Ini Kondisi Panti Sosial Disabilitas Mental: Penghuni Dipasung Dan Rawan Covid

Banyak panti disabilitas mental yang memutuskan untuk memasung penghuninya. Mereka dipasung, dirantai, bahkan rantainya ditanam ke balok beton. Penghuni panti ini jumlahnya juga sangat banyak, mereka tinggal berdesakan yang membuat rawan terhadap Covid-19

Sejumlah penghuni panti tinggal di satu panti di Jawa Tengah. Selama ini mereka tidak pernah menunjukan gejala mengamuk atau gejala lain yang sering menjadi alasan mengapa orang harus dipasung. Namun nyatanya, Mereka terus-terusan dipasung.

Kondisi lainnya, para penghuni ini tinggal di panti yang sangat berdesak-desakan, mulai dari makan, tidur, bahkan buang air dilakukan di satu tempat yang sama. Belum lagi ruangan yang kecil yang sangat berdampak sekali terhadap penyebaran Covid yang sangat cepat.

Kondisi yang dialami penghuni panti tentunya sangat tidak baik dari mulai kesehatan yang tidak terjamin, tubuh yang semakin kurus, adanya tekanan mental yang dialami oleh penghuni panti mulai dari digunduli sampai ada yang mengalami kasus pelecehan seksual.

Yeni Rosa Damayanti bersama Andreas Harsono dan perwakilan koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Human Rights Watch, Human Rights Working Group, LBH Masyarakat dan Indonesia Judicial Research Society memaparkan data ini dalam konferensi pers pada 7 Januari 2021 melalui daring

“Mereka tidak bisa keluar dari panti, mulai dari makan, tidur, bahkan buang air dilakukan di satu tempat yang sama. Belum lagi ruangan yang kecil yang sangat berdampak sekali terhadap penyebaran Covid yang sangat cepat karena jarak penghuni panti satu sama lain terlalu dekat.”

Tahun 1977 sudah ada pelarangan melakukan pemasungan dalam bentuk rantai, di rumah atau bahkan dipohon dan lain sebagainya, namun ternyata sampai tahun 2018 masih banyak terjadi pemasungan di Indonesia.

Yeni Rosa Damayanti dari Perhimpunan Jiwa Sehat mengatakan masyarakat selama ini sering salah sangka dan mengira pemasungan itu terjadi di rumah-rumah, padahal banyak sekali pemasungan terjadi bukan di rumah-rumah, tapi di panti-panti misalnya di panti sosial milik swasta.

Kondisi buruk juga terjadi di panti sosial milik pemerintah. Seperti yang terjadi di Cipayung, Jakarta Timur milik Pemprov DKI Jakarta yang justru menjadi klaster penyebaran virus setelah 302 pasien dinyatakan positif terkena Covid-19. Hal ini sangat berdampak pada kecepatan dalam penyebaran Covid-19 karena orang yang di pasung di panti-panti.

Bahkan Komnas Perempuan menemukan informasi telah terjadi pemaksaan kontrasepsi bahkan sterilisasi. Jika sudah menyangkut pelecehan seksual seharusnya masalah ini di tangani dengan serius

Saat ini, ratusan penghuni panti sosial dan rumah sakit jiwa yang tersebar di seluruh Indonesia telah banyak yang terpapar Covid-19.

Berdasarkan penelusuran Kompas, sebanyak 80 pasien yang merupakan penyandang disabilitas psikososial dari Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi, Makassar terpapar virus Corona. Sementara, dua panti sosial di Cipayung, Jakarta Timur milik Pemprov DKI Jakarta juga menjadi klaster penyebaran virus setelah 302 pasien dinyatakan positif terkena Covid-19.

Selain kasus yang telah diberitakan tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa kondisi serupa juga terjadi di banyak panti sosial disabilitas mental lainnya di Indonesia.

