Vaginismus Bukan Hanya Urusan Perempuan, Tapi Urusan Laki-Laki Dan Semua Orang

Jangan lagi membebani perempuan jika ia terkena vaginismus. Vaginismus adalah kondisi di mana perempuan merasakan otot panggul sekitar vagina mengalami gangguan kaku/ kejang otot, sehingga sulit terjadi penetrasi. Vaginismus bukan hanya urusan perempuan, tapi juga urusan laki-laki dan semua orang.

Ada sejumlah perempuan yang merasakan sakit ketika melakukan hubungan seksual. Namun ketika menyatakan rasa sakitnya, para perempuan ini malah mendapatkan pernyataan:

“Mungkin karena ibu kurang rileks saja.”

“Vaginismus itu sugesti aja.”

Banyak orang yang tidak tahu jika ketika perempuan merasakan sakit atau kejang otot ketika berhubungan seksual, bisa jadi ia terkena vaginismus.

Vaginismus merupakan kondisi di mana otot dasar panggul sekitar vagina mengalami gangguan berupa kaku/ kejang otot yang kuat, sehingga menyebabkan sulitnya penetrasi benda seperti jari, penis, dan spekulum dokter ke dalam vagina.

Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, vaginismus masuk ke dalam golongan kelainan organ reproduksi dan saluran kemih, atau penyakit fisik pada kondisi vagina yang tidak bisa menerima penetrasi. Diperkirakan 5-17 % perempuan di dunia mengalami Vaginismus

Dua dari sekian banyak komentar miring itu kerap didapati oleh para penyintas vaginismus. Komentar-komentar itu banyak yang menyakitkan, seolah divalidasi bahwa perempuan yang terkena vaginismus itu tidak normal, hingga mendapatkan komentar  misogini, mau tidak mau harus dihadapi oleh para penyintas vaginismus.

Bahkan kata-kata dari dokter atau tenaga medis kadang menjadi salah satu penyebab pasien vaginismus menjadi lebih jatuh dan menyakitkan. 

Padahal vaginismus adalah kondisi penyakit fisik yang ada dan bisa terjadi pada semua perempuan. Informasi yang minim tentang vaginismus menjadi salah satu penyebab terjadinya stigma terhadap penyandang vaginismus.

Fakta dan Mitos Seputar Vaginismus

Di Indonesia, terdapat komunitas yang bernama Komunitas Pejuang Vaginismus yang anggotanya lebih dari 600 orang dari seluruh lokasi di Indonesia

Komunitas pejuang vaginismus mempunyai data soal mitos-mitos yang selama ini disematkan pada para pejuang vaginismus

Mitos vaginismus

1.Vaginismus terjadi karena kurang rileks

2.Vaginismus terjadi karena ada trauma masa lalu

3.Vaginismus terjadi karena ada rasa takut berhubungan seksual

4.Seks pertama kali memang sulit/menyakitkan, sehingga mengalami vaginismus adalah hal yang wajar dan tidak perlu disembuhkan

Fakta vaginismus

1.Vaginismus terjadi karena adanya kaku/kejang otot dasar panggul di sekitar vagina

2.Vaginismus tidak bisa dikontrol oleh penderitanya

3.Kunci kesembuhan vaginismus adalah dengan terapi dilatasi

Mitos-mitos ini yang seringkali membuat down para penderita vaginismus, karena merasa malu, risih dan merasa bersalah pada pasangannya.

Yang jelas, tak ada penyebab pasti bagaimana perempuan bisa mengalami vaginismus. Dokter Robbi Asri Wicaksono, SpOG menjelaskan meski tak ada hasil penelitian yang menunjukkan bagaimana seseorang bisa mengalami vaginismus, namun penyandang vaginismus, layak untuk mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya. 

Dalam diskusi yang diselenggarakan Komunitas Pejuang Vaginismus, pada Vaginismus Awareness Day 14 September 2021, Robbi menjelaskan, ada banyak sekali pasien vaginismus takut untuk mengakses layanan kesehatan. Mulai dari stigma sosial hingga penolakan terhadap kebutuhan berobat pada diri sendiri dan keluarga.

