, tapi ada efek jeranya kalau itu salah. Dan untuk konten kreator Youtube, dia itu kontennya norak banget, ngeselin banget,” ujar Khanza kepada Konde.co.

Saatnya Kita Tutup Ruang bagi Konten Kreator Seksis

Sebelum video menjahili transpuan ini, Ferdian Paleka sering membikin konten seksis. Di akun Youtubenya, ia juga pernah menjahili pekerja seks, serta konten lain yang merendahkan perempuan.

Selain Ferdian, konten kreator lain yang pernah dihujat warganet karena mengunggah konten seksis yakni Kemal Pahlevi. Seperti ditulis Magdalene.co, Kemal pernah membuat konten seksis dan melecehkan perempuan yakni bertanya ukuran bra kepada perempuan-perempuan.

Sebagai seorang perempuan, saya pun tak habis pikir dengan guyonan yang disajikan oleh para konten kreator tersebut.

Seperti ditulis oleh Hilda Bastian dalam artikel berjudul “Just Joking? Sexist Talk in Science” yang ditulis dalam situs Plos, humor seksis bukan saja membentuk tindakan diskriminatif pada orang yang mendengar atau menyaksikan, tapi ia pun bisa mendorong seseorang untuk menjadi misoginis.

Masalahnya tak hanya itu, lelucon seksis juga berbahaya bagi para korban, khususnya perempuan dan minoritas gender, sebab bercandaan itu justru mampu membentuk pelecehan gender. Humor ini juga berbahaya, karena tak cuma mempermalukan para korban, tapi juga bisa menimbulkan dampak psikologis.

Jika humor seksis yang dilontarkan saja bisa berbahaya, bagaimana jika disampaikan figur publik?

(Ilustrasi:Pixabay)

*Tika Adriana, jurnalis perempuan yang sedang berjuang. Saat ini managing editor Konde.co

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik. Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!