Promosi Menikah Muda Berbahaya, Jadikan Anak Perempuan Obyek Komoditas

Akun www.aishaweddings.com yang menawarkan kawin siri, menikah muda dan poligami tak lagi bisa diakses pada 10 februari 2021. Akun ini sangat berbahaya karena menjadikan anak perempuan sebagai obyek komoditas dan trafficking

Akun ini menawarkan 3 hal yang membahayakan perempuan, yaitu menikah di usia muda, poligami dan kawin siri yang akan menyebabkan perempuan menjadi korban. Bisa menjadi korban kekerasan seksual juga korban trafficking.

Dalam berbagai kajian yang dibuat oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan lembaga perempuan lainnya menunjukkan bahwa perkawinan anak dan perdagangan anak perempuan berdampak buruk pada kehidupan masyarakat dan khususnya perempuan.

Kasus promosi bermasalah ini menjadi pembicaraan publik ketika tanggal 7 Febuari 2021 publik mendapati ada sebuah iklan promosi yang disebarkan melalui media sosial yang berasal dari situs www.aishaweddings.com yang memberikan informasi kepada anak muda dan perempuan muslim untuk menikah pada usia 12-21 tahun sebagai bagian dari ketaqwaan kepada Allah SWT.

Sejak ditemukan info promosi ini, banyak reaksi yang muncul dari publik yang menyatakan bahwa promosi ini dirasakan kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk menekan angka perkawinan anak di Indonesia.

Sekjend KPI, Mike Verawati Tangka yang dihubungi www.Konde.co pada 10 Februari 2021 menyatakan situs promosi ini menentang upaya-upaya pendidikan, kesehatan ekonomi dan budaya yang sedang bergerak untuk melindungi anak, khususnya anak perempuan untuk tetap bersekolah

“Promosi ini juga bertentangan dengan kebijakan yang telah disahkan yaitu Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang Perkawinan dengan perubahan pasal batas minimal usia perkawinan, yang telah berubah dari usia 16 untuk perempuan dan 19 untuk laki-laki, menjadi usia 19 tahun untuk perempuan dan laki-laki,” kata Mike Verawati

Disamping itu konten promosi aisha wedding organizer ini menunjukan proses tawar-menawar anak perempuan sebagai obyek komoditas jasa perkawinan yang ditengarahi lebih lanjut mengarah pada modus perdagangan orang yang termaktub dalam Undang-Undang No.21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

“Anak perempuan dipromosikan sedemikian rupa dengan anjuran-anjuran tertentu agar terjadilah praktik dagang, dan dalam kasus ini jelas sekali bahwa jasa wedding organizer ini memperdagangkan anak perempuan untuk memperoleh keuntungan usaha.”

Praktik jasa ini juga melanggar Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

Selain itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil lain seperti Rumah KitaB meminta aparat hukum untuk melakukan tindakan sesuai UU Perlindungan Anak, UU Trafficking dan KUHP. Rumah KitaB juga melihat bahwa iklan ini menyebarkan praktik perkawinan anak, pedofilia dan trafficking. Iklan juga membodohi publik dan menyesatkan.

Gerakan masyarakat sipil untuk penghapusan perkawinan perempuan anak yang terdiri dari para aktivis dan organisasi perempuan antaralain Valentina Sagala, Dian Kartikasari, Kalyanamitra, Infid, dll pada 10 Februari 2021 juga mengedarkan pernyataan sikap mendesak kepolisian untuk melakukan penyelidikan terhadap pemilik, pembuat dan pengelola aishaweddings

Promosi Menikah Muda Abaikan Peran Pemerintah

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga sangat geram dengan adanya promosi ini karena mengabaikan peran pemerintah dalam melindungi dan mencegah anak menjadi korban kekerasan dan eksploitase

“Promosi untuk nikah di usia muda yang dilakukan Aisha Weddings membuat geram Kemen PPPA dan semua LSM yang aktif bergerak di isu perlindungan anak. Tidak hanya pemerintah, tetapi masyarakat luas juga resah karena Aisha Weddings telah mempengaruhi pola pikir anak muda, bahwa menikah itu mudah, padahal pernikahan di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 tahun 2019 yang menyebutkan Perkawinan diizinkan apabila  perempuan dan laki-laki sudah berumur 19 tahun. Promosi Aisha Weddings tersebut juga telah melanggar dan mengabaikan pemerintah dalam melindungi dan mencegah anak menjadi korban kekerasan dan eksploitasi seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 17 tahun 2016,”  ujar Bintang Puspayoga

Dalam pernyataan sikapnya yang diakses di website Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Bintang menambahkan promosi Aisha Weddings bertentangan dengan hukum. Tindakan tersebut telah mengurangi upaya pemerintah dalam usaha menurunkan angka perkawinan anak yang dampaknya sangat merugikan anak, keluarga dan Negara.

“Kemen PPPA akan mempelajari kasus ini dan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, beberapa Kementerian/Lembaga dan NGO. Saya juga berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo dan Kapolri agar dapat dilakukan penyelidikan lebih lanjut.  Kami khawatir, data pribadi anak-anak dan remaja yang tertarik dengan situs tersebut justru disalahgunakan dan mereka  menjadi target tindakan pelanggaran hukum lainnya, seperti ekspolitasi seksual ekonomi kepada anak hingga perdagangan anak. Itu sebabnya kami akan melibatkan pihak aparat hukum agar anak-anak tidak menjadi korban,” ujar Menteri Bintang.

Bintang mengajak setiap pihak dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki kepedulian dan sensitif terhadap isu anak karena anak adalah generasi penerus bangsa ini.

“Kami mengajak semua pihak untuk lebih intensif mencegah perkawinan anak  agar semua anak Indonesia terlindungi,” tutup Menteri Bintang. 

(Foto/ ilustrasi: Pixabay)

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!