Saya Jadi Korban Poligami, Apakah Sunnah Nabi Sesakit Ini?

Selain dipoligami, Kania juga harus membiayai pernikahan kedua suaminya. Padahal ia tak mau melakukan ini. Janji-janji suaminya yang mau berlaku adil, tak pernah jadi kenyataan

Mata perempuan muda itu sempat berkaca-kaca, dan akhirnya air matanya tumpah  ketika ia menceritakan kisahnya di tengah perbincangan bersama Konde.co pada Jumat (10/12/2021) lalu. 

Sebut saya Kania (bukan nama sebenarnya). Ia tak bisa bercerita dengan runtut, bagaimana pendapat dan pengalamannya sebagai perempuan yang dipoligami. Kania juga tak ingin identitas dirinya terungkap, lantaran ia takut keluarga besarnya akan mencaci maki dirinya

Dipoligami tentu tak pernah menjadi mimpi Kania saat mengikat janji membangun rumah tangga bersama suaminya yang seorang alim kenalan bapaknya. Ia berharap, dengan menikahi seorang beragama, akan membawa dirinya beserta keluarga ke dalam ‘surga’ baik di dunia maupun akhirat. 

Akan tetapi apa yang dihadapi Kania sungguh di luar dugaan dan jauh dari rencana. Ia dipoligami dengan alasan menjalankan sunnah, ketika anak-anaknya mulai masuk pondok pesantren di usia belasan tahun. 

Kania yang saat ini berusia 42 tahun itu bisa dibilang sangat mandiri secara ekonomi, keuangan stabil, terlahir dari keluarga terpandang. Namun segala kelengkapan itu tak membuat Kania terhindar dari praktik poligami yang dilakukan suaminya dengan menggunakan narasi sunnah nabi.

Dalam kesempatan itu Kania masih dengan sangat berat menceritakan kisahnya, suara ramahnya berubah jadi parau, lantaran ia harus mengingat, bagaimana situasi rumah tangganya hari ini.

“Saya ya nggak mau mbak dipoligami, siapa sih yang mau dimadu dengan suka rela, tapi mau gimana lagi, suami ngotot ingin menikah lagi, katanya biar nggak selingkuh, dan menjalankan sunnah nabi, ya sakit banget, tapi mau gimana lagi,” terangnya sambil menahan emosi.

Alasan klise ini memang sering digunakan laki-laki, bahkan pada banyak seminar-seminar kampanye poligami. Atas nama ibadah dan sunnah Nabi, hati nurani dan perasaan istri jadi nomor dua. 

Padahal beribadah sunnah tak hanya soal poligami, ujar Kania, ada banyak sekali sunnah yang bisa dijalankan. Itulah yang juga dipikirkan oleh Kania.

“Alasan ibadah sebenarnya yang paling sulit saya tolak, tapi kalau dipikir ulang, terlalu banyak sekali sunnah Nabi yang bisa dilakoni ketimbang rabi maneh. (dijalankan daripada menikah lagi)” terangnya.

Akan tetapi, keluarga besarnya tak berada pada pihaknya. Mereka berpendapat, membantah permintaan suami sama saja sebuah dosa. Meski Kanialah yang membiayai pernikahan kedua suaminya, jauh dalam lubuk hati yang dalam, ia tak ingin hati suaminya mendua.

Baca : Aktivis Mahasiswa Hiperseks Diduga Perkosa Tiga Mahasiswi

Namun, hal itu terpaksa ia lakukan, sebab suami Kania mengancam akan meninggalkan dirinya beserta anak-anak mereka, jika Kania enggan dimadu. Ia akhirnya memberi restu, dengan harapan setelah menikah, suami akan berlaku adil.

Tapi harapan tinggal harapan. Ternyata keadilan itu hanya fatamorgana. Suami Kania tak pernah pulang kembali ke rumah. 

“Ya janjinya kan dua minggu ke saya dan dua minggu ke rumah yang di sana (istri kedua), tapi ternyata enggak, berbulan-bulan nggak pulang, nggak ada kabar,” kata Kania sambil menahan isak.

