Perempuan punya banyak talenta dan bakat. Tapi, sepintar apapun perempuan dan seberbakat apapun perempuan masih banyak yang mendorongnya untuk memenuhi standar yang membuat perempuan tak nyaman hidupnya.
Tak boleh kerja di ruang publik, harus menikah, single itu akan sendirian dan tak baik, atau apapun yang dilakukan perempuan tak pernah dianggap sebagai pilihan baik. Tentu kalian sering mendengar ungkapan itu bukan?
“Halah, ngapain sih lu belajar pinter-pinter! toh lu juga ujungnya ke dapur.”
Atau jika kamu masih single dan tidak menikah, society kita akan bilang:
“Jangan kelamaan jomblo, nanti jadi perawan tua loh.”
Dan banyak yang bilang kalau cewek itu tugasnya cuma patuh pada suami, melayani suami, bereproduksi, dan mengurus anak. Istilah-istilah seperti ‘ujungnya ke dapur juga’, ‘perawan tua’, ‘ngga laku’, dll adalah label yang diberikan oleh masyarakat pada perempuan yang notabennya masih melajang dan tak mau menikah.
Banyak yang mengalami ini. Usia 25 tahun ke atas adalah usia yang ‘rawan’ bagi para perempuan di Indonesia untuk memenuhi standar masyarakat akan pernikahan. Padahal perempuan boleh memilih dan boleh punya standar sendiri untuk hidupnya.
Tentu saja hak bagi perempuan untuk memilih apakah dia ingin menikah atau tidak, ingin lebih berkarir atau tidak. Tapi sayangnya, perempuan yang tidak menikah dan lebih memilih berkarir dicap sebagai perempuan yang ambisius dan cenderung dihindari oleh laki-laki. Para laki-laki seolah takut bersaing dengan perempuan. Masalah pendapatan juga akan berpengaruh pada langgengnya suatu hubungan. Padahal itu semua harus dilawan.
Standar yang ada di masyarakat kita saat ini juga membatasi potensi yang bisa digali oleh perempuan. Nyatanya, banyak perempuan yang sebenarnya mampu membangkitkan potensi yang ada di dalam dirinya dan mengeksplore semua bakat itu menjadi sesuatu yang membanggakan.
Tidak ada yang salah dengan menikah. Tapi, tidak ada yang salah juga dengan perempuan yang lebih memilih untuk menemukan bakat tersembunyi yang ada di dalam dirinya dan mengejar impiannya. Karena perempuan tak harus bergantung pada siapapun untuk menemukan kebahagiaannya.
Tidakkah selama ini kamu telah lelah berusaha mengikuti standar orang lain sementara kamu yakin ada sesuatu yang berbeda dari dirimu?. Ada sesuatu yang lebih dari dirimu. Kamu juga pasti seringkali menyembunyikan potensi yang luar biasa di dalam dirimu.
Raksasa itu tertidur dan terantai, tak bisa keluar karena mereka tak menginginkannya. Kau harus rela mengurangi standarmu demi diterima dalam suatu kelompok. Kamu membunuh dirimu sendiri hanya demi mendapat sebuah pengakuan bahwa kamu adalah perempuan yang diterima di lingkungan mereka.
Tidakkah kamu lelah menjadi perempuan yang harus memenuhi begitu banyak tuntutan? Karena kita bisa menjadi perempuan yang mendobrak standar-standar itu!
(Foto/ ilustrasi: Pixabay)