“Jika tidak ada penanganan yang cepat dan tepat dari pemerintah, ratusan panti sosial akan menjadi klaster baru penyebaran virus Corona,” kata Yeni Rosa Damayanti

Surat Untuk Presiden Untuk Penanganan Covid-19 di Panti Sosial Disable Mental

Pada Maret 2020, koalisi masyarakat sipil yang peduli hal ini telah melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan pencegahan dan penanganan kasus Covid-19 di panti-panti sosial disabilitas mental.

Surat itu berisi peringatan atas rentannya situasi penyandang disabilitas mental yang tinggal di panti sosial, terhadap infeksi Covid-19 serta pentingnya perlindungan khusus bagi penyandang disabilitas khususnya mereka yang berada di tempat tertutup seperti panti sosial.

Dengan adanya lonjakan kasus seperti yang telah diberitakan di media kemarin, menunjukkan bahwa pemerintah tidak banyak melakukan apapun, terutama sejak surat terbuka tersebut dikirimkan.

Koalisi juga pernah melaksanakan pertemuan dengan Kantor Staf Presiden (KSP) untuk merespon hal ini dan KSP sudah mengkoordinasikan ke sejumlah Kementerian dan Pemerintah Daerah, namun sepertinya Pemerintah Pusat dan Daerah belum memiliki titik temu tentang pengelolaan, penanganan, dan pengawasan panti-panti tersebut.

“Situasi panti sosial sudah seharusnya menjadi perhatian serius dalam penanganan dan pencegahan kasus Covid-19 mengingat kapasitas, sanitasi, dan gizi di dalam panti relatif tidak layak. Petugas yang keluar masuk tanpa melakukan protokol kesehatan yang ketat, bangunan panti yang cenderung tertutup, sanitasi yang buruk dan gizi yang tidak memadai, hingga pemasungan atau perantaian yang masih terjadi, sangat berpotensi meningkatkan risiko penyebaran virus di dalam panti sosial,” kata Yeni Rosa Damayanti

Selain itu, tidak adanya koordinasi yang baik antara Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kota mengenai pengelolaan dan pengawasan panti juga menjadi persoalan lain yang menambah kompleksitas masalah ini.  

“Perhimpunan Jiwa Sehat juga sudah melaporkan kasus ini kepada Kementerian Sosial termasuk menteri sosial baik melalui surat terbuka kepada presiden yang kemudian di sisipkan ke kementerian sosial termasuk kondisi covid kita laporkan, namun hasilnya belum ada satupun juga yang dilakukan,” kata Yeni Rosa

“Karena selama ini Menteri Sosial nyaris tidak ada perhatiannya terhadap penyandang disabilitas yang ada di panti-panti disabilitas mental. Harapan kami pada menteri yang baru ini bisa berhenti mengecewakan kami sebagai bagian dari masyarakat sipil dan mulai memberikan perhatian serius kepada dikondisi dipanti-panti ini.”

Koalisi masyarakat sipil yang peduli permasalahan ini, mendesak pemerintah untuk memastikan semua petugas panti menjalankan protokol kesehatan seperti tenaga kesehatan di rumah sakit sebelum memasuki area panti, memastikan kebijakan pemerintah untuk mencegah penularan COVID-19 melalui physical distancing juga diterapkan di dalam panti-panti sosial baik milik pemerintah maupun swasta. Mengecualikan mereka dari kebijakan perlindungan ini adalah sebuah bentuk diskriminasi.

“ Lalu melakukan tes swab dan rapid test antigen secara berkala kepada penghuni dan petugas panti, moratorium penambahan penghuni panti dan memastikan penghuni yang telah terpapar Covid-19 mendapat perawatan yang maksimal dan layak serta memenuhi kebutuhan nutrisi, vitamin, dan sanitasi yang layak bagi seluruh penghuni panti.”

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Osi NF

Designer grafis. Menyukai hal-hal baru dan belajar di media online sebagai tantangan awal. Aktif di salah satu lembaga yang mengusung isu kemanusiaan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!