Riset SMRC: Mayoritas Publik Dukung RUU TPKS dan Permendikbud Stop Kekerasan Seksual di Kampus

Riset terbaru SMRC mendapatkan data bahwa: walau baru sekitar 39% publik yang tahu soal RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), namun mayoritas publik mendukung RUU ini untuk segera disahkan. Survei ini juga memaparkan hampir semua masyarakat dalam survei ini mendukung Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di kampus

Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memaparkan hasil survei terkait pengetahuan publik tentang “Sikap Publik terhadap RUU TPKS dan Peraturan Menteri tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus.”

Secara umum, hasil survei menyatakan: mayoritas publik mendukung RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di kampus

Survei ini dilakukan dengan menggunakan 2 metodologi, yakni tatap muka yang berlangsung pada 8-16 Desember 2021, dan melalui wawancara telepon pada 5-7 Januari 2022 terhadap 1.249 responden yang dipilih secara acak, dengan tingkat kepercayaan 95 persen, dan tingkat kesalahan 2,8 persen. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah Berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Dalam presentasi hasil surveinya, Manajer Program SMRC, Saidiman Ahmad memaparkan bahwa hanya 39 persen anggota masyarakat yang tahu keberadaan RUU TPKS. Di antara yang tahu RUU TPKS ini, mayoritas (65 persen) setuju dengan permintaan presiden Jokowi agar RUU tersebut segera disahkan. Sedangkan yang tidak setuju: sebanyak 21 persen, dan ada 14 persen yang tidak punya sikap.

Hal ini terungkap dalam launching survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk “Sikap Publik terhadap RUU TPKS dan Peraturan Menteri tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus: Temuan Survei Nasional” yang dirilis secara online pada 10 Januari 2022 di Jakarta.

“Dibandingkan dengan survei sebelumnya (tatap muka), awareness publik mengenai RUU ini mengalami peningkatan dibanding survei tatap muka pada Maret 2021, 24 persen, dan tidak banyak mengalami perubahan dibanding Mei 2021, 36 persen,” ujar Saidiman.

Dilihat dari demografi, tingkat pengetahuan publik pada RUU ini lebih banyak datang dari masyarakat yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi, dan berpendapatan lebih besar dibanding yang sebaliknya.

Saidiman Ahmad mengatakan bahwa dukungan terhadap pengesahan RUU ini konsisten dengan penilaian positif yang merata dari setiap lapisan demografi dan wilayah. 

“Ini modal yang penting bagi DPR dan Pemerintah untuk dapat mengesahkan RUU TPKS menjadi UU,” ujarnya dalam diskusi, Selasa (11/1/2022). 

Survei dari SMRC itu juga menunjukkan bahwa sekitar 60 persen warga yang mengetahui soal RUU TPKS memberikan dukungan terhadap aturan itu. Hanya ada 36 persen yang menyatakan tidak setuju, dan ada 5 persen yang tidak menjawab.

Saidiman menjelaskan bahwa angka dukungan ini tidak banyak berubah dari dua survei sebelumnya yang dilakukan secara tatap muka. 

“Dukungan mayoritas terhadap adanya UU tersebut konsisten sejak Maret 2021,” kata Saidiman.

Pada survei Maret 2021 yang dilakukan melalui tatap muka, dari yang tahu, ada 57 persen yang setuju, tidak setuju sebanyak 38 persen, dan yang tidak punya sikap sebanyak 4 persen. Pada survei tatap muka Mei 2021, yang setuju 64 persen, yang tidak setuju 30 persen, dan yang tidak punya sikap 5 persen.

Dilihat dari demografi, lanjut Saidiman, dukungan kepada RUU TPKS cukup merata di setiap kelompok masyarakat.

Sementara dari sisi massa pemilih partai, di antara yang tahu, mayoritas (lebih dari 50 persen) adalah massa pemilih PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, NasDem, PPP, dan PAN setuju dengan adanya UU TPKS. Sementara dukungan dari massa pemilih PKS dan Demokrat paling rendah (37 persen).

Kendati demikian, tingginya dukungan kepada RUU TPKS ini memang masih memiliki tantangan. Termasuk minimnya sosialisasi RUU ini di kalangan masyarakat luas. Penelitian ini juga mencatat, hanya 39 persen warga yang tahu soal RUU TPKS. Sehingga, masih ada sekitar 61 persen warga yang belum mengetahui adanya RUU TPKS.

“Dibandingkan dengan survei sebelumnya (tatap muka), awareness publik mengenai RUU ini mengalami peningkatan dibanding survei tatap muka pada Maret 2021, 24 persen, dan tidak banyak mengalami perubahan dibanding Mei 2021, 36 persen,” katanya. 

Dukungan pada Permendikbud Penanganan KS di Kampus Juga Tinggi

Hampir semua rakyat dalam survei juga mendukung Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Hal ini juga menjadi salah satu temuan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC)

Dalam presentasi hasil survei, Saidiman menunjukkan ada 33 persen warga yang tahu atau pernah mendengar Permendikbud No. 30 tahun 2021 tersebut. Sementara yang belum tahu 67 persen.

“Dari yang tahu, 92 persen menyatakan mendukung atau sangat mendukung peraturan menteri tersebut. Yang tidak atau sangat tidak mendukung hanya sekitar 7 persen. Masih ada 1 persen yang belum menyatakan pendapat,” katanya,” ujar Saidiman.  

Dilihat dari sisi demografi, dukungan pada Permendikbud ini terlihat merata di setiap kelompok masyarakat.  

Manajer Program SMRC itu lantas memaparkan bahwa responden diberi dua pilihan pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 itu dapat membenarkan perzinahan. Pandangan kedua menyatakan bahwa Permendikbud tersebut tidak membenarkan perzinahan, melainkan sebagai upaya melindungi korban dari kekerasan/pemaksaan untuk melakukan hubungan seks. 

“Terhadap dua pandangan ini, mayoritas publik (83%) dari yang tahu, setuju dengan pandangan kedua, yakni Permendikbud tersebut bukan pembenaran atas perzinahan, melainkan upaya untuk melindungi korban kekerasan,” katanya. 

Hasilnya, hanya 10% yang menyatakan setuju pada pandangan pertama bahwa peraturan tersebut dapat membenarkan perzinahan. Sementara masih ada 7% yang belum menyatakan pendapat.

Saidiman menegaskan bahwa publik umumnya menilai positif adanya Permendikbud tersebut. 

“Hal ini terlihat dari dukungan yang merata di setiap lapisan sosial dan wilayah,” kata dia. 

Dia menekankan, sebanyak 78 sampai 98% massa pemilih partai-partai politik mendukung Permendikbud tersebut. 

“Selain itu, di antara yang tahu, umumnya (78-98 persen) massa pemilih partai politik juga menilai bahwa Permendikbud tersebut tidak membenarkan perzinahan, melainkan upaya melindungi korban dari kekerasan seksual,” pungkas Saidiman. 

Survei ini dilakukan pada 8-16 Desember 2021 melalui tatap muka atau wawancara langsung. Terdapat 2.420 responden terpilih secara acak (multistage random sampling) dari seluruh populasi Indonesia yang berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 2.062 atau 85%. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 2,2 % pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling).

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!