Mengapa Komnas Perempuan Tak Boleh Dibubarkan?

Presiden Jokowi akhirnya mengumumkan 18 lembaga yang dibubarkan oleh pemerintah pada 20 Juli 2020 malam. Sebelumnya, kabar soal akan dibubarkannya 18 lembaga dimana Komnas Perempuan termasuk dalam 18 lembaga tersebut, telah berhembus kencang di kalangan aktivis perempuan dan membuat keresahan banyak aktivis perempuan. Para akademisi di berbagai kota di Indonesia kemudian dengan cepat membuat surat edaran dukungan agar Komnas Perempuan tidak dibubarkan, ini semata-mata karena mereka melihat kontribusi Komnas Perempuan yang besar bagi perempuan di Indonesia

Luviana dan Tika Adriana- Konde.co

Pada 20 Juli 2020 malam, isu yang berhembus mengenai pembubaran Komnas Perempuan ditampik oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tahun 2020. Dalam Pasal 19, Jokowi menulis 18 lembaga yang dibubarkan dan tidak ada Komnas Perempuan di dalamnya.

Sebelumnya, para akademisi mengedarkan surat edaran pada 19 Juli 2020 untuk mendukung agar Komnas Perempuan tidak dibubarkan. Dalam waktu yang cepat, surat edaran tersebut sudah ditandatangi oleh kurang lebih 106 akademisi di Indonesia:

KOMNAS PEREMPUAN TAK BOLEH BERAKHIR

Kawan akademisi dan pejuang perempuan yg kami hormati,

Komnas Perempuan lahir sbg buah Reformasi 98, dan sampai hari ini menunjukkan kinerja yg luar biasa melalui keterlibatan, kerja nyata, dan produk2 kajian. Mereka ikut membidani atau mempengaruhi lahirnya berbagai produk legislasi dan kebijakan yg memajukan perempuan; mengadvokasi dan merespon kasus2 kekerasan terhadap perempuan.

Mereka menghimpun dan terus memperbarui data kekerasan terhadap perempuan setiap tahun dan berbagai data terkait lainnya.

Komnas Perempuan adalah ikon bagi Indonesia yang memperhitungkan isu kemanusiaan perempuan

Namun hari-hari terakhir ini kita mendapat khabar bahwa Komnas Perempuan termasuk Komisi yg sedang ditinjau untuk diperhitungkan apakah keberadaannya akan diteruskan atau tidak

Kami mengetuk hati para akademisi untuk menyatakan sikap bahwa kita sangat membutuhkan Komnas Perempuan

Sejumlah akademisi yang memberikan dukungan pada Komnas Perempuan antaralain: Prof. Dr. Sulistyowati Irianto (akademisi UI), Prof Melani Budianta, PhD (UI), Dr. Karlina Supelli (STF Driyarkara), Prof. Dr. Saparinah Sadli (UI), Prof Aquarini Priyatna, Ph.D. (UNPAD), Prof. Dr. Irwanto (Universitas Atmajaya Jakarta), Prof. Muhajir Darwin (UGM)), Prof. P.M. Laksono (UGM), Prof Dr Rodliyah SH MH ( UNRAM), Prof.Dr.Elita Rahmi.SH.M.Hum (Univ Jambi), Prof. Tri Lisiani Prihatinah,S.H.,M.A.,Ph.D (UNSOED), Prof .Dr.H Zaenal Asikin ,SH .SU (UNRAM), Dr. Husain Heriyanto (Universitas Paramadina), Dr. Budhy Munawar Rahman (Nurcholish Madjid Society), Dr. Titiek Kartika Hendrastiti (SDGs Center Universitas Bengkulu) dan akademisi dari berbagai kota di Indonesia.

Sebelumnya, sejumlah berita juga menuliskan rencana soal pembubaran 18 lembaga. Berita dalam Kompas.com misalnya menyebutkan tentang 18 lembaga akan dibubarkan, namun jika kita baca beritanya, tidak ada kalimat atau wawancara yang menyebutkan bahwa akan ada 18 lembaga yang akan dibubarkan. Berita ini menimbulkan kesimpangsiuran di sejumlah group sosial media aktivis perempuan.

