Perjuangan Kami: Saya Bekerja Sebagai PRT dan Anak Saya Penyandang Disabilitas

Tak mudah punya anak seorang disable, apalagi ibunya bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) seperti saya. Tapi teman dan organisasi selalu mendukung kebutuhan kami.

Saya adalah ibu dengan anak disabilitas. Pertengahan September 2022 lalu, saya mengikuti pertemuan nasional Indonesia Inklusi: Link and Learn yang diselenggarakan di Makassar, Sulawesi Selatan.

Kegiatan ini merupakan pertemuan nasional sejumlah organisasi masyarakat sipil dimana saya diundang sebagai pembicara yang juga menemani anak saya. Saya Suwarni, sehari-hari bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Saya ibu dari 4 orang anak perempuan. Salah satu anak perempuan saya, Septi adalah penyandang disabilitas intelektual. Organisasi PRT yang saya ikuti yaitu Sapulidi, kemudian menghubungkan saya dengan organisasi penyandang disable intelektual, Yapesdi.

Acara di Makassar ini merupakan acara konsolidasi nasional, maka tempat penyelenggaraan sengaja dipilih di tengah-tengah, agar peserta yang datang dari berbagai kota di Indonesia baik dari Indonesia bagian barat maupun Indonesia bagian timur tidak terlalu jauh untuk menjangkaunya. Makassar.

Acara Indonesia Inklusi Link and Learn ini dihadiri 18 konsorsium dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini memperjuangkan inklusivitas di Indonesia. Peserta mewakili berbagai kelompok minoritas yang selama ini terpinggirkan, seperti kelompok disabilitas baik disabilitas fisik maupun mental, minoritas gender, penganut kepercayaan dan agama lokal, serta organisasi perempuan dan kelompok lanjut usia.   

Saya sendiri mendampingi putri saya, Septia yang penyandang disabilitas, Septia diundang oleh organisasi disabilitas, Yapesdi. Saat Co-founder Yapesdi, ibu Dewi Tjakrawinata menyampaikan undangan tersebut, terus terang ada rasa tidak percaya diri. Tapi beliau terus meyakinkan saya dan meminta saya untuk menyampaikan apa saja kendala yang selama ini dihadapi Septia.

Apalagi ada kakak Kinan dari Yapesdi yang akan mendampingi, akhirnya saya memberanikan diri meminta izin ke majikan untuk bisa hadir di acara tersebut. Izin dari majikan ini penting, karena untuk ikut seluruh rangkaian pertemuan dibutuhkan waktu setidaknya empat hari, termasuk perjalanan. Alhamdulillah, majikan memberikan izinnya.

Akhirnya pada 14 September saya pun berangkat dari Jakarta. Sebelum berangkat, saya mendapat pembekalan dari Kak Marwa dari Yapesdi pun dari Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini tentang apa-apa yang harus saya lakukan dan saya sampaikan di pertemuan ini.

Tak lupa mbak Lita memberikan nomor kontak teman sesama PRT di SPRT Paraikatte Makassar agar kami bisa saling berkomunikasi. Dan, di sela-sela acara, saya memang bertemu dengan beberapa orang teman PRT dari SPRT Paraikatte. Selama dua jam berbincang, kami saling tukar pengalaman bagaimana kami mengembangkan organisasi dan mengampanyekan RUU Perlindungan PRT.

Ternyata cerita kami tidak jauh berbeda. Hambatan yang kami hadapi dalam mengajak teman-teman PRT untuk aktif berorganisasi juga hampir sama, yakni dari para PRT sendiri juga dari para pemberi kerja.

Pertemuan dua hari yang bermakna   

Saya tergolong tiba lebih awal dibanding peserta lain, dan karena itu maka saya bisa berbincang dengan panitia dari kakak-kakak muda dari Pamflet. Kepada mereka, saya ceritakan kegiatan dan apa yang dialami Septia selama ini. Serta pendampingan yang dilakukan Yapesdi untuk Septia.

Saya ceritakan juga kenapa dia nggak bisa sekolah, akibat kurang tersedianya sekolah khusus untuk penyandang down syndrome. Saya paparkan juga sejumlah kondisi yang dihadapi penyandang disabilitas intelektual dari keluarga kurang mampu.

Ketika tahu saya bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) yang aktif mengampanyekan pengesahan RUU Perlindungan PRT bersama Jala PRT, mereka juga menanyakan apa saja yang telah dilakukan untuk RUU PPRT ini. Saya juga ditanya tentang harapan dari acara selama dua hari ini. Seperti diketahui Jala PRT bersama sejumlah organisasi buruh dan perempuan ikut tergabung dalam konsorsium yang mengadvokasi Konvensi ILO 190 tentang penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja.

Selama dua hari itu kami saling berbagi informasi mengenai apa yang sedang dan akan dilakukan. Kami juga memetakan capaian dan hambatan yang kami alami di lapangan. 

Selama dua hari itu kami belajar, berdiskusi dan bersama-sama menyuarakan aspirasi kami untuk disampaikan ke pemangku kebijakan. Dari sharing dan diskusi ini diharapkan dapat bersama-sama merumuskan jalan keluar dan kerja bareng apa yang bisa dilakukan bersama untuk mewujudkan Indonesia yang inklusi pada 2030.

Saya merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan teman-teman dari berbagai daerah dan latar belakang budaya. Juga para aktivis yang selama ini gigih membela hak asasi manusia. Saya sadar Indonesia begitu beragam, baik suku, agama, budaya maupun kondisinya.

Saya belajar banyak dari pertemuan ini, tak hanya tentang bagaimana cara berorganisasi, tapi juga perspektif kesetaraan dan pelibatan semua kelompok dalam pembangunan. Saya berterima kasih sudah diberikan kesempatan ini, dan berjanji untuk menyebarkan ilmu yang saya dapatkan dari pertemuan ini kepada teman-teman PRT yang aktif di Jala PRT.

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisan. Tulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama www.Konde.co yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).

Suwarni

Pekerja rumah tangga aktif di SPRT Sapulidi
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!