Selain itu, pada kondisi masyarakat yang misogini, yang menempatkan perempuan sebagai sumber masalah, menyandang vaginismus berarti juga harus bersiap menghadapi cemooh dan resiko sebagai perempuan yang disalahkan.

“Contohnya hari ini, saya mendapatkan pasien, yang ikut serta ada suami, dan bapak mertua pasien, dua laki-laki ini dari ekspresinya dan gerak tubuhnya sudah bisa dibaca kalau mereka sangat marah,” ucapnya menceritakan.

“….ketika pasien akan melakukan pemeriksaan fisik, bapak mertua ini masih ada di sana, ketika (pasien) ditanya, berkenan tidak melakukan pemeriksaan fisik dengan mereka, perempuan ini wajahnya sedih dan pasrah,” lanjutnya bercerita.

Ia juga menjelaskan, hampir 99% orang mengaku terkena vaginismus, setelah diperiksa,  sudah hampir dipastikan itu benar. Pada umumnya orang dengan gangguan penetrasi akan mengalami gangguan orgasme, dan minat seksual.

“Pada pasien vaginismus, untuk pemeriksaan fisik saja sangat menyakitkan bagi pasien. kita tenaga medis harus tahu kapan harus berhenti melakukan pemeriksaan, pasien juga harus tahu kapan meminta untuk berhenti,” terangnya.

Meski begitu, tak sedikit tenaga medis yang memiliki perspektif buruk soal vaginismus.

“Jika ada tenaga medis yang tidak percaya tentang vaginismus, dari mana itu dia referensi ilmiahnya? itu patut dipertanyakan,” kata Robbi.

“Paling banyak kasus yang saya hadapi selama praktek sebagai dokter adalah penderita vaginismus,” sambungnya. 

Setidaknya 93% penderita vaginismus mendapatkan respon buruk saat mencari pertolongan medis/non medis. Sementara itu, 12% gejala penyakit vaginismus mengalami kendala penetrasi seperti penetrasi terjadi hanya sebagian, selalu nyeri saat pemeriksaan medis, penetrasi tidak konsisten, atau terjadi penetrasi namun selalu nyeri, meski sudah melakukan foreplay dan lubrikasi. 

88% selebihnya, terjadi kegagalan penetrasi. Kondisi vagina yang tidak bisa menerima penetrasi ini kemudian sering dikaitkan dengan keinginan atau hasrat seksual perempuan.

“Penderita vaginismus ini masih mendapat respon seksual yang normal, bukan berarti (memiliki vaginismus) mereka tidak mau melakukan hubungan seksual, itu salah besar, bahkan dari 300 pasien yang saya tangani tidak ada satupun pasien saya yang memiliki trauma di masa lalu, ya karena penyakit ini bukan penyakit psikis,” terang Robbi.

Guncangan Pada Perempuan Dengan Vaginismus

Para penyintas vaginismus tentu mengalami guncangan yang hebat, maka dari itu bisa jadi perempuan dengan vaginismus lebih berpotensi terserang penyakit mental.

Robbi menyatakan, dalam beberapa kasus yang ia alami, ia selalu merekomendasikan pasiennya untuk melakukan konsultasi ke psikiater/psikolog agar kondisi mental mereka juga membaik.  

“Vaginismus itu bukan mitos, penyakit itu betul ada, dan masih bisa sembuh,” kata salah satu penyintas yang hadir dalam diskusi tersebut.

Vaginismus memang bisa disembuhkan dengan pelbagai cara, salah satunya yakni dengan menjalani terapi. Menghubungi obgyn adalah cara yang paling efektif yang bisa dilakukan untuk mengetahui bagaimana penyembuhan paling efektif.

“Sangat variatif kondisi pasien dengan vaginismus, pasien saya yang paling lama mengalami vaginismus itu 28 tahun tidak bisa penetrasi, sedang yang paling cepat penyembuhannya adalah 3 minggu sejak setelah konsultasi dan menjalani terapi,” katanya mengisahkan. 

Sepanjang karirnya menjadi dokter, kasus vaginismus banyak ia jumpai. Pada 2017 di awal masa praktiknya, pasien vaginismus yang berkonsultasi hanya sebanyak belasan orang saja, namun selang beberapa bulan, jumlah pasien bisa meningkat hingga puluhan. 

