5 Juta Pekerja Rumah Tangga Akan Terkena Kekerasan Jika Tak Ada Kebijakan yang Melindungi

Jumlah Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia di tahun 2020 ditaksir hingga 5 juta PRT dan 84% nya adalah perempuan. Belum juga disahkannya kebijakan untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT) oleh DPR membuat keprihatinan dari para tokoh agama di Indonesia.

Pernyataan tersebut disampaikan para tokoh agama dalam diskusi yang dimotori oleh Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) pada hari Selasa (2/9/ 2020) secara daring. Diskusi ini dilakukan untuk memberikan dukungan pada PRT.

Secara bulat semua tokoh agama memberikan dukungan dan akan mengawal secara khusus agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat/ DPR di tahun 2020.

Diskusi diikuti antaralain oleh Pendeta Gomar Gultom (Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia/ PGI), Bambang Subagyo (Tokoh Penghayat), Dr. Zulkifli (FKUB Kalimantan Barat), Drs. Nyoman Udayana (Tokoh Agama Hindu), Romo Andang Binawan (Tokoh Agama Katolik), Dharmanadi Chandra (Tokoh Agama Buddha), Liem Liliany Lontoh (Ketua Hubungan Antar Lembaga dan Lintas Agama MATAKIN), Dr. Nora Kartika Setyaningrum (Plt. Direktur Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri), Lita Anggraini (JALA PRT), Satyawanti Mashudi (Komnas Perempuan), dan Prof. Musdah Mulia (Ketua Umum Yayasan ICRP).

Pendeta Gomar Gultom menegaskan bahwa secara kristiani kita harus memuliakan sesama manusia karena manusia adalah citra Allah seperti tertulis dalam Alkitab.

“Begitu pula dengan para pekerja rumah tangga, kita harus memperlakukan mereka dengan layak,” tegasnya.

Hal serupa juga dikatakan oleh Dharmanadi Chandra, tokoh Agama Buddha.

“Ada prinsip yang diajarkan oleh Sang Buddha bawasannya kita harus selalu saling mengasihi, melakukan sesuai dengan hak dan kewajiban. Begitu pula dengan RUU Perlindungan PRT ini, semua sudah sesuai dengan nilai-nilai Buddhis,” katanya.

Romo Andang Binawan menyampaikan bahwa 16 tahun yang lalu Gereja Katolik dan hingga sekarang melalui perempuan Katolik telah melakukan advokasi agar RUU Perlindungan PRT ini segera disahkan. Sedangkan Liem Liliany Lontoh, tokoh agama Kong Hu Cu sekaligus Ketua Hubungan Antar Lembaga dan Lintas Agama MATAKIN mengatakan bahwa RUU Perlindungan PRT ini sangatlah penting untuk segera disahkan.

“Biasanya kita sudah menganggap para PRT ini sebagai keluarga, sehingga luput pada hak mereka untuk mendapatkan hak kesehatan, gaji yang sesuai dengan keahlian dan lain sebagainya sehingga setelah membaca RUU Perlindungan PRT ini, kami sangat mendukung dan setuju agar RUU ini segera disahkan,” katanya.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalimantan Barat, Zulkifli mengatakan bahwa dalam Islam juga diajarkan untuk mengangkat harkat dan martabat sesame manusia.

“Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjalani kehidupan yang diinginkannya tanpa ada gangguan dari siapapun. Dengan kata lain setiap manusia dilarang oleh Tuhan untuk saling merendahkan, menyakiti, mengeksploitasi dan menzalimi,” ujarnya.

Pernyataan pers ICRP yang diterima Konde.co menyebutkan bahwa semua tokoh agama bersepakat untuk mendukung dan mengawal RUU Perlindungan PRT untuk menjadi Undang-Undang. ICRP bersama tokoh agama melihat bahwa RUU Perlindungan PRT ini menjadi penting untuk segera disahkan dengan 3 alasan penting yaitu sesuai sila pertama Pancasila, nilai-nilai teologis atau keimanan masing-masing agama maupun kepercayaan di Indonesia mengajarkan tentang kebaikan, kesetaraan dan saling menghargai sesama manusia tanpa terkecuali.

“Kepada pimpinan DPR perlu disampaikan bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dari RUU Perlindungan PRT ini. Perlindungan akan diperoleh bagi pemberi kerja maupun penerima kerja yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Karena nilai-nilai kekeluargaan di Indonesia telah disalahgunakan sebagai dasar memberi pekerjaan bagi PRT sehingga hak-hak pekerja seperti upah, beban kerja, cuti, waktu istirahat dan peningkatan kapasitas pekerja tidak terpenuhi, di sisi lain pemberi kerja tidak mendapatkan kepastian hukum akan haknya untuk mempekerjakan PRT yang cakap,” Kata Musdah Mulia

Dengan alasan tersebut, maka ICRP dan semua tokoh agama menyerukan kepada Badan Legislasi untuk membawa RUU ke Badan Musyawarah (Bamus) untuk dibawa kedalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat/ DPR RI pada September- Oktober 2020 dan selanjutnya ditetapkan sebagai Undang Undang Perlindungan PRT.

Undang-Undang Perlindungan PRT merupakan bentuk kehadiran negara dalam perlindungan situasi kerja warga negara yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga di Indonesia yang berjumlah lebih dari 5 juta dengan 84% adalah perempuan (data Survei ILO dan Universitas Indonesia tahun 2015 jumlah PRT di Indonesia 4,2 juta) atau di tahun 2020 kira-kira jumlahnya 5 juta, suatu angka besar yang menunjukkan bahwa pekerja rumah tangga sangat dibutuhkan.

Akibat ketiadaan payung hukum tentang PRT, sampai saat ini PRT rentan mendapatkan kekerasan berbasis gender, seperti kekerasan seksual, perdagangan orang, dan kekerasan dalam rumah tangga. Termasuk tidak dipenuhinya hak-haknya sebagai pekerja seperti upah, beban kerja, cuti, waktu istirahat dan peningkatan kapasitas.

Disisi lain, pemberi kerja tidak mendapatkan kepastian hukum akan haknya untuk memperkerjakan PRT yang cakap, bekerja sesuai jangka waktu yang diperjanjikan dan kepastian keamanan tempat tinggal dan/ atau anak-anak atau Manula atau binatang yang dirawat oleh PRT.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!