Namun jika melihat komentar dari hasil wawancara jurnalis di Channel Beritasatu pada Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, ia hanya mengatakan bahwa akan ada evaluasi terhadap lembaga, badan dan komisi negara di Indonesia. Pemerintah akan merampingkan karena minimnya dana untuk lembaga, komisi dan badan negara akibat krisis Covid-19. Jadi, 18 lembaga ini baru dalam tahap evaluasi, bukan akan dibubarkan. 3 lembaga yang kabarnya akan dibubarkan yaitu Badan Restorasi Gambut, Komisi Nasional Usia Lanjut (KNLU) dan Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan (BSANK).

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam wawancara dengan Konde.co pada 20 Juli 2020 mengatakan bahwa sebetulnya ini merupakan kejadian yang sudah berulangkali terjadi ketika ada yang menyebut bahwa Komnas Perempuan diisukan akan dibubarkan dan dilebur dengan lembaga lain, informasi ini selalu ada hampir setiap kali dilakukannya review pada lembaga non struktural (LNS) oleh pemerintah.

“Informasi seperti ini semata-mata karena tidak ada cantolan eksplisit keberadaan Komnas Perempuan dalam Undang-Undang. Untuk saat ini, untuk posisi final atau keputusan hasil review belum diketahui. Ada juga kabar bahwa Komnas Perempuan tidak ada dalam daftar pendek komisi yang tidak akan dibubarkan,” kata Andy Yentriyani.

Andy Yentriyani mengucapkan terimakasih karena adanya surat dukungan yang digagas oleh sejumlah akademisi dan tengah diedarkan saat ini.

“Semoga dukungan ini direspon positif oleh pihak yang tengah mereview dan meneguhkan perjuangan kita bersama.”

Evaluasi terhadap lembaga, badan atau komisi yang dibentuk dengan Peraturan presiden dan Keputusan Presiden memang selalu dilakukan. Pemerintah ketika mengevaluasi lembaga, komisi dan badan ini. Evaluasi ini mencakup soal perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja. Lalu juga soal kinerja dan terakhir yang dinilai adalah capaian kinerja.

Listyowati, Direktur Kalyanamitra dan anggota aktivis Cedaw Working Group Indonesia (CWGI) mengatakan penolakannya ketika mendengar kabar bahwa Komnas Perempuan akan dibubarkan. Selama ini ia melihat bahwa Komnas Perempuan adalah komisi yang mewakili suara publik.

“Komnas Perempuan bergerak cepat untuk membawa suara perempuan. Dengan jumlah kekerasan perempuan yang sangat banyak, Komnas Perempuan mempunyai posisi dan kerja yang jelas selama ini, yaitu mewakili korban kekerasan seksual. Jika Komnas Perempuan tidak ada, lalu siapa yang akan menjawab persoalan- persoalan perempuan?,” kata Listyowati.

Selma Theofany, peneliti Setara Institute menuliskan hasil penelitian Setara Institute soal kinerja lembaga HAM seperti Komnas Perempuan di masa Pemerintahan Jokowi- Jusuf Kalla. Hasilnya, kinerja Komnas Perempuan sepanjang lima tahun di masa itu skornya di atas rata-rata, yaitu dengan skor: 4,7. Penilaian ini berada pada skala 1 sampai 7 – skor 1 berarti buruk dan 7 berarti baik.

Secara umum, Setara Institute juga mencatat, mandat Komnas Perempuan mencakup penyebarluasan pemahaman, pengkajian dan penelitian peraturan perundang-undangan, pemantauan dan pencarian fakta, pemberian saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, dan organisasi masyarakat, dan pengembangan kerja sama regional dan internasional telah dilakukan secara baik.

