Solidaritas Pangan Jogja Tolak Penghargaan Menteri, Yang Dibutuhkan Jaminan Kesejahteraan

Solidaritas Pangan Jogja (SPJ), gerakan kolektif kerakyatan yang membagikan makanan kepada masyarakat terdampak Pandemi Covid-19 seperti perempuan buruh gendong dan kelompok rentan lainnya di Jogja, menolak penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Penghargaan ini dianggap menghamburkan uang, karena yang dibutuhkan masyarakat adalah jaminan kesehatan dan kesejahteraan, bukan piagam atau piala

Sejak Pandemi Covid-19, Solidaritas Pangan Jogja/ SPJ membagikan makanan pada para pekerja informal, tunawisma, masyarakat pra-sejahtera serta kelompok masyarakat rentan lainnya. Salah satu aktivitas yang banyak dilakukan adalah membagikan makanan pada para perempuan buruh gendong di beberapa pasar tradisional di Jogjakarta

Pada hari Kamis, 3 Desember 2020, Solidaritas Pangan Jogja menerima surat undangan dari Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta untuk diundang hadir dalam acara penerimaan kunjungan kerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI.

Melalui komunikasi via telepon, diberitahukan pula bahwa undangan ini terkait dengan pemberian penghargaan kepada Solidaritas Pangan Jogja sebagai TOP 21 Inovasi Pelayanan Publik Penanganan COVID-19 Kemenpan-RB.

Relawan SPJ, Syafitudina yang dihubungi www.konde.co pada 6 Desember 2020 menyatakan bahwa mereka memutuskan untuk menolak penghargaan ini karena dinilai salah alamat dan hanya menghambur-hamburkan uang

Selain itu SPJ juga menolak untuk hadir dalam acara penerimaan kunjungan kerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI pada hari Jumat, 4 Desember 2020 di Kantor Sekretariat Daerah, Pemerintah Kota Yogyakarta.

“Sikap ini kami ambil atas dasar beberapa pertimbangan karena Solidaritas Pangan Jogja bukanlah sebuah bentuk pelayanan publik. Solidaritas Pangan Jogja adalah sebuah gerakan rakyat untuk membantu rakyat lainnya di masa pandemi ketika pemerintah tidak mampu memberikan akses kesehatan,pangan, dan jaminan kesejahteraan dalam bentuk apapun. Ini adalah sebuah bentuk protes atas diskriminasi yang terus menerus dilakukan oleh pemerintah terhadap kelompok-kelompok masyarakat rentan. SPJ digerakkan oleh kepercayaan bahwa rakyat dapat mewujudkan kemandiriannya melalui aksi-aksi solidaritas,” kata Syafitudina

Syafitudina menambahkan bahwa Solidaritas Pangan Jogja bukanlah sebuah organisasi yang didukung oleh satu dua pihak dengan kepemilikan modal besar yang menjadi pemimpin. SPJ dihidupi oleh banyak orang dan tidak terbatas wilayah provinsi ataupun negara manapun. Sehingga memberikan penghargaan kepada SPJ adalah tindakan salah alamat.

“Penghargaan ini seharusnya diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia yang saling membantu kehidupan satu sama lain di masa sulit. Penghargaan yang dibutuhkan bukanlah dalam bentuk piala atau piagam, melainkan akses untuk jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan dan upah layak di masa pandemi, khususnya untuk kelompok masyarakat yang sering terlupakan: yang tidak memiliki KTP, rumah, dan terpaksa terus berada di jalanan untuk menyambung hidup.”

Solidaritas Pangan Jogja tidak membutuhkan pengakuan dari pemerintah atau negara untuk menghargai kerja yang telah dilakukan selama ini. Solidaritas Pangan Jogja dapat bergerak karena kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat, mulai dari donatur uang, donatur bahan makanan, relawan yang memberi tenaga dan waktunya, dan kelompok petani yang terus mengirimkan sayur setiap minggunya.

Meski saat ini SPJ tidak lagi menerima dan mengelola donasi, semangat rakyat untuk membantu rakyat atas dasar kepercayaan dan solidaritas tetap terus bergulir di berbagai inisiatif masyarakat sipil.

“Alih-alih menghamburkan uang dengan memberi penghargaan simbolis di tengah krisis ekonomi dan krisis kesehatan seperti di masa sekarang, Solidaritas Pangan Jogja menuntut pemerintah untuk mengalokasikan dana dan bantuan penanganan Covid-19 hingga betul-betul sampai ke tangan warga yang membutuhkan.”

(Foto: Facebook)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!