Memahami vaginismus tentu bukan hanya jadi tugas perempuan, akan tetapi penyakit ini juga harus jadi concern laki-laki dan masyarakat, sebab perempuan bukan alat reproduksi, perempuan adalah bagian dari kehidupan sosial, permasalahan perempuan adalah permasalahan masyarakat. 

Robbi berpesan, jika ingin berobat, jangan pernah berpikir ini demi pasangannya.

“Suami anda bukan korban, dan anda bukan sumber masalah, pengobatan ini demi kesehatan anda, anda bukan wadah penis pasangan anda,” katanya 

Ia juga menyarankan pada perempuan lajang agar melakukan rekam jejak tenaga medis yang akan memeriksa, untuk meminimalisir diskriminasi yang mungkin bisa terjadi.

Komunitas Pejuang Vaginismus

Di tengah persoalan vaginismus ini, yang banyak orang masih tabu membicarakannya, Dian Mustika kemudian mendirikan Komunitas Pejuang Vaginismus. Kini, anggotanya sudah 600 orang di Indonesia.

Pada Januari 2020, Komunitas Pejuang Vaginismus terbentuk untuk saling memberikan dukungan kepada sesama penderita vaginismus melalui wadah grup chat di telegram.

Pada bulan Agustus 2020, Komunitas Pejuang Vaginismus memperluas jaringannya dengan bergabung pada Orami Community Network, sehingga support group tidak hanya ada di telegram saja, namun juga di aplikasi Orami Parenting, dan mulai berkolaborasi dengan berbagai expert untuk memberikan edukasi seputar kesehatan reproduksi, seks dan juga kesehatan mental/motivasi.

Grup pejuang vaginismus dalam grup telegram sendiri, terbagi ke dalam 2 kategori, yaitu: grup yang berfokus pada anggota yang masih mengalami vaginismus, ataupun sudah sembuh namun ingin tetap berbagi dan memberi dukungan.

Yang kedua, grup yang berfokus pada kehamilan / program hamil pasca sembuh vaginismus maupun kehamilan saat masih vaginismus (splash pregnancy)

Tujuan didirikannya komunitas ini adalah bisa menjadi support group bagi sesama penderita, agar mereka tetap optimis dan berpikir positif dalam menghadapi vaginismus, dan fokus pada penyembuhan

Lalu memberikan afirmasi positif juga dukungan bagi para penderita vaginismus yang mengalami dampak tidak menyenangkan, seperti perceraian dan membantu meluruskan informasi yang keliru mengenai vaginismus, yaitu vaginismus yang disebabkan oleh pikiran/penyakit psikis.

Nyatanya vaginismus tidak dipengaruhi oleh pikiran/kondisi psikis, namun justru sebaliknya vaginismus dapat menyebabkan dampak psikis membantu memberikan pemahaman bahwa vaginismus bisa sembuh.

Penyembuhan vaginismus adalah penyembuhan pada vagina dengan cara dilatasi, bukan pada pikiran yang kurang rileks, juga membantu memberikan pemahaman bahwa kendala penetrasi saat berhubungan seksual adalah bukan salah perempuan. Jadi bukan karena penderita vaginismus tidak mampu dan bukan tidak mau berhubungan seksual.

Lalu komunitas ini juga membantu meluruskan informasi dari mitos-mitos yang beredar mengenai hubungan seksual seperti: seks saat malam pertama itu menyakitkan dan itu adalah hal yang normal

Sebenarnya tak hanya perempuan yang mendapatkan stigma ini jika tak bisa penetrasi, laki-laki juga mengalaminya dan kadang juga kena olok-olok, tapi stigma olok-olokan yang diterima perempuan, jauh lebih banyak

Kampanye memperingati Vaginismus Awareness Day yang diperingati di seluruh dunia setiap tanggal 15 September lalu, adalah sebagai salah satu bentuk sosialisasi dan edukasi mengenai kondisi vaginismus yang masih minim dan salah di benak masyarakat

Reka Kajaksana

Penulis dan Jurnalis. Menulis Adalah Jalan Ninjaku
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!