Bukan Profesi Laki-Laki: Perempuan Juga Bisa Jadi Pilot, Pembalap dan Supir Truk

Perempuan pembalap, Alexandra Asmasoebrata terus berproses meningkatkan skill balapan mobil di tengah stigma sebagai perempuan yang tak dianggap sebagai subyek penting di dunia balap. Begitu juga beberapa profesi lain yang didominasi laki-laki.

Di arena balap yang maskulin, Alexandra Asmasoebrata sering mendengar desas-desus bahwa perempuan dianggap tidak akan konsisten di dunia balapan.  

Itu yang sering ia rasakan ketika pertamakali menekuni dunia balap. Berumur 12 tahun ketika pertama kali mengendarai gokart di arena balap, kala itu Alexandra hanya melihat saja ayahnya berlatih dan bertanding balap mobil di sirkuit. Namun setelah itu, dia akhirnya benar-benar menyetir dengan tangannya sendiri.

Perasaan gugup bercampur malu dialaminya. Gugup, karena itu merupakan pengalaman pertama sekaligus malu karena merasa dirinya minoritas di arena balap. Sebagai seorang perempuan, pikirannya dipenuhi rasa tidak percaya diri. Ia juga takut jika dianggap tidak bisa, dikira bodoh dan tidak jago. 

Tapi berkat dukungan ayahnya yang juga seorang pembalap, Alex Asmasoebrata, ia kemudian memberanikan diri untuk mencoba. Tidak langsung bisa, tapi langsung suka: begitulah kesan yang dirasakan Alexandra, pembalap nasional perempuan pertama kelahiran tahun 1988 kala mengenang masa-masa remaja saat mulai terjun di dunia balap mobil. 

“Aduuh malu banget ini cowok semua. Gue di situ, gue sendirian cewek, takut di-underestimated. Itu awal-awal, ya kali kan saya cewek,” kenang Andra, sapaan akrab Alexandra, dalam Ngopi Daring Bela Negara “Ya, Perempuan Juga Bisa” yang diselenggarakan Kementerian Pertahanan (Kemhan), Kamis (16/9/2021). 

Andra yang terus berproses meningkatkan skill balapan mobil pun, tak luput dengan beragam stigma sebagai perempuan. Di arena balap yang maskulin, dia sering mendengar desas-desus bahwa sebagai perempuan, ia dianggap tidak akan mampu konsisten balapan.  

Di lingkungan patriarki itu, perempuan seperti dirinya seolah menjadi kalangan “nomor dua” dalam menjalani profesi balap. Perempuan diremehkan, dan dilekatkan dengan beban dan kerja-kerja domestik atau dihambat dengan dalih ‘kodrat’ perempuan yakni hamil, melahirkan, menyusui, mengasuh anak di rumah dan lainnya.  Andra mengalami itu.

“Paling gak akan lama, satu dua tahun juga berhenti. Banyak kasusnya, banyak halangan, banyak fokus lainnya,” kata Andra menirukan ucapan yang merendahkannya. 

Pembuktian dan Juara

Putri pembalap mobil kawakan Indonesia di era 1990-an,  Alex Asmasoebrata itu, tak mau buang-buang energi menanggapi hal itu. Dia lantas membuktikan satu per satu prestasi yang bisa diraihnya sebagai pembalap profesional. Termasuk, bisa bertanding di tengah pembalap yang didominasi laki-laki. Dia mematahkan stigma bahwa perempuan tidak bisa tampil di arena balap. 

“Aku bisa buktikan di Asia aku menang, habis dari Asia aku ke kejuaraan dunia di Eropa, itu memang gak menang tapi masuk final, jadi ya cukup lumayan ada lah ya,” terang Andra.

Sepanjang karirnya, Andra sudah malang-melintang dalam pertandingan balap Asia hingga internasional.

Dia pernah ikut kualifikasi formula BMW Scholarship tahun 2004 di Spanyol, kejuaraan Formula Renault Asia, pole position pada kejuaraan Seri terakhir 7 dan 8 Formula Campus di Goldenport Motorpark Circuit di Beijing China pada Oktober 2005  hingga menerima penghargaan rekor muri sebagai pembalap perempuan pertama di Indonesia. 

Perjuangan Andra hingga titik ini tak pernah mudah, tapi ini proses yang akhirnya bisa dilaluinya 

Pilot Perempuan Juga Bisa

Kisah perempuan lain yang menjadi minoritas di profesinya adalah Letda PNB Ajeng Trisna. Ia menjadi pilot perempuan penerbang pesawat tempur pertama di Indonesia. Kecintaannya pada dunia paskibraka semasa SMA, mengantarkannya menjadi pengibar bendera di istana hingga menentukan pilihan berkarir di dunia militer.

Profesi pilot pesawat tempur memang sudah menjadi profesi yang penuh risiko. Namun, Ajeng juga mesti berjuang dua kali lebih berat karena stigma yang dilekatkan pada perempuan di profesinya.

Dia pernah mengalami pengalaman tak mengenakkan berupa diremehkan. Sama seperti Andra, dia memilih untuk ‘tutup kuping’ dan berfokus pada pembuktian atas profesinya. 

“Pro-kontra pasti ada, pasti ada orang yang underestimate, tapi kalau kita dengar omongan dari luar yang itu buat kita jatuh sendiri, ya buat apa, jadi ya pinter-pinter tutup mata, tutup telinga aja,” kata Ajeng di kesempatan sama. 

Ajeng merasa masih beruntung sebab dia mempunyai support system yang mendukungnya. Terutama dari orang tua dan keluarga atas profesinya yang banyak dikonstruksikan hanya untuk kaum laki-laki itu.  

”Asal kita serius meraih keinginan kita, berjuang sungguh-sungguh, orang tua terus mendukung,” imbuhnya. 

Perempuan di dunia kerja utamanya yang masih patriarki, tentu saja mengalami tantangan berlapis atas gendernya. Bukan saja diremehkan dan distigma, tapi perempuan juga diabaikan untuk melawan sendiri diskriminasi yang menimpanya. Kondisi ini, bisa ditangkap saat sesi wawancara Ajeng, perempuan pesawat tempur. Dia mengaku harus berjuang dua kali lebih keras untuk bisa ‘sejajar’ dengan kinerja laki-laki. 

“Tugas saya dua kali lipat. Menambah power lari itu,” kata Ajeng.

Perjuangan perempuan, yang sudah berat itu pun, seolah berhasil tidak berhasilnya hanya dipandang dari usaha yang dilakukan. Sedangkan, sistem kebijakan yang mengakomodir kebutuhan dan hak-hak perempuan untuk bisa terus berkarir tenggelam begitu saja.  

“Mau apa enggak, niat apa enggak, komitmen atau enggak,” imbuhnya. 

Acara ini sebenarnya inspiratif, namun sepanjang menonton acara yang berdurasi sekitar dua jam ini, kita akan menemukan beberapa hal yang luput diperhatikan. Perspektif ‘Perempuan Juga Bisa’ masih mentah ditafsirkan sebagai situasi perempuan yang dianggap heroik saat menjalani profesi yang dianggap maskulin. Seperti, balap mobil, pilot pesawat tempur, hingga supir truk muatan besar. Tapi, tanpa melihat problem struktural yang selama ini bercokol soal kesetaraan gender termasuk di dunia kerja.

Foto: OKezone

Reka Kajaksana

Penulis dan Jurnalis. Menulis Adalah Jalan Ninjaku
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!