Kolaborasi Adalah Kunci: Perempuan Desa dan Kota Kolaborasi Permudah Perjuangan 

Dalam sebuah gerakan di manapun basisnya dan apapun nilai yang dianut tidak boleh ada yang menggembosi. Sebagai perempuan sudah seharusnya saling mendukung dan berada di kapal yang sama sehingga dapat mandiri dan berdikari. Konsisten bergerak, sekecil apapun gerakan itu akan memberikan dampak pula. 

Tidak ada yang lebih pandai dan paling mengerti persoalan perempuan di desa dan perempuan di kota. 

Perempuan desa dengan segala kesederhanaannya menjalani hidup dengan kearifan alam sesuai prinsip yang dianutnya. Seperti perempuan-perempuan  Aceh yang menjaga kawasan hutan dengan menjadi ranger. Mereka keluar masuk hutan,  memastikan tidak ada pembalakan liar, mata air terjaga, dan ekosistem hutan terjadi secara alami.

Di daerah konflik lingkungan, perempuan menjadi garda terdepan. Ibu-ibu di Kendeng menjadi lapis pertama dalam memperjuangkan tanahnya. Mereka melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan ruang hidup. Mulai dari berdemonstrasi di beberapa kantor pemerintahan sampai menyemen kakinya di depan Istana Negara.

Hal serupa juga pernah dilakukan oleh perempuan aktivis lingkungan, Aleta Baun yang berhasil mengorganisir perempuan untuk turut menolak tambang marmer di Mollo, Nusa Tenggara Timur. Ia dan perempuan lainnya menenun selama dua bulan di tempat penambangan. Mereka menuntut pemilik tambang marmer, memberhentikan operasi tambang marmer.

Perempuan-perempuan di desa memiliki caranya untuk mengorganisir diri dan membuat perubahan. Di beberapa daerah mulai dari pelosok pesisir sampai pegunungan, perempuan mengorganisir diri mendirikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memberdayakan hasil bumi setempat. Tidak hanya itu, perempuan juga turut mencerdaskan anak di pelosok negeri. Mereka mengajar dengan gaji yang tidak sepadan.

Perempuan di pedesaan banyak bekerja sesuai nurani, berlandaskan kemanusiaan dan pemeliharaan terhadap bumi.

Peran Perempuan Urban dalam Gerakan Perempuan

Perempuan urban yang tinggal di perkotaan seringkali dianggap paling maju. Padahal sama saja, berjuang untuk kesejahteraan perempuan dan kesetaraan gender dengan susah payah. 

Mereka mengorganisir diri dengan membentuk komunitas dan lingkar diskusi. Membicarakan fenomena-fenomena perempuan dan gender dalam diskusi. Sesekali menghadirkan pejuang perempuan dari perkotaan, pedesaan, ataupun pelosok Indonesia. Mereka membicarakan konflik dan hal-hal yang dihadapi dalam gerakan perempuan di wilayahnya.

Perempuan yang tergabung dalam lembaga pendampingan dan advokasi korban kekerasan terhadap perempuan biasanya berpusat di perkotaan yang dekat dengan kantor pemerintah pusat maupun daerah. Hal tersebut dikarenakan kemudahan akses advokasi kepada pihak terkait untuk menuntut keadilan bagi korban. Meskipun korban berasal dari daerah terpencil tetap bisa meminta pendampingan kepada lembaga pendampingan terkait. 

Sinergi Perempuan Desa dan Perempuan Urban

Perempuan desa dan perempuan urban bersinergi untuk memajukan gerakan perempuan. Perempuan urban yang lebih melek teknologi membantu perempuan-perempuan desa melalui publikasi melalui media sosial, film, foto, tulisan ataupun webinar. 

Memotret gerakan perempuan di desa barangkali dapat membantu mengenalkan, memajukan, dan menyemangati mereka. Seperti film dokumenter berjudul Ibu Bumi karya Chairun Nisa yang memotret perjuangan Ibu-ibu Kendeng menolak pabrik semen. Tidak hanya itu, film serupa yang lebih kompleks digarap oleh Febriana Firdaus berjudul Our Mothers’ Land yang merangkum perjuangan perempuan-perempuan pejuang lingkungan dari berbagai daerah di Indonesia.

Tidak hanya itu, kerja sama antara perempuan desa dan perempuan kota dapat terjadi dalam ranah UMKM. Usaha pembalut kain, Biyung bekerja sama dengan perempuan Wadas dalam mengemas produknya. Perempuan-perempuan di Wadas menganyam besek yang digunakan sebagai pembungkus pembalut.

Bentuk kerja sama antara perempuan di manapun keberadaannya dan latar belakang hidupnya dapat terjadi. Tidak hanya itu, saling menghormati budaya dan nilai yang dianut masing-masing perempuan menjadi kunci kesuksesan dalam bekerja sama.

Dalam sebuah gerakan di manapun basisnya dan apapun nilai yang dianut tidak boleh ada yang menggembosi. Sebagai perempuan sudah seharusnya saling mendukung dan berada di kapal yang sama sehingga dapat mandiri dan berdikari. Konsisten bergerak, sekecil apapun gerakan itu akan memberikan dampak pula. 

Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan RUU TPKS disahkan menjadi UU TPKS. Gerakan tersebut awalnya kecil dan massif dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga, menyadarkan masyarakat betapa pentingnya Indonesia memiliki hukum mengenai penanganan kekerasan seksual. Gerakan-gerakan perempuan dengan isu yang berbeda dapat mencapai keberhasilannya dengan tetap konsisten bergerak dan menjaga komitmen. 

Alisa Qottrun

Sedang belajar di prodi Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang dan menjadi redaktur pelaksana Linikampus.com.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!