Feminisme Anti Agama dan Anti Perkawinan? Ini 9 Fakta dan Miskonsepsi Feminisme

Banyak terjadi miskonsepsi atau pemahaman yang salah terhadap feminisme. Ini kemudian menyebabkan kita menjadi takut pada feminisme (fobia feminism) atau anti terhadap feminisme.

Kata Feminisme pada awalnya muncul  sekitar tahun 1837 oleh aktivis bernama Charles Faurier. Istilah ini pertama kali digunakan dalam debat politik di Perancis pada akhir abad 19. Feminisme semakin berkembang sampai ke Amerika sekitar tahun 1869. Feminisme digunakan dalam bahasa Inggris di era 1890-an yang diasosiasikan dengan gerakan perempuan menuntut persamaan dalam bidang politik dan hukum.

Feminisme sebagai sebuah gerakan kesadaran kolektif tentunya diawali dari kesadaran individu sebagai feminis.  Pengertian Feminis adalah seseorang yang menyadari adanya pembatasan dan penindasan bagi perempuan di masyarakat, baik di lingkup publik maupun di lingkup domestik/keluarga dan secara sadar melakukan aksi nyata untuk mengubah situasi.

Konde, Kalyanamitra, The Women’s Legal and Human Right Bureau (WLB) Philippines dan Voice  pernah membuat video tentang miskonsepsi atau pemahaman yang salah tentang feminisme. Feminisme yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan, dibelokkan seolah-olah perempuan tidak hidup di lingkungannya.

Feminisme adalah aliran pemikiran dan gerakan yang menolak pembedaan antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial budaya

Masyarakat menganggap bahwa setiap perempuan memiliki keharusan untuk melahirkan anak dan seorang perempuan tak akan dianggap sempurna sampai ia memiliki anak. Padahal memiliki anak bukanlah kewajiban, namun pilihan. Setiap perempuan berhak untuk menentukan setiap pilihannya atas tubuhnya sendiri.

Berikut adalah sejumlah miskonsepsi atau pemikiran yang salah tentang feminisme:

1.Miskonsepsi: Feminisme melawan kodrat perempuan

Fakta :

Feminisme tidak mengajarkan perempuan melawan kodratnya. Seringkali masyarakat salah memahami dan mencampuradukkan kodrat perempuan dengan konstruksi gender tentang perempuan. Feminisme bukan untuk melawan kodrat perempuan. Feminisme hadir untuk melawan patriarki yaitu : sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.

2.Miskonsepsi : Feminisme anti pada Agama

Fakta :

Feminisme tidak membatasi ruang gerak perempuan untuk menjadi seorang feminis, hanya karena mereka memilih untuk menaati aturan dalam agamanya. Yang di kritik oleh feminisme adalah pemahaman manusia terhadap ajaran agama yang misoginis dan meminggirkan posisi perempuan. Feminisme mendukung otoritas perempuan atas tubuhnya, termasuk pilihan perempuan untuk memakai baju atau atribut, termasuk memakai ataupun tidak memakai jilbab.

3. Miskonsepsi : Feminisme anti laki-laki  dan upaya mengalahkan laki-laki

Fakta :

Musuh feminisme bukan laki-laki. Musuh feminisme adalah paham patriarki yang selalu menempatkan posisi perempuan lebih rendah dalam keluarga dan masyarakat. Feminisme anti laki-laki yang menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan tidak menghormati harkat dan martabat perempuan. Miskonsepsi yang sering dituduhkan terhadap feminisme adalah upaya untuk membuat laki-laki sebagai musuh untuk dikalahkan. Feminisme tidak bekerja dalam kerangka persaingan, karena yang menjadi tujuan feminisme adalah perempuan, laki-laki, dan gender lainnya hidup berdampingan dengan adil dan setara.

4. Miskonsepsi : Feminisme menganggap semua maskulinitas sebagai toksik

Fakta :

Sifat maskulin sering diidentikkan dengan bagaimana seseorang berpikiran rasional, berani, bertanggungjawab, dan melindungi. Sementara sifat feminin sering dikaitkan dengan kelemahlembutan, keibuan, merawat, penyayang dan sabar. Semua sifat yang tergolong feminin maupun maskulin tadi dimiliki baik oleh laki-laki ataupun perempuan.

Feminisme tidak menganggap semua maskulinitas sebagai sebuah toksik, tetapi feminisme melawan konstruksi sosial masyarakat patriarkis yang menganggap kemaskulinan seseorang didasari oleh perilaku-perilaku yang represif, kekerasan, dan haus akan dominasi (toxic masculinity).

