Komnas HAM: Korban di Komisi Penyiaran Terbukti Alami Kekerasan Seksual

Komnas HAM telah selesai melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap dugaan perundungan dan pelecehan seksual di lingkungan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hasil penyelidikan Komnas HAM menyimpulkan bahwa korban, MS terbukti mengalami pelecehan dan kekerasan seksual

Pasca tersebarnya surat MS, seorang korban dugaan pelecehan dan kekerasan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada 1 September 2021, MS dan kuasa hukumnya, Mualimin kemudian datang ke ke Komnas HAM pada 21 September 2021

Komnas HAM melakukan penyelidikan atas kasus ini. Dalam penyelidikan ini Komnas HAM meminta keterangan terhadap 12 pegawai KPI, 2 diantaranya dimintai keterangan 2 kali untuk pendalaman, lalu juga Polres Jakarta Pusat, Kementerian Komunikasi dan Informatika/ Kominfo, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban/ LPSK, psikolog Puskesmas Taman Sari di Jakarta dan bertemu dengan organisasi-organisasi perempuan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Kasus di KPI.

Hasil penyelidikan Komnas HAM tentang kasus ini menyatakan bahwa MS mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.

Dalam penyelidikannya, Komnas HAM mendapati pelecehan seksual ini sudah terjadi di tahun 2015, ada 5 orang yang melakukan pelecehan dan ada 1 saksi yang mengetahui terjadinya pelecehan tersebut.

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyatakan ini dalam konferensi pers hasil penyelidikan pada 29 November 2021.

Beberapa terduga pelaku tersebut sering menyindir MS dan meminta MS untuk membelikan makan. Pernah ketika MS sedang tidur, ada terduga pelaku mengangkat MS dan menceburkan sambil mentertawakan korban ke kolam renang.

“Dari penyelidikan ini, ada pelaku yang menyingkirkan bangku kerja, memukul kepala MS dan menyatakan kata-kata yang tidak pantas, screen shoot di WhatsApp juga dilakukan dengan kata-kata tak pantas. Akibat perundungan ini, MS berulangkali ia stress berat sampai sekarang.”

Hal ini kemudian berdampak pada relasi kerja dan berdampak pada hubungan serta hubungan dengan istri dan keluarganya karena perundungan yang terus-menerus. MS menjadi stress bahkan depresi atau PTSD.

PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma adalah gangguan mental yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan. PTSD merupakan gangguan kecemasan yang membuat penderitanya teringat pada kejadian traumatis. Peristiwa traumatis yang dapat memicu PTSD antara lain perang, kecelakaan, bencana alam, dan pelecehan seksual.

“MS menyatakan mengalami PTSD yang datanya didapatkan dari Puskesmas Tamansari dan LPSK. Ada beberapa upaya yang dilakukan MS, MS mengadukan ke Komnas HAM Agustus 2017 dan direspon September 2017 dan disarankan ke polisi. Ia cerita ke keluarganya dan keluarganya minta ia resign saja dari KPI. MS juga pernah berobat ke Rumah Sakit Sumber Waras dan RS Graha Kedoya.”

MS sudah masuk dalam perlindungan LPSK sejak pelaporannya di tahun ini, konsultasi ke RS Polri biaya ditanggung LPSK. LPSK melakukan maping persoalan dan menyatakan bahwa MS mengalami PTSD

“Sumber kecemasan MS selalu berulang, yang disebabkan karena dipegang ramai-ramai pelaku dan buah zakarnya dicoret-coret. Berdasarkan hasil tes psikologi, keterangan MS dapat dipercaya, keterangan MS mengalami pelecehan seksual ini juga didapat dari psikolog LPSK,” kata Beka Ulung Hapsara

Keterangan dari Psikolog Puskesmas Taman sari sejalan dengan LPSK, yaitu sumber kecemasan MS ketika buah zakarnya dicoret dan mimpi buruk MS dan mengalami pelecehan seksual.

