Laki-Laki Baru di Rumah Saya: Bapak yang Feminis

Karena banyak di rumah dibandingkan ibu yang sibuk kerja, saya banyak mengamati bapak. Bapak tak pernah malu melakukan semua pekerjaan rumah. Dalam diri bapak saya belajar tentang laki-laki feminis yang mengambil tanggungjawab di rumah

Faiz Fauziah – Konde.co

Saya dulu menyangka kalau bapak saya termasuk suami yang takut pada istrinya atau ibu saya. Tolak ukurnya tidak lebih dari tayangan televisi yang beberapakali saya lihat “suami-suami takut istri” yang ditayangkan di televisi nasional saat saya masih SD dulu.

Saya adalah anak dari pasangan suami istri yang lahir dan besar di pedesaan. Secara tidak sadar, budaya patriarki telah terinternalisasi dalam diri saya. Misalnya, awalnya saya percaya bahwa hanya laki-laki lah yang bekerja di luar, yang bertugas menafkahi dan memegang kendali keluarga, dan perempuan berurusan dengan 3M (Masak, macak, manak) yang dalam bahasa jawa yang artinya tugas perempuan itu memasak, dandan, dan melahirkan.

Dan dulu saya juga percaya bahwa tugas seorang istri harus menaati semua perintah suaminya. Kurang lebih konsepsi seperti itulah yang saya dapat dari lingkungan tempat saya dibesarkan.

Namun segala konsepsi maskulinitas dan superioritas laki-laki tersebut runtuh setelah saya menyadari dan mendalami sosok bapak yang sebenarnya telah menerapkan kesetaraan gender di rumah .

Bapak saya adalah seorang pekerja wiraswasta yang bekerja sebagai pembuat batu bata dan ibu saya seorang Pegawai Negeri Sipil/ PNS. Karena bapak lebih punya banyak waktu, maka bapaklah yang mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, cuci piring, cuci baju dan yang lain.

Awalnya saya merasa sangat janggal melihat bapak mengerjakan pekerjaan yang ‘harusnya’ dilakukan perempuan. Sampai saya pernah mengira kalau bapak adalah tipe suami takut istri seperti sinetron di televisi. Ternyata yang selama ini bapak lakukan adalah cerminan laki-laki yang menghargai perempuan. Meskipun bapak hanya tamatan SMA tapi beliau sudah melek akan kesetaraan gender sedari dulu. Dari zaman isu kesetaraan gender belum ramai dibincangkan publik.

Bapak mengerjakan pekerjaan rumah seperti belanja, memasak, bersih bersih sampai mengurus anak dengan ringan hati. bukan semata karena keterbatasan waktu ibu dan keterbatasan finansial untuk membayar orang lain.

Beliau juga tidak pernah menggubris cibiran orang lain yang tidak jarang saya temui. Dari sekedar celetukan “laki-laki kok belanja, laki-laki kok nyapu” sampai label “bapak rumah tangga”. Bapak saya paham itu adalah stereotype yang mudah saja dilekatkan.

Bagi saya, apa yang dicontohkan bapak adalah pelajaran berharga untuk meredefinisikan rumah tangga kelak. Ketika pasangan telah mengikat janji di pernikahan, maka segala urusan keluarga menjadi tanggung jawab berdua. Baik itu urusan mencari nafkah ataupun pekerjaan rumah tangga. Tidak melulu laki-laki yang bekerja di luar dan perempuan mengurus rumah dan anak.

Tapi meskipun sebaliknya, ketika perempuan yang mencari nafkah maka ini tidak mengindikasikan ia lebih superior dari suaminya, begitu juga sebaliknya. Pekerjaan rumah tidak lebih inferior dari pekerjaan yang money oriented. Keduanya sama-sama menjadi tanggung jawab keluarga.

Memang, urusan hamil dan melahirkan hanya bisa dilakukan oleh perempuan. Namun perihal mengasuh dan membesarkan anak adalah tanggung jawab berdua. Kiranya seperti itulah selalu nasehat yang diberikan bapak pada saya sore itu.

Dan ini tidak serta merta memberikan kebebasan kepada laki-laki untuk seenaknya memerintah atau merasa berkuasa terhadap perempuan. Dan itu yang telah diterapkan oleh bapak selama ini. Semoga Tuhan menyisakan satu laki-laki seperti bapak untuk saya.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Faiz Fauziah, senang menuangkan pemikirannya melalui tulisan

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!