Toxic masculinity ini lahir dari konstruksi dan budaya ideal masyarakat patriarkis di mana kejantanan atau maskulinitas itu selalu berhubungan dengan kekuatan, kekerasan dan represi emosi sedangkan femininitas dilihat sebagai perilaku yang lebih ‘rendah’ karena berhubungan dengan kelemahan dan emosional.

5. Miskonsepsi : Feminisme tidak percaya pernikahan

Fakta :

Feminisme mendukung pilihan perempuan untuk hidup melajang ataupun menikah, atau untuk tidak memiliki atau memiliki anak.

Hal yang ditentang oleh feminis bukanlah pernikahan, melainkan konstruksi sosial masyarakat yang menilai pernikahan adalah “tempat yang lebih baik” untuk perempuan, dan memberikan sanksi sosial bagi perempuan yang tak menikah atau bercerai, serta kesenjangan gender yang sering terjadi dalam pernikahan.

Contohnya saja, sangat banyak kekerasan yang dialami perempuan dalam pernikahan, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, hingga kekerasan ekonomi. Kekerasan ini banyak terjadi karena perempuan selalu dianggap lemah dan berada di bawah laki-laki.

Selain itu, kebanyakan perempuan tidak punya pilihan lain sehingga bertahan dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga/ KDRT karena ketergantungan ekonomi pada pasangannya. Oleh karena itu feminisme mendorong agar perempuan bisa berdaya dan menentang berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga.

6.Miskonsepsi : Feminisme anti ibu rumah tangga

Fakta :

Feminisme tidak anti ibu rumah tangga jika menjalani peran ibu rumah tangga adalah pilihan perempuan secara sadar dan tanpa paksaan

Justru, feminisme juga terus menyuarakan agar posisi sebagai ibu rumah tangga tidak dipandang remeh. Di dalam masyarakat patriarki, ibu rumah tangga selalu dianggap sebagai posisi yang mudah dan diposisikan di bawah pencari nafkah. Akibatnya, perempuan sering diremehkan sebab dianggap tidak mandiri secara finansial.

7.Miskonsepsi : Feminisme anti memiliki anak

Fakta :

Feminisme tidak menganggap bahwa memiliki anak adalah kewajiban karena punya anak adalah sebuah pilihan. Feminisme sangat berkomitmen untuk mengatasi masalah yang terjadi di kehidupan sehari-hari seperti KDRT, pemerkosaan dan kekerasan seksual, objektifikasi seksual, dan salah satunya adalah anggapan masyarakat bahwa setiap perempuan pasti harus memiliki dan melahirkan anak.

Masyarakat menganggap bahwa setiap perempuan memiliki keharusan untuk melahirkan anak. Seorang perempuan tak akan dianggap sempurna sampai ia memiliki anak. Padahal memiliki anak bukanlah kewajiban, namun pilihan. Setiap perempuan berhak untuk menentukan setiap pilihannya atas tubuhnya sendiri.

8.Miskonsepsi : Feminisme menyebabkan perempuan tidak peduli dengan penampilannya

Fakta :

Feminisme tidak anti dengan penampilan diri. Feminisme itu menghargai apapun pilihan yang diambil perempuan sebagai bentuk ekspresi mereka. Yang di kritik oleh feminisme adalah konstruksi sosial masyarakat tentang kecantikan perempuan. Masyarakat memandang perempuan yang cantik adalah perempuan yang pandai berias, bertubuh langsing, berambut panjang dan berkulit putih.

9. Miskonsepsi : Hanya perempuan yang dapat menjadi feminis

Fakta :

Yang bisa menjadi feminis tidak hanya perempuan. Laki-laki dan gender lainnya pun bisa menjadi feminis karena persoalan feminis bukan hanya bicara tentang persoalan perempuan. Persoalan feminis bicara tentang persoalan relasi gender dan relasi kuasa yang tidak setara akibat budaya patriarki dalam masyarakat kita dimana dalam masyarakat, laki-laki dituntut menjadi superior dan perempuan diposisikan sebagai subordinat atau inferior. Hal ini merugikan baik perempuan dan laki-laki yang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berkembang dan menikmati hak asasinya sebagai manusia.

Setelah mengetahui fakta soal feminisme, apakah kamu masih mau memandang feminisme sebagai suatu hal yang negatif? Siapapun bisa menjadi feminis. Jangan takut untuk menjadi feminis.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!