Temuan Tentang Terduga Pelaku

Komnas HAM juga menemukan, para terduga pelaku menyangkal melakukan pelecehan seksual, seperti mencoret buah zakar dan penelanjangan terhadap korban. Pelaku menyatakan selama ini yang terjadi hanya bentuk candaan saja. Keterangan soal ini didapat oleh Komnas HAM dari KPI

Sedangkan dalam upaya ini, Polres Jakpus yang melakukan olah TKP atau Tempat Kejadian Perkara tidak mendapatkan CCTV. Namun Polda Metro Jaya melakukan langkah penting seperti menolak laporan dari terduga pelaku kekerasan seksual, karena ada upaya laporan dari terduga pelaku terhadap MS.

Zoya Amirin, psikolog klinis yang dihadirkan sebagai konsultan ahli oleh Komnas HAM menyatakan bahwa secara konsisten, Zoya melihat bahwa MS mengalami PTSD dimana secara psikologis ini secara konsisten terdapat dalam hasil pemeriksaan di Puskesmas di Taman Sari dan di LPSK dari tahun 2019-2021.

“Jika MS memalsukan kondisi ini, maka MS tidak mendapatkan keuntungan dari pura-pura histeris dari kejadian ini. Ini juga dilakukan sendiri sebelum kasus ini viral, MS juga ke RS Pelni mengalami maag dan ada hubungannya dengan psikis. PTSD yang dimaksud, dimana bisa memicu hal yang bersangkutan dengan event yang menyebabkan dirinya trauma. Dia akan terpola pada hal yang sama, sehingga dia akan ketakutan. Jika ini berlangsung lama, ini karena MS sudah terbiasa menghindar. Namun di satu sisi jika dia tiba-tiba ingat dan meledak, ketakutan, ini akan terjadi. Selama ini MS sudah berusaha menghindar dengan bekerja di luar jam kerja,” kata Zoya Amirin

Komnas HAM juga meminta barang bukti dan salinan, potongan gambar. Dengan didasarkan pada proses yang ada maka Komnas HAM menyatakan: kuat terjadinya candaan, kebiasaan dan kata-kata kasar seperti kata bangsat dan MS mengalami candaan seksis

“Kuat dugaan perundungan pada pegawai KPI yang lain yang dianggap candaan. Lalu Komnas HAM melihat KPI gagal menciptakan ruang kerja yang sehat nyaman dan tidak mendukung korban dan tidak punya pedoman panduan dalam menangani kasus di lingkungan kerja. Padahal MS harus mendapatkan rasa aman dan ini bentuk merendahkan harkat martabat manusia dan hubungan fisik dan psikis korban,” kata Beka Ulung Hapsara

MS berhak untuk mendapatkan tempat kerja dan hak yang nyaman, lingkungan KPI selama ini intimidatif dan tidak aman.

“MS selama ini selalu menghindari pelaku, keluar kantor karena perundungan verbal, memilih ke masjid untuk menenangkan diri supaya menghindari perundungan lebih jauh. Ia berhak mendapat hak atas kesehatan fisik dan mental, ada pelanggaran HAM perundungan telah mengubah mental dan trauma dan teringat ini membuat ia sakit cairan lambung dan PTSD.”

Rekomendasi Komnas HAM

Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi pada Ketua KPI Pusat agar memberikan dukungan kepada MS secara materiil dengan mekasnime kebijakan pemulihan korban, KPI bekerjasma dengan polisi untuk proses penegakan hukum, melakukan sanksi kepada yang melakukan pelanggaran

KPI juga harus membuat pedoman di KPI Pusat, edukasi penanganan kekerasan, monitoring dan sistem di tempat kerja. Serta menyiapkan anggaran dan perangkat KPI atas tindak kekerasan seksual dan evaluasi berkala

“Juga kepada Kapolda Metro Jaya untuk melakukan pengawsan dan dukungan, pada Polres Jakpus dalam rangka melakukan penyidikan obyektif, akuntabel dan dengan perspektif HAM. Dan untuk Sekjend Kominfo, melakukan evaluasi pembinaan pejabat di KPI terhadap lingkungan KPI dan menggunakan sistem intranet yang mudah diakses atas kekerasan yang bisa diakses para staf di KPI,” kata Beka Ulung Hapsara

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!