“Padahal nikah juga saya yang bayarin, janjinya adil,” lanjutnya.

Tapi Kania coba meneguhkan hati dan menjalani saja apa yang dialaminya. Untung sang ibu kini mendukung dan coba menguatkan putrinya. 

“Mungkin ini emang sudah jalan Allah nduk, ibu cuman bisa berdoa dan pasrah,” demikian Kania menceritakan pesan ibunya.

Antara Ibadah atau Nafsu

Kisah Kania, adalah contoh kisah dari malpraktik ibadah sunnah Nabi yang banyak digaungkan sementara kalangan. Pada kenyataannya, cerita serupa juga ditemui Vice saat membuat liputan panjang terkait poligami dengan judul ‘Polemik Poligami di Indonesia: Berbagi Surga’.

Dalam tayangan tersebut, perempuan tak menikmati hubungan ‘segitiga’ sebagaimana laki-laki dalam cerita itu menggambarkan kebahagiaan dirinya memiliki dua istri. Ketidak adilan kerap dijumpai, dalam keterangan-keterangan perempuan dalam video tersebut.

Kania tak sendiri, keraguan untuk bisa berlaku adil juga jadi hal yang paling banyak disangsikan

Perempuan lainnya, termasuk sejumlah perempuan muda. Pasalnya, dalam Islam sendiri, wacana poligami bukanlah narasi utama dalam menjalankan ibadah. Selain itu, poligami merupakan praktik yang sudah terjadi di tanah arab jauh sebelum agama Islam ada.

“Aneh banget ya rasanya kalau ada yang bilang akan bisa adil, karena siapa yang bisa ngukur keadilan dalam hati? Perasaan? Nggak ada tolak ukurnya,” ujar Tita Anugrah (23). 

Ia berpendapat dalam banyak hal, manusia lebih sering berlaku tidak adil, bahkan dengan perasaan sekalipun. Seperti Tita, Erika Maya (24) juga punya pendapat senada, baginya selain sulit untuk berlaku adil, jika alasannya adalah untuk melakukan ibadah, ada ratusan ibadah dan amalan dalam islam yang bisa dilakukan, bahkan tak kalah jumlah pahalanya.

“Kenapa gak sholat tahajud tiap malam? Atau puasa Daud misal? Ada banyak banget amalan, yang mungkin dia sendiri gak tau kalau ada, dan itu bisa dilakukan, kalau dia emang nyari amalan,” cetusnya.

“Lah iki sing dirabi ayu-ayu, enom-enom, hoaks ta ibadah (ini yang dinikahi cantik-cantik, muda-muda, hoaks kalau bilang ibadah),” lanjutnya.

Sejarah mencatat, poligami sudah ada sebelum agama Islam disebarkan Muhammad di tanah Arab lantas ke seluruh dunia. Sebelum Islam lahir, praktik poligami berlangsung dengan istri berjumlah belasan, banyak dijumpai di jazirah Arab. 

Lantas, Islam membuat aturan yang meregulasi praktik tersebut, dengan tujuan agar bisa diredam. Namun, Nabi Muhammad SAW sendiri menganjurkan untuk melakukan monogami, atau berpasangan dengan satu orang saja.

Di dalam Al-qur’an sendiri menyebutkan, bahwa penolakan perempuan terhadap praktik poligami, juga tak mempengaruhi takaran kesalehannya. Coba simak QS Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi, “Wahai manusia! Sesungguhnya kami telah ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu ialah orang yang paling bertaqwa, sungguh Allah maha mengetahui dan maha teliti,”

Dengan kata lain, penentuan keimanan seorang perempuan tak pernah dinilai dari seberapa rela ia dimadu. Semua orang sama, dan punya hak juga kesempatan yang setara, maka pendapat perempuan wajib didengarkan dan dihargai. Sedang praktik poligami sendiri bukan takaran seberapa mulia seseorang.

Reka Kajaksana

Penulis dan Jurnalis. Menulis Adalah Jalan Ninjaku
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!