Dari mandat tersebut, Komnas Perempuan memiliki keterbatasan dalam memengaruhi pengambilan kebijakan karena hanya dapat memberikan rekomendasi yang tidak mengikat bagi pengambil kebijakan. Namun, Setara Institute melihat Komnas Perempuan telah menjalankan mandat yang dimiliki secara taktis dan strategis.

Penelitian yang dilakukan Setara Institute ini bisa menjadi data yang bisa digunakan bahwa Komnas Perempuan telah bekerja dengan baik dan berada di atas rata-rata.

Di daerah, Komnas Perempuan mendapatkan pengakuan dan kepercayaan yang kuat. Martha Hebi dari Lembaga Solidaritas Perempuan dan Anak (Sopan) Sumba, menyatakan wacana untuk membubarkan Komnas Perempuan itu dirasakannya tidak masuk akal, karena di daerah terutama di Sumba dan Nusa Tenggara Timur, Komnas Perempuan sangat dibutuhkan bahkan mereka membutuhkan perwakilan Komnas Perempuan bisa diperluas di daerah-daerah.

“Jadi kewenangan Komnas Perempuan harus diperluas, bukan malah dibubarkan,” kata Martha Hebi yang dihubungi Konde.co pada 20 Juli 2020 melalui telepon.

Martha Hebi mencontohkan, Di Sumba selama ini praktek kekerasan perempuan sangat tinggi, apalagi yang mengatasnamakan adat, catatan tahunan yang dikeluarkan Komnas Perempuan setiap tahunnya sangat membantu untuk menunjukkan data jumlah kekerasan yang terjadi pada perempuan.

“Data catatan tahunan tersebut tidak hanya digunakan untuk menunjukkan jumlah, namun lebih dari itu, bagi kami data ini penting untuk memberikan pemahaman pada para penegak hukum agar menggunakan perspektif perempuan dalam kerja-kerja penyelesaian hukumnya.”

Bagi Martha Hebi, kehadiran Komnas Perempuan adalah amunisi untuk mendorong kebijakan perempuan. Komnas Perempuan menjadi alat bagi perempuan di daerah untuk bekerja.

Catatan Setara Institute juga memaparkan, Komnas Perempuan selama ini memiliki posisi yang fleksibel untuk menjalankan strateginya. Lembaga ini dapat berdiri di dua kaki, yaitu di kaki pemerintah mengingat pendiriannya didasarkan pada keputusan presiden dan di kaki masyarakat sipil yang berpartisipasi aktif untuk menolak kekerasan terhadap perempuan.

Data ini semakin menguatkan bahwa Komnas Perempuan harus ada untuk menyuarakan suara para perempuan korban dan menyelesaikannya melalui penyelesaian hukum dan kebijakan.

Tanggal 20 Juli 2020 malam akhirnya terjawab bahwa Komnas Perempuan tidak termasuk lembaga yang dibubarkan seperti kabar yang beredar beberapa hari ini.

18 lembaga yang dibubarkan oleh Jokowi antaralain: Tim Transparansi Industri Ekstraktif, Badan Koordinasi Nasional Penyuluhan Pertanian, Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, Badan Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda, Tim Koordinasi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum, Komite Pengarah Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik, Satuan Tugas Percepatan Pelaksanaan Berusaha, Tim Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi atas Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga kepada PDAM Dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum, Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri, Tim Nasional Untuk Perundingan Perdagangan Multilateral alam Kerangka World Trade Organization, Tim Restrukturisasi dan Rehabilitasi PT (Persero) Perusahaan Listrik Negara, Komite Kebijakan Sektor Keuangan, Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan, Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor, Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi, Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan, dan Komite Nasional Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asian Nations.

Referensi:

1.https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/15/201100665/18-lembaga-akan-dibubarkan-berikut-daftar-20-lembaga-di-bawah-presiden?page=all

2.https://theconversation.com/kinerja-komnas-perempuan-lima-tahun-terakhir-beri-harapan-pada-perjuangan-hak-perempuan-129364

(Foto: Kantor Komnas Perempuan)

Luviana dan Tika Adriana, Chief Editor dan Managing Editor Konde.co

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!